رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ


"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."

Rabu, 13 Agustus 2014

Telaga Rasulullah



Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir. Pada suatu hari Rasulullah SAW keluar untuk menyalatkan jenazah syuhada Uhud. Kemudian beliau beralih ke atas mimbar dan bersabda,’’Sesungguhnya aku akan mendahului kalian dan aku menjadi saksi atas kalian. Demi Allah, sesungguhnya sekarang ini aku sedang melihat telagaku, sesungguhnya aku  diberikan kunci-kunci kekayaan bumi atau kunci-kunci bumi. Sesungguhnya demi Allah, aku tidak khawatir kalian akan kembali musyrik sepeninggalku tetapi aku khawatir kalian akan berlomba-lomba dalam kehidupan dunia.’’
(HR Muslim).

Dalam hadis di atas dijelaskan, akan terjadi pada umat Rasulullah perlombaan mencari kehidupan dunia. Mereka rela mengorbankan iman dan akidahnya hanya demi kehidupan dunia sehingga mereka tidak mendapatkan telaga Rasulullah.

Ketika seseorang masuk ke telaga Rasulullah tidak akan merasakan dahaga sedikitpun. Sebaliknya, mereka merasakan kenikmatan begitu besar.

Diriwayatkan oleh Sahal, ia berkata pernah mendengar Nabi SAW bersabda,’’Aku mendahului kalian berada di telaga. Barang siapa yang sampai di sana tentu dia akan minum dan barang siapa yang telah minum niscaya tidak merasakan dahaga selamanya. Sungguh akan datang kepadaku kaum yang aku kenal dan mereka mengenal aku kemudian terdapat penghalang antara aku dan mereka.
(HR Muslim).

Telaga Rasulullah tidak akan diberikan kepada umatnya yang sibuk dengan kehidupan dunia, yang menjadikannya sebagai awal dan akhir dari kehidupan. Lalu, mereka rela meninggalkan amalan akhirat dan mengutamakan kehidupan dunia.

Telaga Rasulullah akan diberikan kepada mereka yang menjadikan dunia sebagai tempat bercocok tanam untuk mengais pahala demi negeri yang abadi (akhirat). Mereka menjadikan dunia sebagai tempat sementara dan mencari bekal sebanyak-banyaknya menuju akhirat.

Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba mendapatkan telaga Rasulullah. Caranya, menghindari kehidupan dunia yang melenakan dan menghancurkan diri kita.

Diriwayatkan oleh Amr bin Auf, Rasulullah SAW mengutus Abu Ubaidah bin Jarrah ke Bahrain untuk memungut jizyahnya (upeti). Rasulullah SAW telah mengadakan perjanjian damai dengan penduduk Bahrain dan mengangkat Alaa bin Hadhrami sebagai gubernurnya.

Kemudian Abu Ubaidah kembali dengan membawa harta dari Bahrain. Orang-orang Anshar mendengar kedatangan Abu Ubaidah lalu melaksanakan shalat subuh bersama Rasulullah. Setelah shalat beliau beranjak lalu mereka menghalanginya.

Ketika melihat mereka beliau tersenyum dan bersabda,’’ Aku tahu kalian mendengar kabar Abu Ubaidah telah tiba dari Bahrain dengan membawa upeti.'' Mereka berkata,’’ Benar wahai Rasulullah.’’

Beliau bersabda,’’Bergembiralah dan berharaplah agar mendapat sesuatu yang menyenangkan kamu sekalian. Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan atas diri kalian tetapi yang aku khawatirkan adalah jika kekayaan dunia dilimpahkan kepada kalian seperti orang-orang sebelum kalian, lalu kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba dan akhirnya dunia itu membinasakan kalian seperti yang telah membinasakan mereka.'' 
(HR Muslim).

Republika

Said Bin Amir



Ketika khalifah Umar bin Khatthab memecat Muawiyah dari jabatannya sebagai gubernur Suriah, ia menoleh ke kiri dan ke kanan mencari seseorang yang akan menjadi penggantinya. Tiba-tiba Umar berseru, Saya telah menemukannya! Bawa ke sini Said bin Amir!”

Tak lama kemudian datang Said menemui sang Amirul Mukminin yang menawarkan jabatan sebagai wali kota Homs. Said menolak, “Janganlah saya dihadapkan kepada fitnah.”

Dengan nada keras Umar menjawab, “Demi Allah, saya tak hendak melepaskan Anda! Apakah tuan-tuan hendak membebankan amanat dan khilafah di atas pundakku lalu tuan-tuan meninggalkan daku.” Semua terdiam. Senyap. Sejenak, Said dapat diyakinkan.

Said dan istrinya yang pengantin baru itu pun berangkat ke Homs. Suatu ketika, tatkala Khalifah Umar berkunjung ke Homs, beliau mendapat keluhan dari rakyat Homs tentang Said bin Amir. Mereka mengadukan empat hal.

Pertama, “Said baru keluar menemui kami setelah matahari tinggi. Kedua, ia tidak mau melayani seseorang di malam hari. Ketiga, setiap bulan ada dua hari di mana ia tak mau keluar menemui kami. Keempat,  sewaktu-waktu ia bisa jatuh pingsan.”
Umar tertunduk dan memohon ampun kepada Allah, kemudian mempersilahkan Said membela diri. Said berkata, “Wahai Khalifah, mengenai tuduhan mereka bahwa saya tak hendak keluar sebelum matahari tinggi, demi Allah, sebetulnya saya tak hendak menyebutkannya. Tapi, karena ini bagian dari pertanggungjawaban saya kepada rakyat yang aku pimpin, maka aku akan menjelaskannya. Keluarga kami tak punya pembantu, maka sayalah yang mengaduk tepung dan membiarkannya sampai mengeram, lalu saya membuat roti dan kemudian wudlu untuk shalat dluha. Setelah itu barulah saya keluar menemui mereka.’’

‘’Tuduhan bahwa saya tak mau melayani mereka di waktu malam, maka, demi Allah, saya benci menyebutkan sebabnya. Seharian saya sediakan waktu bagi mereka, dan malam harinya saya ingin peruntukkan kepada Allah. Sedang ucapan mereka bahwa dua hari setiap bulan di mana saya tidak menemui mereka, maka sebagaimana saya katakan tadi, saya tak punya banyak pakaian untuk dipergantikan, maka terpaksalah saya mencucinya dan menunggu sampai kering, hingga baru dapat keluar di waktu petang.”

Said kemudian melanjutkan penjelasannya.’’Mengenai keluhan, saya sewaktu-waktu jatuh pingsan, karena ketika di Makkah dulu saya telah menyaksikan jatuh tersungkurnya Khubaib Al-Anshari yang tubuhnya dipotong-potong oleh orang Quraisy. Lalu, mereka membawanya dengan tandu sambil menanyakan kepadanya, “Maukah tempatmu ini diisi oleh Muhammad sebagai gantimu, sedang kamu berada dalam keadaan sehat walafiat?”

Dalam deraan siksaan yang keji, Khubaib menjawab, “Demi Allah, saya tak ingin berada dalam lingkungan anak istriku diliputi keselamatan dan kesenangan dunia, sementara Rasulullah SAW ditimpa bencana, walau oleh hanya tusukan duri sekalipun.”
Menurut Said, setiap terkenang peristiwa itu, tubuhnya gemetar karena takut akan siksa Allah, hingga ditimpa penyakit yang mereka katakan. Mendengar jawaban itu,  Umar terharu dan meneteskan air mata, lalu dirangkul dan dipeluknya Said, serta diciumlah keningnya. Subhanallah.

Dari kisah ini orang mungkin akan bertanya, masih adakah pejabat dan pemangku kekuasaan seperti Said bin Amir? Di tengah realitas politik-kekuasaan negeri ini yang cenderung negatif, sosok keteladanan Said menjadi penting untuk direnungkan.

