Rasulullah SAW bersabda :
"Pada saat turun surat al-Baqarah, turun pada setiap ayat delapan puluh malaikat"
(HR Ahmad)
Selain itu surah al-Baqarah dapat menjadi benteng dari gangguan Syetan,
Rasulullah SAW bersabda :
"Barangsiapa yang membaca surah al-Baqarah di rumahnya pada malam hari, Setan tidak akan memasuki rumahnya selama tiga malam".
(HR Muslim)
"Barang siapa membaca surah al-Baqarah dirumahnya siang hari, setan tidak akan memasuki rumahnya selama tiga hari".
(HR Muslim)
"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."
Tampilkan postingan dengan label HR Ahmad. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HR Ahmad. Tampilkan semua postingan
Kamis, 21 Februari 2013
Rabu, 26 Desember 2012
Diperbolehkan Menoleh Ke Arah Manapun Jika Ada Keperluan
Dari Abbas r.a berkata :
"Pada saat Nabi SAW, mengerjakan Shalat, beliau menoleh ke kanan atau ke kiri, tetapi tidak sampai memutar atau memalingkan lehernya ke arah belakang"
(HR Ahmad)
Sent from my HTC One X+
"Pada saat Nabi SAW, mengerjakan Shalat, beliau menoleh ke kanan atau ke kiri, tetapi tidak sampai memutar atau memalingkan lehernya ke arah belakang"
(HR Ahmad)
Sent from my HTC One X+
Bertasbih dan Bertepuk tangan
Diperbolehkan bertasbih bagi laki-laki dan bertepuk tangan bagi wanita apabila timbul suatu masalah, misalnya untuk mengingatkan imam jika ia melakukan kesalahan, memberi izin kepada orang yang hendak masuk, memberi petunjuk kepada orang buta, dan sebagainya.
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'ad as Sa'idi bahwa Nabi SAW bersabda,
"Barang siapa terganggu oleh sesuatu shalatnya, hendaknya ia mengucapkan, 'Subhanallah'. Bertepuk tangan adalah untuk wanita, sedangkan bertasbih itu untuk kaum lelaki"
(HR Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i)
Sent from my HTC
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'ad as Sa'idi bahwa Nabi SAW bersabda,
"Barang siapa terganggu oleh sesuatu shalatnya, hendaknya ia mengucapkan, 'Subhanallah'. Bertepuk tangan adalah untuk wanita, sedangkan bertasbih itu untuk kaum lelaki"
(HR Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i)
Sent from my HTC
Selasa, 16 Oktober 2012
Mencegah Kemungkaran
Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka hendaknya dia mengubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu maka hendaknya mengubahnya dengan lidahnya dan jika tidak mampu juga maka hendaknya dilakukan dengan hatinya dan yang demikian itu adalah selemah-lemah iman."
(HR. Muslim dan Ahmad)
(HR. Muslim dan Ahmad)
Minggu, 14 Oktober 2012
Puasa Sunah Hari Senin Dan Kamis Dan Alasannya
"Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam sangat antusias dan bersungguh-sungguh dalam melakukan puasa pada hari Senin dan Kamis".
(HR. Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah, Imam Ahmad)
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam menyampaikan alasan puasanya pada kedua hari ini dengan sabdanya,
"Amal-amal manusia diperiksa pada setiap hari senin dan Kamis, maka aku menyukai amal perbuatanku diperiksa sedangkan aku dalam keadaan berpuasa." (HR. At Tirmidzi dan lainnya)
(HR. Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah, Imam Ahmad)
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam menyampaikan alasan puasanya pada kedua hari ini dengan sabdanya,
"Amal-amal manusia diperiksa pada setiap hari senin dan Kamis, maka aku menyukai amal perbuatanku diperiksa sedangkan aku dalam keadaan berpuasa." (HR. At Tirmidzi dan lainnya)
Jumat, 12 Oktober 2012
Doa Ketika akan Memulai Usaha atau Pekerjaan
“Allaahumma innii a’uudzubika minal hadami wataraddii wal ghammi wal gharaqi qal hariiq.
Ya Allah,aku berlindung kepadaMu dari kehancuran (dalam usaha), terjatuh (bangkrut), tenggelam dan kebakaran.” (HR.Ahmad,Tirmidzi,dan Abu dawud)
Kamis, 11 Oktober 2012
Sedekah Menjadi Pelindung di hari kiamat
Rasulullah SAW bersabda :
"Setiap orang akan berada di bawah Perlindungan sedekahnya hingga diputuskan perkaranya diantara manusia(di hari kiamat)."