Bagai oase di tengah padang pasir, nilai-nilai kesederhanaan dan dedikasi kerakyatan bisa menjadi penyejuk. Sekaligus kritik atas situasi politik dan pejabat yang hedonis. Kisah Said hendak mengingatkan kembali betapa kekuasaan hanyalah salah satu jalan untuk beribadah.

Dimensi ruhaniah kekuasaan, kata Cak Nurcholis Madjid (1998), tidak senantiasa sejajar, apalagi identik, dengan bentuk-bentuk pemenuhan persyaratan lahiriah. Hal mana membuatnya semakin sulit dilihat dan diukur dari luar.

Karenanya, banyak penampilan lahiriah atau formal-simbolik yang bahkan mengecoh banyak orang. Sampai akhirnya terbukti tidak memiliki arti apa-apa dan semuanya menjadi kecewa. Semoga kita menemukan pemimpin yang memiliki ruhaniah kekuasaan. Amien.

Republika

Balas Dendam



Dilatarbelakangi kekalahan mereka dari kaum muslimin pada peperangan di Lembah Badar (17 Ramadhan 1 H), kaum Quraisy (Makkah) bersepakat membalas dendam.

Lalu, mereka menyiapkan pasukan berkekuatan sekitar 3.000 prajurit di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb.
Pasukan sebesar itu ternyata merupakan gabungan dari kaum Quraisy, sejumlah warga Habsyah dan warga Arab dari Bani Kinanah dan Bani Tihamah.

Setelah informasi tersebut diketahui Rasulullah SAW, tanpa membuang-buang waktu beliau berkonsolidasi dengan para sahabat untuk mencari jalan ke luar terbaik.
Setelah perdebatan panjang, kaum muslimin bersepakat menghadang mereka di luar Kota Madinah yakni di Gunung Uhud.

Dengan kekuatan sekitar 1.000 prajurit, Rasul berangkat ke Gunung Uhud menghadang musuh (pertengahan Syaban 2 H).
Maka berkecamuklah peperangan itu. Berbeda dengan peperangan di Lembah Badar tahun sebelumnya, peperangan di Gunung Uhud berakhir dengan kemenangan pihak musuh.

Kekalahan tersebut terasa sangat menyakitkan. Bukan saja karena banyaknya korban di kalangan kaum muslimin namun karena ketidakdisiplinan prajurit Islam sendiri. Konon, prajurit pemanah yang berjaga di punggung gunung sekonyong-konyong meninggalkan pos mereka.

Mereka tergiur harta benda yang ditinggalkan begitu saja oleh pihak musuh. Dengan begitu, ketika prajurit Islam yang serakah tersebut sedang mengambil harta benda di kaki Gunung Uhud seketika itu pula disergap musuh.

Maka terjadilah malapetaka yang sangat menyakitkan itu. Hamzah bin Abdul Muthalib, panglima perang sekaligus paman Rasulullah SAW terbunuh ditombak dari belakang oleh Wahsyi,  budak milik  Muth’im bin Jubair.

Dalam suatu riwayat dikemukakan, pada peperangan di Gunung Uhud itu, gugur 64 orang dari kalangan Anshar dan enam orang dari kalangan Muhajirin termasuk Hamzah. Semua prajurit Islam itu anggota tubuhnya dikoyak-koyak dengan kejam.

Bahkan, ketika Hindun bin Uthbah (istri Abu Sufyan bin Harb) melihat jasad Hamzah yang sudah tidak bernyawa, dihampirinya dengan penuh kebencian. Lalu, dia belah dadanya. Dia keluarkan jantungnya. Dia mengunyahnya, dan menelannya. Biadab!

Maka berkatalah kaum Anshar, “Jika kami mendapat kemenangan, kami akan berbuat lebih dari apa yang mereka lakukan. (HR At-Tirmidzi dari Ubay bin Ka’ab).

Dalam riwayat lain, ketika Rasulullah berdiri SAW di hadapan jenazah Hamzah beliau berkata,Aku akan bunuh 70 orang dari mereka sebagaimana mereka lakukan terhadap dirimu.” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi dalam Kitab Ad-Dalail dan Al-Bazzar dari Abu Hurairah).
Apa yang diungkapkan kaum Anshar dan Rasulullah SAW menyiratkan keinginan membalas dendam. Mereka saat itu beranggapan, yang dilakukan musuh telah melampaui batas peri kemanusiaan. Maka menurut mereka sepantasnya dibalas dengan balasan yang setimpal.

Allah SWT berfirman, “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS An-Nahl [16] : 126 -128).

Menurut Ibnu Hishar ayat-ayat tersebut diturunkan hingga tiga kali. Mula-mula diturunkan di Makkah, lalu di Gunung Uhud, selanjutnya saat Fathu Makkah. Kandungan ayat itu juga sangat menarik. Dalam keadaan sesulit apapun, kaum muslimin diajarkan untuk bersabar.

Dalam situasi seperti itu, bersabar akan terasa sangat berat. Namun, Allah SWT menjanjikan pertolongan. Dalam ayat lain ditegaskan pertolongan Allah itu dekat. Karena itu, tidak perlu bersedih hati dan tidak perlu bersempit dada.

Republika

Bersedekah Kepada Suami



Diriwayatkan dari Zainab ats-Tsaqafiyah, istri Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, Wahai kaum wanita bersedekahlah kamu sekalian walaupun dari perhiasanmu.

Zainab berkata, Saya pulang menemui Abdullah bin Mas’ud (suamiku), dan menyatakan, “Sesungguhnya engkau laki-laki yang sedikit penghasilannya sedangkan Rasulullah SAW memerintahkan kami bersedekah maka datangilah dan bertanyalah kepada beliau. Kalau boleh, saya bersedekah kepadamu dan kalau tidak boleh saya berikan kepada orang lain.’’

Abdullah berkata, ‘’Kamu sendirilah yang datang kepada beliau.’’ Maka saya pun berangkat ke tempat Rasulullah SAW dan di sana ada seorang wanita Anshar yang berada di pintu beliau untuk menyampaikan permasalahan yang sama.

Keluarlah Bilal untuk menemui kami. Kamipun berkata kepada Bilal, ’’Temuilah Rasulullah SAW dan kabarkanlah beliau kalau ada dua orang wanita yang berada di depan pintu beliau yang akan bertanya apakah boleh sedekah diberikan kepada suami dan anak-anak yatim yang diasuh keduanya? Dan jangan kamu jelaskan siapa kami ini.’’

Bilal kemudian masuk dan menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW, beliau bertanya, ‘’Siapakah dua wanita itu? Bilal menjawab,’’ Seorang wanita Anshar dan Zainab.’ Tanya beliau pula,’’Zainab yang mana?’’  Ia menjawab,’’Istri Abdullah.’’

Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘’Bagi kedua wanita itu mendapatkan dua pahala, yaitu pahala (menyambung) kerabat dan pahala sedekah.(Muttafaqun ‘alaih).

Hadis di atas memberikan pelajaran penting kepada kita, boleh hukumnya seorang istri bersedekah kepada suami terutama bila suaminya belum bekerja atau memiliki penghasilan yang sedikit.

Bahkan, seorang istri diperbolehkan mengeluarkan zakat wajibnya kepada suaminya yang fakir atau miskin atau termasuk dalam kriteria orang yang berhak mendapatkan zakat. Itu karena seorang istri tidak memiliki kewajiban menafkahi suaminya.

Bersedekah kepada suami merupakan bagian penting yang harus diperhatikan oleh seorang istri. Sedekah yang dikeluarkan oleh istri kepada suaminya tidak hanya akan menumbuhkan jalinan yang harmonis dengan Allah SWT juga menjadi sebab terjalinnya hubungan yang mesra dengan suami dan anggota keluarganya.