(HR. Ahmad dan Hakim)
"Setiap orang akan berada di bawah Perlindungan sedekahnya hingga diputuskan perkaranya diantara manusia(di hari kiamat)."
(HR. Ahmad dan Hakim)
Rabu, 10 Oktober 2012
Keutamaan Istighfar
Rasulullah SAW Bersabda :
Barang siapa membiasakan diri membaca Istighfar, Allah akan menjadikan kemudahan baginya dari segala kesulitan dan jalan keluar baginya dari segala masalah, dan memberinya Rizki dari arah yang tidak diduga.
(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Barang siapa membiasakan diri membaca Istighfar, Allah akan menjadikan kemudahan baginya dari segala kesulitan dan jalan keluar baginya dari segala masalah, dan memberinya Rizki dari arah yang tidak diduga.
(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Memohon Ampunan dan Kesehatan
Rasulullah SAW bersabda : "Mohonlah ampunan dan kesehatan kepada Allah SWT karena sesungguhnya tidak ada karunia yang lebih baik daripada kesehatan setelah karunia keyakinan."
(HR. Ahmad dan Tirmidzi)
(HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Merapatkan Shaf Dalam Shalat
Rasulullah SAW bersabda : "Rapatkan shaf, karena sesungguhnya setan berada di tengah-tengah celah shaf."
(HR. Ahmad)
(HR. Ahmad)
Meninggalkan Keraguan
Rasullah SAW bersabda : "Tinggalkan apa yang kau ragukan pada apa yang tidak ada keraguan dalam dirimu. Karena kejujuran itu mendatangkan ketenangan dan dusta itu mendatangkan kegelisahan."
(HR. Abu Daud dan Ahmad)
(HR. Abu Daud dan Ahmad)
Dosa Yang Tidak Di Catat
Rasulullah SAW bersabda : "Pena itu diangkat (dosa tidak ditulis) atas tiga orang: Orang yang tidur hingga dia bangun, orang yang sakit hingga sembuh dan anak kecil hingga dia besar."
(HR. Ahmad dan Abu Daud)
(HR. Ahmad dan Abu Daud)
Senin, 18 Juni 2012
Doa Memohon Kemudahan Dalam Segala Urusan
"Allahuma rahmataka arju fala takilni ila nafsi tharfata ‘ain, wa ashlihli sya’ni kullahu, la ilaha illa anta, “
Ya Allah, hanya kasih sayang-Mu yang aku harapkan, maka janganlah Engkau serahkan urusanku pada diriku sendiri meskipun hanya sekejap mata, dan perbaikilah semua urusanku. Tidak ada Tuhan selain Engkau.” (H.R. Abu Dawud dan Ahmad).
Sabtu, 16 Juni 2012
Tiga Musuh Allah di Hari Akhir
Dalam sebuah Hadis Qudsi, Allah SWT berfirman, “Ada tiga golongan di hari kiamat nanti yang akan menjadi musuh-Ku. Barangsiapa yang menjadi musuh-Ku, maka Aku akan memusuhinya. Pertama, seorang yang berjanji setia kepada-Ku, namun mengkhianatinya. Kedua, seorang yang menjual orang lalu memakan hasil penjualannya. Ketiga, seorang yang mempekerjakan seorang buruh, namun setelah pekerja tersebut menyelesaikan pekerjaannya, orang tersebut tidak memberinya upah.” (HR. Ibnu Majah).
Hadis Qudsi di atas menyiratkan beberapa adab dan kesalehan baik secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal, berarti kesalehan manusia di hadapan Rabb semesta alam.
Sedangkan secara horizontal, berarti kesalehan sosial hamba Allah yang harus ditunaikan pada sesamanya. Allah membuka Hadis Qudsi, bahwa yang pertama termasuk tiga golongan yang kelak akan menjadi musuh Allah adalah orang yang ingkar janji.
Dalam Islam, janji dianalogikan sebagai sebuah hutang. Konsep al-wa’du dainun (janji adalah hutang) menjadi penting sebab hutang harus ditunaikan (dilunasi). Sedangkan orang yang mengingkari janji, dalam sebuah hadis termasuk dalam kategori orang munafik. Beberapa ciri orang munafik: pendusta, pengingkar janji, dan pengkhianat.