Ketika seorang istri bersedekah kepada suaminya, ia mendapatkan dua pahala, seperti sabda Rasulullah SAW di atas,Bagi kedua wanita itu mendapatkan dua pahala, yaitu pahala (menyambung) kerabat dan pahala sedekah.” (Muttafaqun ‘alaih).

Selain itu, ketika seorang istri bersedekah kepada suaminya sesungguhnya ia telah merealisasikan hikmah dan tujuan dari pernikahan yang membuat tali ikatan pernikahan semakin kuat dan kokoh.

Di antara tujuan dan hikmah pernikahan adalah mengatur hubungan laki-laki dengan wanita berdasarkan asas pertukaran hak, saling menolong dan saling kerja sama yang produktif dalam suasana cinta kasih dan perasaan saling menghormati yang lain.

Oleh karena itu, bila seorang istri hendak bersedekah perhatikan dulu suaminya apakah ia layak disedekahi atau tidak sebelum bersedekah kepada orang lain. Karena bersedekah kepada suami yang fakir harus diutamakan sebelum bersedekah kepada yang lainnya.

Dalam praktiknya, sedekah kepada suami yang belum memiliki penghasilan atau berpenghasilan rendah tidak hanya dengan materi.  Memotivasi suami agar bersemangat mencari nafkah untuk keluarga merupakan bagian dari sedekah juga yang layak diperhatikan dan dilakukan  seorang istri. Wallahu’alam

Republika

Kasih Sayang Allah


Pada saat Rasulullah Muhammad SAW duduk beristirahat di tengah para sahabatnya, datanglah seorang lelaki membawa pakaian. Dia menyimpan sesuatu yang disembunyikan dalam pakaiannya itu.

Dia mengatakan, Wahai Rasulullah, ketika aku berjalan ke arahmu, aku melewati sebuah pohon yang sangat rindang. Aku mendengar suara anak-anak burung, lalu aku ambil dan meletakkannya di kainku. Namun, tiba-tiba induknya datang dan terbang mengitari kepalaku, maka kubuka kainku agar ia melihat anak-anaknya. Karena melihat anak-anaknya dalam kainku sang induk ikut bersama mereka sehingga aku selimuti mereka semua dengan kainku ini. Inilah mereka semua, aku bawa kemari.

Rasulullah SAW berkata, Letakkan mereka.” Dia pun meletakkan burung-burung tersebut di atas tanah di hadapan Rasul. Dia membuka penutupnya namun induknya enggan meninggalkan anaknya. Rasul bertanya, Apakah kalian heran dengan kasih sayang induk burung ini terhadap anak-anaknya?

Rasulullah SAW bersabda, Demi Tuhan yang telah mengutusku dengan membawa kebenaran, sesungguhnya kasih sayang Allah lebih besar terhadap hamba-hamba-Nya dibandingkan induk burung kepada anak-anaknya ini. Bangunlah dan bawalah mereka kembali hingga kau letakkan mereka di tempat semula bersama induknya.

Lelaki itu pun membawa mereka kembali seperti diperintahkan Rasulullah. Sabda Rasulullah di atas adalah gambaran indah betapa kasih sayang Allah tak terbatas oleh ruang dan waktu terhadap hamba-hamba-Nya.

Seperti yang dikemukakan Allah SWT, Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, menunaikan zakat, dan mereka yang terus-menerus beriman terhadap ayat-ayat Kami. Orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi ummi yang mereka mendapati-nya tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka.”
(QS al-A'râf [7]: 156-157)

Tatkala kita ditimpa suatu musibah, bukan berarti Allah sudah tidak sayang dan peduli lagi. Allah hanya menginginkan agar kita lebih kuat dan cerdas dalam memaknai romantika kehidupan.

Ketika kita meminta sesuatu kepada Allah tetapi tidak langsung mengabulkannya, Allah mengetahui, hal itu akan menjauhkan kita dari sisi-Nya. Seperti Qarun, setelah diberi kelapangan rezeki, dia malah menjadi hamba yang kufur dan tamak.

Orang bijak mengatakan, Allah menjawab permohonan kita dengan tiga cara. Allah berkata Ya, Dia memberi yang kita inginkan. Allah berkata Tidak, Dia memberi kita sesuatu yang lebih baik. Allah berkata Tunggu, Dia memberi kita yang terbaik.

Kasih sayang Allah kepada kita tak pernah terhenti sedetikpun. Sejak kita masih berupa setetes air kehidupan, lalu tumbuh menjadi manusia dewasa sempurna. Selama kita di dunia, akan selalu diwarnai berbagai problematika kehidupan.

Seperti yang dikemukakan Allah SWT, apabila kita berhasil memetik pelajaran dari setiap penderitaan tersebut, maka kita akan hidup bahagia menuju keabadian. Sebaliknya, apabila kita gagal memahaminya maka kita tergolong orang yang bangkrut.

Dan itu adalah kerugian yang sebenarnya. Pertolongan Allah pasti akan datang membebaskan kita dari kemalangan, penderitaan, dan kegagalan.

Setelah kita terlebih dahulu mempelajari faktor-faktor penyebab kemalangan, penderitaan, dan kegagalan itu. Kemudian kita bangkit melakukan perubahan untuk membebaskan diri dari semua belenggu itu.

Republika.co.id

Tentang Ayat Kursi, Surah Al-Ikhlas, Dan Surah Yasin




Saya katakan, apakah Anda berpandangan mengenai Ayat Kursi, bukan sebagai ayat
yang dinamakan Pemuka Ayat Al-Qur’an? Apabila Anda tidak mampu menyimpulkan dengan renungan Anda, maka Anda perlu kembali pada pembagian yang telah kami sebutkan, serta struktur yang telah kami sistematikkan. Kami sebutkan, bahwa ma’rifat kepada Allah Swt. serta terhadap Dzat dan sifat-sifat-Nya merupakan tujuan utama dari Ulumul Qur‘an (Ilmu-ilmu Al-Qur’an). Seluruh bagian yang lain dimaksudkan sebagai pendukung terhadap maksud utama tersebut. Maksud tersebut, dikehendaki bagi diri-Nya, bukan untuk selain-Nya. Maksud tersebut pulalah yang diikuti, sedangkan yang lainnya sebagai pengikutnya, yaitu pemuka nama yang diarahkan sebagai titik pandang yang diikuti, sebagai sentral utama.

Ayat Kursi sendiri hanya mengandung sebutan dzat, sifat-sifat dan afal-Nya. Tidak ada sebutan Iainnya.

Firman-Nya pada lafadz: Allah , Merupakan petunjuk pada Dzat.

Firman-Nya: “Tiada Tuhan selain Dia.” Merupakan petunjuk pada tauhid Dzat Allah.

Firman-Nya: “Yang Maha Hidup dan Berdiri sendiri”

Isyarat atas sifatnya Dzat dan keagungan-Nya. Makna “Al-Qayyum” sendiri adalah Yang Berdiri dengan sendiri-Nya, dan dengan-Nyalah makhluk-makhluk lain berdiri. Tegak berdiri-Nya sama sekali tidak bergantung pada sesuatu, sementara segala sesuatu bergantung kepadaNya. Yang demikian itu merupakan pangkal dan Kemaha-Agungan.

Firman-Nya: “Tidak pernah mengantuk dan tidak pernah tidur.”

Merupakan pembersihan dan penyucian terhadap diri-Nya, dan Segala hal yang mustahil, seperti sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk (hawadits), sekaligus penyucian dari kemustahilan salah satu bagian ma’rifat.

Firman-Nya: “Milik-Nya apa yang ada di Iangit dan apa yang ada di bumi” Menunjukkan bahwa seluruh alam raya dan semuanya bersumber dari Allah Swt. Dan kepada Allah-lah semuanya kembali.”