Perintah menunaikan janji, Allah berfirman, ”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya...” (QS. An-Nisaa’: 58). Atau dalam hadis, ”Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memegang janji.” (HR. Ahmad dan Al-Bazzaar).
Perintah melaksanakan amanah dan menunaikan janji berarti bukti bahwa manusia tersebut menjaga hak-hak baik kepada Tuhannya maupun sesamanya. Sedangkan hadis tersebut berarti bahwa yang diperintahkan Allah kepada kita adalah bukti iman, sedangkan lawannya, yaitu mengkhianati amanah, merupakan bukti kemunafikan.
Golongan kedua, yakni golongan yang menjual orang lalu memakan hasil penjualannya. Golongan ini mengingatkan kita kembali akan praktik perbudakan yang telah terjadi sejak zaman pra Islam.
Adapun korban orang yang diperjualbelikan ialah para budak perempuan. Budak perempuan kala itu diperdagangkan dengan harga murah. Tidak sedikit dari mereka yang dipaksa melacurkan diri oleh para majikannya.
Dalam konteks kekinian, praktik perbudakan itu terorganisir secara rapi dan lebih mengerikan sebab terjadi pada orang yang merdeka atau lebih dikenal dengan istilah human trafficking. Praktik pemaksaan budak untuk melacurkan diri ini tertera dalam Surah An-Nuur ayat 33.
“Dan janganlah kamu paksa budak-budak perempuanmu untuk melakukan pelacuran, padahal mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan siapa saja yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (terhadap mereka yang dipaksa) sesudah mereka dipaksa itu,” (QS An-Nisaa; 24: 33).
Golongan ketiga yang kelak akan menjadi musuh Allah ialah seorang atasan yang tidak menunaikan kewajibannya. Kewajiban tersebut berupa penunaian hak-hak pekerja dengan memberinya gaji (upah). Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak, tetapi juga kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin.
Nabi SAW bersabda, "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari).
Bekerja dalam Islam, diartikan sebagai bentuk pengabdian seseorang baik pada Tuhan maupun bentuk usahanya untuk mendapatkan penghasilan, sehingga ia mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadis: "Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).
Semoga kita semua terhidar dari ketiga golongan tersebut dan senantiasa berusaha menunaikan amanah dalam tiap sendi kehidupan, baik terhadap Allah maupun sesama. Wallahua’lam bish shawwab.
(Republika Online)
Senin, 07 Mei 2012
Adab-Adab Makan Rasulullah SAW
Rasulullah SAW adalah suri tauladan umat dalam berbagai aspek
kehidupan. Dalam hal kesehatan, ajaran-ajaran beliau sudah banyak
dibuktikan oleh penelitian-penelitian modern akan kebenaran manfaatnya
yang besar. Salah satu ajaran beliau adalah adab-adab makan yang membawa
kesehatan dan keberkahan sepanjang zaman.
Diantara adab-adab makan yang Rasulullah SAW ajarkan adalah :
1. Tidak mencela makanan yang tidak disukai.
Abu Hurairah ra. berkata : “Rasulullah SAW tidak pernah sedikit
pun mencela makanan. Bila beliau berselera, beliau memakannya. Dan jika
beliau tidak menyukainya, maka beliau meninggalkannya.” (HR. Bukhari Muslim)
Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW pernah berkata kepada keluarganya (istrinya) tentang lauk pauk. Mereka menjawab :
“Kami hanya punya cuka”. Lalu beliau memintanya dan makan dengannya,
seraya bersabda : “Sebaik-baik lauk pauk ialah cuka (al-khall),
sebaik-baik lauk pauk adalah (yang mengandung) cuka.” (HR. Muslim)
Penelitian Dr. Masaru Emoto dari Jepang dalam bukunya ’The True Power
of Water’ menemukan bahwa unsur air ternyata hidup. Air mampu merespon
stimulus dari manusia berupa lisan maupun tulisan. Ketika diucapkan
kalimat yang baik atau ditempelkan tulisan dengan kalimat positif, maka
air tersebut akan membentuk struktur kristal yang indah dan bisa
memiliki daya sembuh untuk berbagai penyakit. Sebaliknya, jika diucapkan
maupun ditempelkan kalimat umpatan, celaan atau kalimat negatif
lainnya, maka air tersebut akan membentuk struktur kristal yang jelek
dan bisa berpengaruh negatif terhadap kesehatan.
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.
Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang tertidur sedang di kedua
tangannya terdapat bekas gajih/lemak (karena tidak dicuci) dan ketika
bangun pagi ia menderita suatu penyakit, maka hendaklah dia tidak
menyalahkan kecuali dirinya sendiri.”
3. Membaca Basmalah dan Hamdalah.
Rasulullah SAW bersabda : “Jika seseorang di antara kamu hendak
makan, maka sebutlah nama Allah SWT. Dan jika ia lupa menyebut nama-Nya
pada awalnya, maka bacalah, ’Bismillahi awwalahu wa akhirahu’ (Dengan
menyebut nama Allah SWT pada awalnya dan pada akhirnya).”(HR. Abu Dawud)
Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW tersenyum, beliau menjelaskan ketika seorang Muslim tidak membaca Basmalah sebelum makan, maka syaitan akan ikut makan dengannya. Namun, ketika Muslim tersebut teringat dan menyebut nama Allah SWT, maka syaitan pun langsung memuntahkan makanan yang sudah dimakannya.
Rasulullah SAW juga bersabda : “Sesungguhnya Allah SWT meridhai
seorang hamba yang ketika makan suatu makanan lalu dia mengucapkan
Alhamdulillah. Dan apabila dia minum suatu minuman maka dia pun
mengucapkan Alhamdulillah.” (HR. Muslim, Ahmad dan Tirmidzi)
4. Makan menggunakan tangan kanan.
Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Jika salah seorang diantaramu makan, maka hendaklah ia makan dengan
tangan kanannya dan jika ia minum maka hendaklah minum dengan tangan
kanannya. Sebab syaitan itu makan dan minum dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim)
Kedua tangan manusia mengeluarkan tiga macam enzim, tetapi
konsentrasi di tangan kanan lebih banyak daripada tangan kiri. Enzim
tersebut sangat membantu dalam proses pencernaan makanan.
5. Tidak bersandar ketika makan.
Rasulullah SAW bersabda : “Aku tidak makan dengan posisi bersandar (muttaki-an).” (HR. Bukhari)
“Muttaki-an” ada
yang menafsirkan duduk bersilang kaki dan ada pula yang menafsirkan
bersandar kepada sesuatu, baik itu bersandar di atas salah satu tangan
atau bersandar pada bantal. Ada pula yang menafsirkan bersandar pada
sisi badan.
Rasulullah SAW jika makan, tidak makan dengan menggunakan alas duduk
seperti bantal duduk sebagaimana orang-orang yang ingin makan banyak
dengan menu makanan yang variatif. Rasulullah SAW menjadikan makannya
sebagai ibadah kepada Allah SWT. Karenanya beliau duduk tanpa alas dan
mengambil makanan secukupnya.
6. Memakan makanan yang terdekat dahulu.
Umar bin Abi Salamah ra. bercerita : “Saat aku belia, aku pernah
berada di kamar Rasulullah SAW dan kedua tanganku seringkali
mengacak-acak piring-piring. Rasulullah SAW bersabda kepadaku, ’Nak,
bacalah Bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari
makanan baik yang terdekat.” (HR. Bukhari)
7. Makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Dari Mikdam bin Ma’dikarib ra. menyatakan pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda :
“Tiada memenuhi anak Adam suatu tempat yang lebih buruk daripada
perutnya. Cukuplah untuk anak Adam itu beberapa suap yang dapat
menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak ada cara lain, maka sepertiga
(dari perutnya) untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minuman dan
sepertiganya lagi untuk bernafas.” (HR. Tirmidzi dan Hakim)
8. Menjilat tangan ketika makan tanpa sendok atau garpu.
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Jika salah
seorang diantaramu makan, maka hendaklah ia menjilati jari-jemarinya,
sebab ia tidak mengetahui dari jemari mana munculnya keberkahan.” (HR. Muslim)
Dalam hadits riwayat Imam Muslim
pula, Ka’ab bin Malik ra. memberikan kesaksian bahwa ia pernah melihat
Rasulullah SAW makan dengan menggunakan tiga jarinya dan beliau
menjilatinya selesai makan.