Firman-Nya: “Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya?”
Menunjukkan kesendirian-Nya dalam kekuasaan, hukum dan perintah. Siapa saja yang memiliki syafaat, pada hakikatnya ia memiliki sesuatu atas kemuliaan-Nya dan izin terhadap orang tersebut. Hal ini juga menunjukkan adanya penolakan adanya teman dalam kekuasaan dan perintah.

Firman-Nya: “Allah mengetahui apa-apa di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah.”

Isyarat pada sifat Al-Ilmu dan keutamaan sebagian hal-hal yang diketahui, serta kesendirian-Nya dengan sifat Al-Ilmu. Sehingga tidak ada ilmu selain Dia, dan Dzat-Nya. Andaikata ada ilmu dari selain Dia, maka hal itu merupakan karunia dan pemberian-Nya, menurut kadar kehendak-Nya.

Firman-Nya: “Luas Kursi Allah meliputi langit dan bumi.”

Menunjukkan pada keagungan kerajaan-Nya dan keparipurnaan kekuasaan-Nya. Di dalam Al-Kursi itu terdapat rahasia yang tidak mungkin tersingkap. Sebab, pengetahuan terhadap Al-Kursi dan sifat-sifatnya, serta luasnya langit dan bumi, merupakan pengetahuan mulia yang sangat dalam, yang berkembang secara berantai dengan ilmu-ilmu yang sangat luas.

Firman-Nya: “Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya.”

Merupakan petunjuk pada sifat-sifat Qudrat (Kuasa) dan keparipurnaan kekuasaan-Nya. Bahkan menyucikan dari sifat lemah dan kurang.

Firman-Nya: “Dan Dia Maha Luhur lagi Maha Agung.”

Menunjukkan pada dua sifat yang mendasar: Luhur dan Agung. Penjelasan mengenai dua sifat ini memakan waktu yang panjang. Kami telah menguraikan penjelasannya dalam kitab Al-Maqsidul Asna fi Asmaail Husna. Anda perlu mencari penjelasan tersebut di sana.

Sekarang, jika Anda renungkan sejumlah makna di sini, kemudian Anda membaca seluruh ayat Al-Qur’an, Anda tidak akan pernah menemukan makna-makna seperti itu yang mengandung nilai tauhid, penyucian dan penjelasan sifat-sifat luhur yang ada dalam satu ayat. OIeh sebab itu, Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Ayat Kursi merupakan Pemuka Ayat Al-Qur’an.” (H.r. Tirmidzi).

Dalam ayat: “Allah menyatakan Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia.” (Q.s. Ali-Imran: 18).

Hanya mengandung dimensi tauhid saja.
Ayat: “Katakanlah, ‘Dia adalah Allah Yang Esa’.”
Hanya mengandung tauhid dan penyucian
Ayat: “Katakanlah, ‘Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan’ ...“ (Q.s. Ali-Imran: 26).

Tidak lebih dan sifat af’al dan kesempurnaan kekuasaan. Sedangkan Al-Fatihah merupakan rumus sifat-sifat tersebut, tanpa penjelasan, yang justru dijelaskan dalam Ayat Kursi. Begitu pula ayat-ayat yang mendekati ayat di atas dalam seluruh maknanya, seperti pada akhir Surat Al-Hasyr dan awal 
Surat Al-Hadid, yang mengandung asma dan sifat-sifat Allah. Tetapi terdiri beberapa ayat, bukan satu ayat. Sedang Ayat Kursi hanyalah satu ayat.

Apabila Anda bandingkan dengan salah satu ayat-ayat tersebut, Anda akan menemukan Ayat Kursi sebagai kumpulan maksud ayat-ayat tersebut. Karena itu, ia (Ayat Kursi) berhak sebagai Pemuka Ayat.

Sabda Rasul Saw.: “Ia (Ayat Kursi) merupakan pemuka ayat.” (H.r. Tirmidzi).

Bagaimana tidak, di dalam ayat tersebut ada sifat Al-Hayyu (Yang Maha Hidup) dan Al-Qayyum (Yang Maha Jaga), merupakan nama yang agung, mengandung rahasia yang dahsyat. Dalam hadis juga dijelaskan bahwa Ismul A‘dzam (Asma Allah Yang Agung) ada dalam Ayat Kursi, dan awal Surat Ali Imran, serta firman-Nya:
“Dan tunduklah semua muka kepada Yang Maha Hidup, lagi senanliasa Tegak berdiri (dengan sendiri-Nya).” (Q.s. Thaha: 111).

MENGAPA SURAT IKHLAS SEBANDING DENGAN SEPERTIGA AL-QUR’AN

Dalam sabda Rasulullah Saw.:

“Surat Qul Huwallaahu Ahad sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an.” (H.r. Malik, Bukhari-Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah).

Mungkin saja Anda kurang memahami hadis tersebut, lantas muncul pertanyaan: Hadis tersebut sebagai motivasi dalam membaca. Bukan berarti sebagai ukuran, disamping dimaksudkan (hadis) tersebut sebagai derajat Nubuwwah (Kenabian). Atau mungkin Anda mempersoalkan: Perspektif bahwa surat tersebut sama dengan sepertiga Al-Qur’an dalam muatannya. Sungguh, merupakan pemahaman dan penafsiran yang jauh. Padahal ayat-ayat Al-Qur’an lebih dan 6000 ayat. Lalu dengan ukuran apa, dimaksud sepertiganya?

Pandangan seperti itu, disebabkan kurangnya pengetahuan Anda, atau karena pandangan Anda yang hanya bertumpu pada Iahiriahnya belaka. Kemudian Anda menduga bahwa kriteria tersebut menjadi banyak dan besar menurut panjang-pendeknya surat. Seperti pandangan orang yang membandingkan tingginya nilai dirham yang banyak bila dibandingkan dengan hanya sebentuk permata, karena terpancang pada kuantitasnya belaka.

Perlu diketahui, bahwa sebandingnya Surat AI-Ikhlas dengan sepertiga Al-Qur’an, harus Anda kembalikan pada tiga pembagian Al-Qur’an yang kami sebutkan dalam muhimmatul Qur‘an (ayat-ayat utama Al-Qur’an) yang mengandung tiga hal: Ma’rifat kepada Allah, Akhirat dan kepada Shirathal Mustaqim. Ketiga ma’rifat tersebut digolongkan sebagai sentral prioritas, sedangkan yang lainnya sekadar pendukung.

Surat AI-Ikhlas sendiri mengandung salah satu dan tiga unsur tersebut. Yakni ma’rifat kepada Allah Swt, penauhidan dan penyucian, dari segala kemusyrikan apakah itu bersifat jenis maupun bentuk. Itulah yang dimaksudkan dengan peniadaan sifat sifat asal, furu’ (cabang) dan kufli’ (kecukupan), selain Allah.

Predikat As-Shamad (tempat bergantung) berarti, tidak ada tujuan dalam wujud bagi segala kebutuhan kecuali bergantung kepada Allah Swt. Memang, dalam Surat Al-Ikhlas tidak disebutkan soal akhirat dan shirathal mustaqim. Namun, sebagaimana kami sebutkan bahwa dasar-dasar utama Al-Qur’an itu adalah ma’rifat kepada Allah, akhirat dan shirathal mustaqim.

OIeh sebab itu, Al-Ikhlas jelas sebanding dengan Sepertiga Al-Qur’an, yakni sepertiga dan dasar-dasar Al-Qur’an.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:
“Haji itu adalah Arafah.” (H.r. Ahmad, Ashhabus Sunan, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Daruquthni dan Baihaqi).

Pengertian Arafah dalam konteks ini merupakan dasar haji, sedang lainnya merupakan pendukung (ibadat) haji (tawabi’).

“SURAT YASIN MERUPAKAN KALBU AL-QUR’AN.”

Barangkali Anda sangat berhasrat untuk mengetahui makna dan Hadis Rasul Saw.:
Artinya: “Surat Yasin merupakan kalbu AI-Qur’an.”