Penemuan kesehatan modern menunjukkan bahwa ketika kita makan dengan
jari dan menjilati jari untuk membersihkannya, maka jari tersebut
mengeluarkan enzim yang sangat membantu bagi kelancaran pencernaan.
9. Membuang kotoran dari makanan yang terjatuh lalu memakannya.
Dari Anas bin Malik ra. berkata bahwa Rasulullah SAW sering makan
dengan menjilati ketiga jarinya (Ibu jari, telunjuk dan jari tengah),
seraya bersabda : “Apabila ada makananmu yang terjatuh, maka
buanglah kotorannya dan hendaklah ia memakannya serta tidak
membiarkannya untuk syaitan.” Dan beliau juga memerintahkan kami untuk
menjilati piring seraya bersabda : “Sesungguhnya kamu tidak mengetahui
pada makanan yang mana adanya berkah itu.” (HR. Muslim)
Islam melarang hal-hal yang mubazir, termasuk dalam hal makanan.
Seringkali kita menyaksikan orang yang mengambil makanan berlebihan
sehingga tidak habis dimakan. Makanan yang mubazir itu akhirnya
dibiarkan untuk syaitan, padahal bisa jadi sebenarnya pada makanan
tersebut terdapat keberkahan. Oleh karena itu, ketika mengambil makanan
harus berdasarkan perhitungan bahwa makanan tersebut akan habis dimakan.
10. Makan dan minum sambil duduk.
Rasulullah SAW suatu ketika melarang seorang lelaki minum sambil berdiri. Berkata Qatadah : “Bagaimana dengan makan?” Rasul menjawab : “Itu lebih buruk lagi.” (HR. Muslim)
11. Tidak bernafas ketika minum dan menjauhkan mulut dari tempat minum ketika bernafas.
Dari Abu Al-Mutsni Al-Jahni ra berkata, aku pernah berada di rumah
Marwan bin Hakam, tiba-tiba datang kepadanya Abu Sa’id ra. Marwan
berkata kepadanya : “Apakah engkau pernah mendengar Rasulullah SAW
melarang bernafas di tempat minum?”. Abu Sa’id menjawab : “Ya. Ada
seseorang pernah berkata kepada Rasulullah SAW, ”Aku tidak kenyang
dengan air hanya satu kali nafas.” Lalu Rasulullah SAW
bersabda,“Jauhkanlah tempat air (gelas) dari mulutmu, lalu bernafaslah!”
Orang itu berkata lagi, “Sesungguhnya aku melihat ada kotoran pada
tempat minum itu”. Lalu Rasulullah SAW bersabda, ”Kalau begitu,
tumpahkanlah! (HR. Abu Dawud)
Dan juga dari Ibnu Abbas ra. berkata : “Rasulullah SAW telah melarang untuk menghirup udara di dalam gelas (ketika minum) dan meniup di dalamnya.” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah SAW melarang bernafas ketika minum. Apabila minum sambil
bernafas, tubuh kita mengeluarkan CO2 (Karbondioksida), apabila
bercampur dengan H2O (Air) dapat menjadi H2CO3 (Cuka) sehingga
menyebabkan minuman menjadi acidic (Asam). Hal ini dapat terjadi juga
ketika meniup air panas. Makanan dan minuman panas sebaiknya tidak
didinginkan dengan ditiup, tapi cukup dikipas.
12. Tidak berprasangka buruk jika makan ditemani orang yang berpenyakit.
Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW pernah memegang tangan orang yang
majdzum (kusta), beliau meletakkan tangannya pada piring makan seraya
bersabda : “Makanlah, yakinlah kepada Allah SWT dan bertawakkallah.” (HR. Abu Dawud)
13. Tidak duduk pada meja yang dihidangkan makanan haram.
Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : “Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia tidak
duduk pada meja makan yang padanya diedarkan minuman khamr.” (HR. Imam Tirmidzi)
14. Mendo’akan yang mengundang makan.
Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah SAW pernah datang ke Sa’ad
bin Ubadah ra. yang menghidangkan roti dan mentega. Rasulullah SAW
memakannya, lalu beliau bersabda : “Telah berbuka di sisimu
orang-orang yang berpuasa. Hidanganmu telah dimakan oleh orang-orang
shalih (baik) dan malaikat pun mendo’akan kebaikan untukmu.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
15. Menutup tempat makan dan minum.
Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : “Tutuplah tempat makanan dan tempat minuman!” (HR. Bukhari Muslim)
Jumat, 04 Mei 2012
Berprasangka Baik ( Husnudzan) Kepada Allah
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ang diutus sebagai ramhat bagi semesta dalam, juga kepada keluarga dan para sahabatnya.
Husnudzan kepada Allah Ta'ala merupakan
ibadah hati yang paling jelas. Namun ini tidak dipahami oleh kebanyakan
orang. Karena itu kami berusaha menjelaskan keyakinan Ahlus Sunnah wal
Jama'ah tentang ibadah ini dengan memberikan penjelasan dari para salaf,
baik dalam bentuk perkataan maupun prakteknya.
Husnudzan (berperasangkan baik) kepada
Allah adalah meyakini Asma', sifat serta perbuatan Allah yang layak
bagi-Nya. Sebuah keyakinan yang menuntut pengaruh yang nyata. Misalnya,
meyakini bahwa Allah merahmati semua hamba-Nya dan memaafkan mereka
jika mereka bertaubat dan kembali kepada-Nya. Allah akan menerima amal
ketaatan dan ibadah mereka. Serta meyakini, Allah mempunyai hikmah yang
sempurna dalam setiap yang Dia takdirkan dan tentukan.
Sedangkan siapa yang menyangka,
husnudzan kepada Allah Ta'ala tidak disertai amal apapun, maka ia salah
besar dan tidak memahami ibadah agung ini sesuai dengan pemahaman yang
benar. Sesungguhnya husnudzan tidak tegak dengan meninggalkan
kewajiban-kewajiban dan menjalankan kemaksiatan-kemaksiatan. Maka siapa
yang berperasangka baik kepada Allah semacam itu, ia telah tertipu,
berharap yang salah, berpaham murji'ah yang tercela, serta merasa amal
dari siksa Allah. Semua ini tercela dan membinasakan dirinya sendiri.
Ibnul Qayyim berkata,
وقد تبين
الفرق بين حسن الظن والغرور ، وأن حسن الظن إن حمَل على العمل وحث عليه
وساعده وساق إليه : فهو صحيح ، وإن دعا إلى البطالة والانهماك في المعاصي :
فهو غرور ، وحسن الظن هو الرجاء ، فمن كان رجاؤه جاذباً له على الطاعة
زاجراً له عن المعصية : فهو رجاء صحيح ، ومن كانت بطالته رجاء ورجاؤه بطالة
وتفريطاً : فهو المغرور
"Telah nampak jelas perbedaan antara
husnudzan dengan ghurur (tipuan). Adapun Husnuzan, jika ia mengajak dan
mendorong beramal, membantu dan membuat rindu padanya: maka ia benar.
Jika mengajak malas dan berkubang dengan maksiat: maka ia ghurur
(tipuan). Husnuzan adalah raja' (pengharapan). Siapa yang pengharapannya
mendorongnya untuk taat dan menjauhkannya dari maksiat: maka ia
pengharapan yang benar. Sedangkan siapa yang kemalasannya adalah raja'
dan meremehkan perintah: maka ia tertipu." (Al-Jawab al-Kaafi: 24)
Syaikh Shalih al-Fauzan berkata,
"Berhusnuzan kepada Allah harus disertai dengan meninggalkan
perbuatan-perbuatan maksiat. Jika tidak, ia termasuk merasa aman dari
siksa Allah. Oleh sebab itu, behusnudzan kepada Allah harus disertai
melaksanakan sebab-sebab kebaikan yang jelas dan mejauhi semua sebab
yang menghantarkan kepada keburukan: Ini merupakan pengharapan yang
terpuji. Adapun husnudzan kepada Allah dengan meninggalkan kewajiban dan
menerjang keharaman: maka ia pengharapan yang tercela, itu termasuk
bentuk merasa aman dari adzab Allah." (Al-Muntaqa' min Fatawa Al-Syaikh
al-fauzan: 2/269)
Meningkatkan Husnudzan
Seorang muslim hendaknya senantiasa berhusnudzan kepada Tuhan-Nya. Ini harus lebih meningkat dalam dua keadaan:
Pertama,
saat dia menjalankan ketaatan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: Allah Ta'ala berfirman,
أَنَا
عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي
فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ في نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلأٍ
ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ
تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا
تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ
هَرْوَلَةً
"Aku sesuai prasangka hamba-Ku
kepada-Ku, dan Aku akan bersamanya selama ia mengingat-Ku. Jika ia
mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku,
jika ia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang maka Aku akan mengingatnya
dalam sekumpulan yang lebih baik dan lebih bagus darinya. Jika ia
mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekat kepada-Nya satu
hasta, jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta maka Aku akan mendekat
kepadanya satu depa, dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan maka Aku
akan mendatanginya dengan berlari." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadits di atas, husnudzan
kepada Allah memiliki hubungan kuat dengan amal shalih. Karena
sesudahnya disebutkan anjuran untuk berdzikir dan mendekatkan diri
dengan amal ketaatan kepada-Nya 'Azza wa Jalla. Maka siapa yang berprasangka baik kepada Allah pasti ia terdorong untuk berbuat baik.