Saya harapkan, terlebih dahulu Anda merenungkannya, kemudian meng-qiyaskan dengan hal-hal yang mengingatkan Anda dalam berbagai contoh. Barangkali Anda berkenan pada arah sebenarnya. 

Karena motivasi (semangat) yang muncul dan jiwa Anda, lebih agung daripada Semangat dan kecintaan yang muncul dari orang lain. Menggugah diri akan menambah motivasi, Iebih dari sekadar peringatan. Saya berharap apabila Anda tergugah oleh satu rahasia, berarti motivasi Anda terpanggil, Sementara semangat kebangkitan pemikiran Anda mulal konsisten, dengan suatu harapan agar mampu membuka tirai sekaligus berpijak pada rahasia tersebut. Dengan kenyataan seperti itu, akan dibukakan bagi Anda hakikat-hakikat ayat yang merupakan substansi Al-Qur’an, sebagaimana yang akan kami kodifikasikan sebagai bahan renungan. agar lebih mudah menyimpulkan rahasia-rahasia di dalamnya.

TAKHSIS RASULULLAH SAW.: AYAT KURSI SEBAGAI RAJA AYAT, SURAT AL-FATIHAH SEBAGAI SURAT PALING UTAMA

Mengapa Ayat Kursi diistimewakan dan diprioritaskan sebagai Raja Ayat, sementara Surat Al-Fatihah sebagai surat paling utama; apakah ada rahasia di dalamnya atau sekadar ittifaq (kesepakatan) ulama? Ataukah sebagaimana dalam ungkapan tentang pujian yang ditujukan kepada seseorang dengan suatu ungkapan dan pujian yang serupa dengan ungkapan lain?

Saya katakan, tidak demikian. Persepsi demikian hanya layak bagi saya, bagi Anda dan bagi orang yang berbicara dengan selera nafsu saja, namun bukan bagi orang yang berkata melalui wahyu yang diwahyukan kepadanya. Anda jangan sekali-kali menyangka bahwa satu kalimat saja yang keluar dari Rasulullah Saw. dalam berbagai kondisi yang berbeda-beda baik dalam keadaan emosi maupun ridha, melainkan sebagai suatu kebenaran dan kejujuran. Rahasia di balik prioritas istimewa di sini, bahwa keseluruhan antara berbagai macam keutamaan, dikatakan sebagai “yang utama” (faadhil), sedangkan kumpulan berbagai ragam yang lebih banyak, dikatakan sebagal “yang lebih utama” (afdhal). Sementara fadi (keutamaan) itu sendiri merupakan tambahan nilai karunia, dan tentu saja yang dikatakan lebih afdhal berarti yang lebih tambah nilainya. Sementara istilah “as-su’dad” merupakan ibarat dari kedalaman makna kemuliaan yang secara lazim menjadi sentral yang diikuti, bukannya mengikuti yang lain.

Manakala Anda merujuk makna yang kami sebutkan dalam Surat Al-Fatihah dan Ayat Kursi, maka Anda akan tahu bahwa Surat Al-Fatihah mengandung makna yang banyak dan sekaligus beragam. Maka Surat Al-Fatihah dikategorikan sebagai surat yang paling utama.

Sementara Ayat Kursi yang mengandung makna ma’rifat agung, adalah sentral yang diikuti dan menjadi tujuan utamanya, yang diikuti oleh seluruh pengetahuan ma’rifat. Karena itu, nama “raja” bagi ayat ini sangatlah Iayak.

Oleh sebab itu, Anda perlu mencainkan bahwa struktur dalam pembagian Al-Qur’an dan hal-hal atau aturan yang harus Anda lakukan dalam membacanya, supaya lebih memahami secara mendalam maksud kandungannya. Anda melihat berbagai keajaiban ayat-ayat Al-Qur’an dan Anda akan dilapangkan dalam surga kema’rifatan. Yaltu surga yang tiada hingga batasnya. Karena ma’rifat terhadap Kemaha-Agungan dan Af’al Allah adalah ma’rifat tiada taranya. Surga itu sendiri sebenarnya dicipta dari fisik, yakni, walaupun cakrawalanya sangatlah luas, selalu saja masih terhingga. Karena tidak mungkin ciptaan-Nya yang bersifat fisik itu tanpa hingga, dan pastilah mustahil. Karena itu, Anda jangan sekali-kali menggantikan kedudukan nilai yang lebih rendah sebagai pengganti nilai yang lebih baik.

Bisa jadi Anda tergolong orang-orang yang tolol, walaupun Anda tergolong ahli surga. Rasulullah Saw. bersabda:
“Mayoritas ahli surga itu adalah orang-orang tolol [tolol dalam hal duniawinya, namun paham dalam agama dan ukhrawinya]. Sedangkan surga ‘Illiyyun (yang sangat tinggi) hanya bagi orang-orang yang memiliki kedalaman hail.” 
(H.r. Baihaqi, Al-Barraz dan Ad-Dailami).


Sufinews

Rahasia Surah Al-Fatihah



Anda masih bertanya: Mengapa Anda (Al-Ghazali) bermaksud
menghadapkan keunggulan dan keutamaan sebagian ayat Al-Qur’an atas ayat yang lain, sementara seluruh ayat tersebut juga Kalamullah. Bagaimana cara membedakan masing-masing ayat tersebut? Mengapa ayat yang satu Iebih mulia dibandingkan dengan ayat yang lainnya?

Perlu Anda ketahui, apabila bashirah (cahaya hati) tidak menunjukkan Anda atas perbedaan antara Ayat Kursi dan Ayat Utang-Piutang (Ayat Mudayanat), antara Surat Al-Ikhlas dan Tabbat (Al-Lahab), sementara Anda tidak mampu membedakan akidah Anda yang tenggelam dalam taklid, maka taklid-lah kepada pembawa risalah, Muhammad Saw. Karena beliaulah yang membawa Al-Qur’an, sekaligus memberi petunjuk lewat hadis-hadisnya yang berkaitan dengan keutamaan sebagian ayat dan pelipatan pahala dalam sebagian surat.

Rasulullah Saw. bersabda: Artinya: “Surat Pembuka AI-Kitab (Al-Fatihah) adalah surat paling utama dalam AI-Qur’an.”

Dalam sabda lain: Artinya: “Ayat Kursi merupakan pemuka (sayid) ayat-ayat Al-Qur’an.”

Begitu pula dengan Surat Yasin: Artinya: “(Surat) Yasin merupakan kalbu Al-Qur’an, dan (Surat) Qul Huwallahu Ahad, sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an.”

Hadis ini juga didukung oleh banyak hadis lain yang menjelaskan keutamaan dan keistimewaan surat dan ayat AI-Qur’an, disamping kelebihan pahala bagi yang membacanya. Anda perlu mencari dalam kitab-kitab hadis. Hadis-hadis di atas sekadar mengingatkan Anda mengenal keutamaan sebagian surat Al-Qur’an atas surat yang lain. Apabila Anda mau merenungkan dan merujuk pada sistematika pembagian dan penguraian Al-Qur’an, Allah akan memberikan petunjuk kepada Anda. Sementara, kami membatasi dalam pembagian dan penguraian Al-Qur’an dalam sepuluh macam bagian.

RAHASIA AL-FATIHAH DAN PENJELASAN SEJUMLAH HIKMAH ALLAH
Apabila Anda menganalisa, Anda akan menemukan keagungan Al-Fatihah, dimana terdapat delapan sistem:

(1) Firman Allah Swt.: “Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” (Q.s. AI-Fatihah: 1).
Ayat ini merupakan berita tentang Dzat.