Al-Hasan al-Bashri berkata,
المؤمن أحسنَ الظنّ بربّه فأحسن العملَ ، وإنّ الفاجر أساءَ الظنّ بربّه فأساءَ العمل
"Sesungguhnya seorang mukmin selalu
berhusnudzan kepada Tuhannya lalu ia memperbagus amalnya. Dan
sesungguhnya seorang pendosa berpesangka buruk kepada Tuhannya sehingga
ia berbuat yang buruk." (Diriwayatkan Imam Ahmad dalam al-Zuhd, hal. 402)
Kemudian Ibnul Qayyim menjelaskan, siapa
yang memperhatikan persoalan ni dengan benar akan tahu, husnudzan
kepada Allah adalah baiknya amal itu sendiri. Karena seorang hamba
terdorong menjalankan amal baik karena ia berperasangka bahwa Tuhan-nya
akan memberi balasan dan pahala atas semua amal-amal baiknya, serta
menerimanya. Husnuzan-lah yang mendorongnya beramal shalih. Maka jika
prasangkanya baik, baik pula amalnya. Jika tidak, husnudzan bersamaan
dengan mengikuti hawa nafsu adalah kelemahan.
Ringkasnya, husnudzan pasti disertai
dengan menjalankan sebab-sebab menuju keselamatan. Sebaliknya, jika
menjalankan sebab-sebab kehancuran, pasti ia tidak berperasangka baik.
(Disarikan dari al-Jawab al-Kaafi: 13-15)
Abu al-Abbas al-Qurthubi rahimahullah
berkata, dikatakan, maknanya: berperasangka (yakin) dikabulkan doa saat
berdoa, diterima saat bertaubat, diampuni saat istighfar, dan
berperasangka akan diterima amal-amal saat menjalankannya sesuai dengan
syarat-syaratnya; ia berpegang teguh dengan Dzat yang janji-Nya benar
dan karunia-Nya melimpah. Aku katakan, ini dikuatkan oleh Sabda
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
ادْعُوا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإجَابَةِ
"Berdoalah kepada Allah sementara kalian yakin diijabahi."
(HR. Al-Tirmidi dengan sanad shahih).
Bagi orang bertaubat dan
beristighfar, juga orang yang beramal agar bersungguh-sungguh dalam
menjalankan niatan baiknya itu dengan disetai keyakinan bahwa Allah
Ta'ala akan menerima amalnya dan mengampuni dosanya. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala
telah berjanji akan menerima taubat yang jujur dan amal-amal yang
shalih. Seandainya ia menjalankan amal-amal tersebut dengan keyakinan
atau prasangka bahwa Allah tidak akan menerimanya dan amal-amal tersebut
tak memberikan manfaat baginya, itu namanya putus asa dari rahmat
Allah. Sedangkan berputus asa dari rahmat Allah termasuk dosa besar.
Siapa meninggal di atasnya, baginya apa yang diperasangkakannya. Adapun
merasa mendapat ampunan dan rahmat dengan mengerjakan maksiat-maksiat:
itu adalah kejahilan dan tertipu. Mereka itulah yang akan masuk dalam
jeratan paham murji-ah.