(2) Ayat:

Mengungkapkan Sifat, dan sifat-sifat Allah yang khusus. Keistimewaannya, sifat-sifat tersebut menjadi alur seluruh sifat-sifat seperti sifat Al-Ilmu dan Al-Qudrah, serta sifat Iainnya. Sifat tersebut berkaitan dengan makhluk. Para makhluk mendapatkan kasih sayang-Nya, karena sifat tersebut, dan sebaliknya muncul suatu kerinduan dan kecintaan ibadat dan makhluk kepada Allah. Tidak seperti sifat amarah, jika dibandingkan dengan sifat kasih sayang, maka sifat amarah akan melahirkan kegelisahan dan ketakutan, disamping tidak meluaskan pandangan jiwa, sebaliknya malah mencengkeram kalbu.

(3) Ayat: “Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan seluruh semesta alam.” (Q.s. Al-Fatihah: 2).

Ayat ini mengandung dua hal: Pertama: Dasar pujaan, adalah syukur. Puji syukur inilah yang menjadi awal shirathal mustaqim. seakan-akan puji syukur sebagian dari shirathal mustaqim. Sementara, iman secara amaliah juga terbagi menjadi bagian sabar dan syukur. Secara terurai, jika Anda ingin mengetahui Secara detail, Anda dapat membuka Kitab Ihya’ Ulumuddin, dalam bab “Sabar dan Syukur”.

Keutamaan syukur dibanding sabar, seperti keutamaannya kasih sayang dibanding amarah. Rasa syukur muncul dan sukacita dan hentakan kerinduan. Sementara sabar terhadap kehendak Allah muncul dan rasa takut dan pengabdian, disertai cobaan dan kesusahan.

Merambah jalan lurus menuju kepada Allah melalui jalan mahabbah (kecintaan) Iebih utama daripada melalui jalan yang muncul dari khauf (takut). Secara rinci pula rahasia mahabbah dan khauf terdapat dalam Kitab Ihya’. Rasulullah Saw. bersabda: “Yang pertama kali dipanggil ke surga, adalah orang-orang yang selalu memuji kepada Allah dalam setiap kondisi dan situasi.”

Kedua: Mengisyaratkan seluruh Af’al Allah, yang diungkapkan dengan kalimat yang paling ringkas, namun sempurna, karena meliputi seluruh lingkup aktivitas Allah Swt.

Hubungan paling utama dan sifat af’al kepada Allah, adalah hubungan sifat Rububiyah. Ungkapan Rabbul Alamin lebih agung dan sempurna dibandingkan ungkapan Anda: A’lal Alamin atau Khaliqul Alamin.

(4) Firman Allah Swt.:“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” (Q.s. Al-Fatihah: 3).
Ayat tersebut mengisyaratkan sifat Allah, pada saat yang lain. Tetapi Anda jangan terburu-buru beranggapan apabila ungkapan ayat tersebut sifatnya mengulang ayat sebelumnya. Sebab ayat Al-Qur’an tidak pemah terulang. Setiap pengulangan itu sendiri, tidak mengandung faedah tambahan Penyebutan “Ar-Rahmah” setelah menyebutkan “Al-Alamin” dan sebelum “Maliki Yaumid Diin”, mengandung dua faedah yang agung dalam keutamaan sifat Ar-Rahmah.

Pertama: Anda memandang makhluk Tuhan semesta alam: Bahwasanya Allah mencipta masing-masing makhluk menurut kesempurnaan ragam dan keutamaannya. Allah juga mendatangkan apa-apa yang dibutuhkan makhluk itu. Salah satu di antara alam yang dicipta adalah alam binatang.

Yang terkecil di antara binatang itu antara lain, adalah nyamuk, lalat, laba-laba dan lebah.
Lihatlah nyamuk itu. Bagaimana Allah menciptakan anggota tubuhnya, tidak ubahnya seperti anggota tubuh gajah. Sehingga nyamuk pun memiliki belalai yang memanjang sampai menyentuh kepalanya.

Kemudian Allah menunjukkan makanannya, dengan menghisap darah manusia. Anda lihat binatang itu menukikkan belalainya, kemudian ia dapatkan makanannya. Allah juga menciptakan sepasang sayap bagi nyamuk sebagai alat untuk kabur (menghindar) ketika menghadapi bahaya.

Lihat pula (binatang) lalat. Bagaimana Allah menciptakan anggota tubuhnya, dan bagaimana menciptakan dua bola matanya yang terbuka tanpa pelupuk mata. Karena kepalanya yang kecil itu tidak termuati pelupuknya. Padahal pelupuk itu dibutuhkan untuk melindungi mata dari kotoran dan debu. Lihat, bagaimana Allah menciptakan pengganti pelupuknya. berupa tambahan sepasang tangan, selam empat (dua pasang) kakinya. Anda bisa melihatjelas ketika hinggap di tanah, binatang ini selalu mengusap-usap kedua pelupuknya dengan sepasang tangannya untuk membersihkannya dari debu.

Kemudian Anda lihat laba-laba. Bagaimana Allah menciptakan ujung-ujung tubuhnya dan mengajarinya menyulam sarang, menangkap buruannya tanpa sepasang sayap pun. Allah menciptakan pula benangsari yang lengket dan bisa melar memanjang hingga binatang mi bisa menggantungkan tubuhnya pada sarangnya. Disamping juga mampu menjaring mangsanya yang mendekat ke sarang itu, lalu laba-laba ini mengikat mangsanya dengan benangsarinya yang melar dan mulutnya. Ketika mangsanya sudah tidak berdaya, maka ia pun memakannya.

Lihatlah sulaman-sulaman rumah laba-laba, bagaimana Allah menunjukkan sulaman itu benar-benar sesuai dengan kerangka geometrik yang simetris.

Lalu keajaiban yang mengagumkan pada binatang lebah. Bagaimana madu terkumpul dan juga mengalir. Rumah lebah menggambarkan suatu bangunan kokoh, berbentuk segi enam agar sekawanan lebah lainnya tidak berdesakan. Sebab mereka berkumpul memenuhi satu tempat, karena banyaknya. Apabila ia harus membangun rumahnya secara melingkar pasti banyak yang tersisa di luar. Bentuk lingkaran itu tidak punya daya lekat. Begitu pula seluruh bentuk demikian adanya.

Berbeda, misalnya dalam bentuk segi empat yang lebih melekat. Namun, karena bentuk lebah itu sendiri agak bulat, sehmgga memungkinkan di dalam rumah-rumahnya ada tempat-tempat yang masih tersisa, seperti di luarnya terdapat lubang-lubang tersisa manakala berbentuk bulat. Tidak ada bentuk yang lebih lekat dalam bentuk lingkaran, kecuali bentuk segi enam Semua itu dapat dikenal (dipelajari) dalam ilmu ukur

Lihatlah bagaimana Allah menunjukkan keistimewaan bentuk tersebut, yang mengidentifikasikan keajaiban ciptaan, kelembutan dan kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya. Hal-hal yang lebih rendah menjadi bukti atas hal-hal yang lebih tinggi. Keunikan-keunikan itu tidak mungkin dihitung dalam jangka waktu yang panjang sekalipun. Dan sebenarnya sangat mudah manakala disandarkan pada hal-hal yang tidak terbuka di balik realita ini.

Hal-hal seperti itu bisa Anda temui dalam bab “Syukur” dan “Mahabbah”. Carilah di sana jika Anda memang pakarnya. Jika Anda tidak mampu, lebih balk Anda memejamkan mata dan realita rahmat Allah, dan jangan pula melihatnya. Anda jangan pula meluangkan waktu untuk menekuni pengetahuan penciptaan secara detail. Sibukkan saja din Anda dengan syair-syair Al-Mutanabbi, keunikan-keunikan ilmu nahwu nya Imam Sibaweh, atau fiqihnya Ibnul Haddad dalam Nawadirit Thalaq, serta menekuni rekayasa perdebatan dalam ilmu kalam. Hal itu lebih layak bagi Anda, sebab citra Anda memang sebatas cita-cita dan keinginan Anda sendiri.

Allah Swt. berfirman: “Dan tidaklah bermanfaat nasihatku jika aku memberi nasihat kepadamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu.” (Q.s. Hud: 34).

“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu.”  
(Q.s. Fathir: 2).

Kembalilah pada tujuan dan maksud peringatan di balik contoh-contoh rahmat Allah yang terdapat pada makhluk di seluruh alam raya ini.

Kedua: Keterkaitannya dengan ayat: “Yang menguasai di hari pembalasan.” (Q.s. AI-Fatihah: 4).
Mengisyaratkan pada rahmat di hari pembalasan di akhirat, sebagai pahala nikmat di sisi Allah Yang Abadi, sebagai pahala atas akidah dan ibadat. Dalam masalah ini, penjelasannya sangat panjang.
Bahwa ayat tersebut bukan merupakan pengulangan —walaupun Anda melihat secara lahiriah terulang— maka Anda perlu melihat dalam latar belakang dan tujuan yang relevan, agar terbuka faedah-faedah pengulangan bagi Anda.

(5) Ayat: “Yang Maha menguasai di hari pembalasan.” (Q.s. Al-Fatihah: 4).
Adalah suatu isyarat menuju akhirat ketikamanusia “kembali”. Ayat ini termasuk bagian yang mendasar, dengan munculnya isyarat terhadap makna Al-Malak (kekuasaan Ilahi) dan Al-Malik (Yang Maha Menguasai), sebagai salah satu dan sekian sifat-sifat keagungan.

(6) Ayat: “Hanya hepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” (Q.s. Al-Fatihah: 5).

Ayat ini mengandung dua pokok pengertian yang agung:
Pertama: Ibadat secara ikhlas hanya kepada Allah Swt. Ibadat tersebut merupakan spirit dari shirathal mustaqim (jalan lurus), sebagaimana kami uraikan panjang lebar dalam bab “Jujur dan lkhlas”, serta bab “Pengecaman terhadap Pencari Pangkat dan Riya”, dari Kitab Al-Ihya’.

Kedua: Suatu akidah bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuaii Allah Swt. yang merupakan intisari akidah tauhid. Hal yang demikian, muncul secara bebas dari usaha dan kekuatan baik bersifat potensial maupun aktual, disamping mengenal bahwa Allah itu sendiri dalam keesaanNya, dalam setiap hal. Sementara seorang hamba tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa adanya pertolongan
“Iyyaakana’budu”, menunjukkan periasan jiwa melalui ibadat dan keikhlasan.
Sedangkan “Wa iyyaa kanasta’iina”, menunjukkan pembersihan jiwa dari syirik, dan berpaling pada usaha dan kekuatan.

Kami telah mengingatkan bahwa orientasi merambah shirathal mustaqim terbagi dua:
(a) Pembersihan diri dari segala hal yang tidak layak, dan
(b) Melakukan segala hal yang layak. Keduanya terkandung dalam ayat tersebut.

(7) Ayat: “Tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus.” (Q.s. Al-Fatihah: 6).
Ayat ini merupakan doa dan permohonan. sekaligus sebagai nurani ibadat. Lebih jelas lagi kami uraikan dalam Kitab Al-Ihya, perihal hajat manusia pada rasa tunduk dan butuh kepada Allah Swt., Inilah yang kami sebut dengan ruh ubudiyah, sekaligus peringatan betapa manusia sangat butuh terhadap hidayah menuju shirathal mustaqim. Karena melalui jalan inilah manusia bisa sampai kepada Allah Swt. sebagaimana kami Sebutkan di atas.

(8) Ayat: “Jalannya orang-orang yang Engkau anugerahi nikmat atas mereka, dan bukan jalannya orang-orang yang Engkau beri amarah atas mereka, dan bukan pula jalannya orang-orang yang sesat.” (Q.s. AI-Fatihah: 7).

Inilah ayat yang mengingatkan kita atas nikmat-nikmat-Nya yang dianugerahkan kepada hamba-hamba yang terkasih, dan sebaliknya mengingatkan atas siksa serta amarah atas musuh-musuh-Nya, agar muncul rasa cinta dan hormat dari lubuk hati yang dalam. Kami telah menyebutkan di atas bahwa kisah-kisah para Nabi dan musuh-musuh-Nya masing-masing merupakan bagian dari AI-Qur’an.

Dan sistem sepuluh bagian dalam Al-Qur’an, maka Al-Fatihah mengandung delapan substansi esensial:
(1) Dzat,
(2) Sifat,
(3) Af’al,
(4) Penyebutan hari akhirat,
(5) Shirathal mustaqim dengan dimensi-dimensinya, yakni pembersihan dan periasan jiwa,
(6) Penyebutan nikmat terhadap para auliya’ (kekasih Allah),
(7) Amarah terhadap musuh-musuh Allah,
(8) Penyebutan tempat kembalinya ummat manusia.

Dalam kaitan ini muncul dua bidang:
(a) Mengalahkan hujjah orang-orang kafir, dan
(b) Hukum-hukum fiqih dan para fuqaha’ Masing-masing berkembang dalam Ilmu Kalam dan Ilmu Fiqih.

Kedua bidang tersebut muncul dalam kenyataan sejarah struktur Iimu-ilmu Agama. Namun, disayangkan, munculnya lebih banyak dilatari oleh ambisi harta dan popularitas pangkat belaka.

AL-FATIHAH MERUPAKAN KUNCI DELAPAN PINTU SURGA

Kami akan uraikan kepada Anda secara detail soal ini. Bahwasanya Surat Al-Fatihah merupakan pembuka Al-Qur’an dan sekaligus kunci surga. Mengapa disebut kunci, karena pintu-pintu surga itu ada delapan. dan esensi Al-Fatihah sendiri kembali pada delapan makna.

Perlu diketahui, setiap bagian dari delapan esensi tersebut merupakan kunci-kunci pintu surga sebagaimana tersebut dalam Hadis-hadis Nabi Saw. Manakala Anda tidak melapisi hati Anda dengan iman dan pembenaran terhadap hal ini, sementara Anda masih menuntut suatu hubungan-hubungan tertentu di dalamnya, maka Anda perlu meninggalkan pemahaman Anda terhadap surga secara empirik. Anda tidak lagi samar, bahwa setiap bagian tersebut membuka pintu taman-taman pengetahuan, seperti kami tunjukkan dalam keajaiban-keajaiban makhluk Allah di atas.

Anda juga membuat dugaan bahwa ruh orang arif yang telah dibukakan taman ma’rifatnya, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan orang yang masuk surga yang diliputi hasrat konsumtif dan seksual. Tentu, tidak bisa disamakan. Bahkan tidak dipungkiri, kecintaan ahli ma’rifat terhadap surga berada pada pintu-pintu ma’rifat itu sendiri, untuk melihat kerajaan langit dan bumi, keagungan ciptaan dan gerakannya, lebih dari sekadar kecintaannya terhadap orang yang dinikahi, makanan yang dimakan dan pakaian yang dipakai.

Bagaimana tidak? Kecintaan yang demikian lebih banyak melingkupi orang-orang arif yang memandang dengan lubuk jiwanya, sedangkan mereka di surga berkawan dengan para malaikat di Firdaus yang tinggi. Sementara para malaikat sendiri tidak pernah mengonsumsi makanan, minuman, pernikahan maupun pakaian. Mungkin saja, kenikmatan hewani dengan konsumsi makanan, minuman dan hasrat seksual merupakan nilai tambah atas hedonitas manusia. Apabila Anda memandang bahwa bergaul dengan binatang dengan perikebinatangannya sebagai Sesuatu yang lebih berhak untuk diraih, dibandingkan pergaulan kemalaikatan, dalam hal kebahagiaan dan kecintaan ketika berada di hadirat Rububiyah; maka, betapa Anda sangat bodoh dan tergoda. Betapa rendah cita-cita dan citra Anda dalam batas hasrat Anda!

Sementara ketika dibukakan pintu-pintu surga kema’rifatan bagi orang-orang arif, mereka merasa tentram di dalamnya, sama sekali tiada pernah berpaling pada surge orang-orang bodoh. Sebab, memang, mayoritas ahli surga adalah orang-orang bodoh dengan cakrawala surganya. Sedangkan surga orang-orang yang luhur derajatnya, adalah surga bagi mereka yang memiliki lubuk jiwa keagamaan, sebagaimana disebutkan oleh Hadis Nabi Saw.

Sedangkan Anda yang terlalu membatasi cita-cita Anda, hanya pada kelezatan dan hasrat hewani, tidak lebih atau bahkan sepadan dengan kelas binatang-binatang. Anda tidak mungkin memungkiri bahwa derajat-derajat surga itu, dapat diperoleh melalui ketekunan ma’rifat. Apabila taman-taman ma’rifat tidak berhak dinamakan sebagai surga, maka justru surgalah yang berhak atas taman-taman ma’rifat tersebut, sehingga menjadi kunci-kunci surga. Anda pun akhirnya tidak dapat mengingkari lagi bahwa di dalam Al-Fatihah itu, terdapat kunci-kunci seluruh pintu surga

Sufinews

Tanda Hati Yang Mati

kepercayaan hati 490x326 Tanda tanda Hati yang Mati



SETIAP insan dianugerahi hati, salah satu organ tubuh manusia yang sangat penting. Berbicara tentang hati, mari kita bedakan hati secara fisik dan hati secara makna (kiasan). Menurut Rasulullah, “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam hati ada segumpal daging yang kalau dia baik maka akan baik pula seluruh anggota tubuh, dan kalau dia rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuh, ketahuilah di adalah hati,” (Muttafaqun alaih).

Hati yang rusak, tentu saja hati yang mati. Mendeteksi hati yang mati tidaklah sulit, berikut beberapa tandanya.

1.”Tarkush sholah” Berani meninggalkan sholat fardhu.

2. “Adzdzanbu bil farhi” Tenang tanpa merasa berdosa padahal sedang melakukan dosa besar (QS al A’raf 3).

3. “Karhul Qur’an” Tidak mau membaca Al-Qur’an.

4. “Hubbul ma’asyi” Terus menerus ma’siyat.

5. “Asikhru” Sibuknya hanya mempergunjing dan buruk sangka, serta merasa dirinya selalu lebih suci.

6. “Ghodbul ulamai” Sangat benci dengan nasehat baik dan ulama.

7, “Qolbul hajari” Tidak ada rasa takut akan peringatan kematian,kuburan dan akhirat.

8. “Himmatuhul bathni” Gilanya pada dunia tanpa peduli halal haram yang penting kaya.

10. “Anaaniyyun” tidak mau tau, “cuek” atau masa bodoh keadaan orang lain,bahkan pada keluarganya sendiri sekalipun menderita.

11. “Al intiqoom “Pendendam hebat.

12. “Albukhlu” sangat pelit.

13. “Ghodhbaanun” cepat marah karena keangkuhan dan dengki.

14. “Asysyirku” syirik dan percaya sekali kepada dukun & prakteknya.
Semoga ALLAH menghiasi hati kita dengan keindahan iman dan kemuliaan akhlak.

Islampos

Macam-macam Zina



KITA sudah mengetahui bahwa zina bukan hanya sekadar pertemuan dua kelamin tak halal.
Lebih lanjut dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Nabi saw pernah bersabda “Sesungguhya Allah telah menetapkan zina yang tidak mustahil dialami olehmanusia .zina mata adalah melihat,zina lisan adalah berbicara,zina hati adalah berangan-angan dan berkeingnanan,kemudian kemaluan yang akan membenarkannya atau menolaknya,”
(HR Bukhari).

Macam-Macam Zina

A. Zina al-lamam

Zina ain (zina mata) yaitu memandang lawan jenis dengan perasaan senang.

Zina qolbi (zina hati) yaitu memikirkan atau menghayalkan lawan jenis dengan perasaan senag kepadanya.

Zina lisan (zina ucapan) yaitu membincangkan lawan jenis dengan perasaan senang kepadanya

Zina yadin (zina tangan) yaitu memegang tuuh lawan jenis dengan perasaan senag kepadanya


B. Zina Luar Luar Al-Lamam (Zina Yang Sebenarnya)

Zina muhsan yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang telah bersuami istri, hukumannya adalah dirajam sampai mati.

Zina gairu muhsan yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang belum bersuami istri, hukumannya adalah didera sebanyak 100X dengan menggunakan rotan.

Perbuatan zina adalah perbuatan dosa besar yang berakibat akan mendapatkan sangsi yang berat bagi pelaku, oleh karena itu untuk menentukan bahwa seseorang telah berbuat zina dapat dilakukan dengan 4 cara sbagaimana telah digariskan oleh rasulullah saw, yaitu : ada 4 orang saksi yang adil, laki-laki, memberikan yang sama mengenai: tempat, waktu, pelaku, dan cara melakukannya.
Pengakuan dari pelaku dengan syarat pelaku sudah baligh dan berakal. Menurut imam syafi’i dan imam malik pengakuan cukup diucapkan oleh pelaku satu kali, namun menurut imam abu hanifah dan imam ahmad pengakuan harus diulang-ulang sampai empat kali, setelah itu baru dijatuhi hukuman.

“Takutlah pada zina, karena sesungguhnya dalam zina ada enam perkara (azab), tiga di dunia dan tiga di alhirat. tiga perkara di dunia: hilangnya wibawa,pendeknya umur, dan menjadi miskin selamanya. tiga perkara di akhirat, adalah, murka Allah’ jeleknya hisaban dan siksa neraka,”
(HR Baihaqi). 

Islampos

Akibat Berbuat Sombong






31:18

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri,” 
(QS. Luqman:18).

SOMBONG adalah salah satu sifat yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Ini karena sifat sombong adalah kelakuan iblis. Jika manusia berlaku sombong, berarti tak beda dengan iblis yang telah dilaknat oleh Allah. Allah itu sangat tidak suka dengan kesombongan yang dilakukan oleh makhluknya.

Menurut sebuah hadist,Rasulullah saw bersabda :Ada tiga golongan manusia yang dibiarkan dan jauh dari rahmat Allah di hari kiamat, mereka disiksa dengan siksaan yang sangat pedih, yaitu :
- Penguasa yang suka bohong
- Orang tua yang sudah tua suka berzina
- Orang miskin yang sombong.

Kesombongan dapat menimbulkan empat macam cabang hati, yaitu:
- Terhalangnya kebenaran
- Mendapat murka Allah
- Hina dan siksa di dunia maupun di akhirat
- Balasannya api neraka.

“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“  
(HR. Muslim no. 91)

Orang yang sombong menganggap dirinya paling hebat dan tak ada yang menyamainya. Menganggap dirinya paling unggul, dan suka sekali meremehkan orang lain. Sombong itu pernah dilakukan oleh iblis, contoh: Ketika itu Allah memerintahkan semua malaikat dan iblis untuk bersujud kepada Adam sebagai penghormatan, karena Adam mempunyai Ilmu lebih dibanding mereka. Malaikat pun tunduk lalu bersujud kepada Adam. Tetapi iblis membantah, membangkang tidak mau sujud kepada Adam.

Akibat sifat sombong ini, seseorang menjadi buta mata hatinya sehingga tidak bisa membedakan kebenaran. Kecongkannya menganggap duirinya paling baik dan sempurna. Sombong itu milik Allah dan hanya Allah yang berhak, maka barang siapa yang berlaku sombong, secara tak langsung ia menandingi Allah.Allah akan memalingkan pandangannya dari orang-oarang yang sombong.

Islampos