Kedua,
saat tertimpa musibah dan menghadapi kematian. Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda tiga hari menjelang wafatnya,
لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللهِ الظَّنَّ
"Janganlah salah seorang kalian meninggal kecuali ia berhusnuzan kepada Allah." (HR. Muslim)
Dalam kitab Al-Mausu'ah al-Fiqhiyah
(10/220) disebutkan, wajib atas seorang mukmin berperasangka baik kepada
Allah Ta'ala. Tempat yang lebih banyak diwajibkan berhusnzan kepada
Allah: Saat tertimpa musibah dan saat kematian. Dianjurkan berhusnudzan
kepada Allah Ta'ala bagi orang yang menghadapi kematian. Terus
memperbagus perasangka kepada Allah dan meningkatkannya walaupun itu
terasa berat saat menghadapi kematian dan sakit. Karena seharusnya
seorang mukallaf senantiasa husnudzan kepada Allah.
Dari penjelasan di atas, husnuzan kepada
Allah tidak terjadi dengan meninggalkan perkara wajib dan mengerjakan
kemaksiatan. Siapa yang meyakini hal itu bermanfaat baginya maka ia
tidak menetapkan sebagian dari nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan
Allah yang layak dan sesuai bagi-Nya. Sungguh ia telah mengelincirkan
dirinya pada keburukan dan perangkap syetan. Sementara orang-orang
beriman, secara bersamaan memperbagus amalnya dan memperbagus
perasangkanya kepada Allah bahwa Dia akan menerima amal-amal shalihnya.
Dan saat menghadapi kematian, mereka berperasangka baik kepada Allah
bahwa Dia memaafkan kesalahan dan mengampuni dosa-dosanya serta
merahmatinya. Diharapkan, Allah mewujudkan perangka baiknya tersebut
kepada mereka sebagaimana yang sudah dijanjikan oleh-Nya.
Rabu, 02 Mei 2012
Doa Agar Mendapat Husnul Khatimah
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam untuk Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Husnul
khatimah menjadi dambaan kita semua. Karena nilai kita ditentukan saat
kematian datang. Jika kita mengakhiri hidup di dunia ini dalam kondisi
beriman dan dihiasi dengan ketaatan, maka itulah husnul khatimah.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
إِذَا
أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قَالُوا وَكَيْفَ
يَسْتَعْمِلُهُ قَالَ يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ مَوْتِهِ
“Apabila
Allah menghendaki kebaikan atas hamba-Nya, maka Dia memperkerjakannya?”
Para sahabat bertanya, ‘Bagaimana Allah memperkerjakannya?’ Beliau
menjawab, ”Allah memberinya taufiq untuk beramal shalih sebelum
kematiannya.” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, Imam al-Hakim
menshahihkannya dalam al-Mustadrak. Syaikh Al-Albani menshahihkannya
dalam Al-Shahihah, no. 1334)
Tidak Mudah Menggapai Husnul Khatimah
Saat
menjelang kematian merupakan saat kesempatan terakhir bagi setan untuk
menyesatkan hamba Allah. Setan berusaha sekuat tenaga untuk
menyesatkannya, bahkan terkadang menjelma dalam rupa ayah dan ibunya.
Imam Ibrahim bin Muhammad bin Muflih al-Maqdisi al-Hambali dalam kitabnya Mashaaib al-Insan min Makaa-id al-Syaithan
pada Bab ke-22 mengupas tentang usaha setan untuk menyesatkan orang
mukmin pada saat kematian. Dalam bab tersebut, beliau menukilkan hadits
yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunannya bahwa Iblis berkata kepada
bala tentaranya pada saat kematian manusia: Berusahalah saat sekarang,
karena jika kalian gagal tidak akan ada kesempatan lagi.
Dari Wailah bin al-Asqa’ berkata bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Talkin (tuntun)-lah orang yang hendak meninggal dengan Laa Ilaaha Illallaah
dan berilah kabar gembira dengan surga. Sesungguhnya orang yang mulia,
dari kaum laki-laki dan wanita kebingungan dalam menghadapi kematian dan
diuji. Sesungguhnya setan paling dekat dengan manusia pada saat
kematian. Sedangkan melihat malaikat maut lebih berat daripada seribu
kali tebasan pedang.” (HR. Abu Nu’aim)
Abdullah
bin Ahmad berkata, “Pada saat saya hadir dalam kematian bapakku, saya
membawakan kain untuk mengikat jenggotnya, sementara beliau dalam
keadaan tidak sadar. Kemudian pada saat beliau sadar, mengatakan,
‘Belum, belum!’ Beliau mengucapkan itu berkali-kali. Saya bertanya
kepada beliau, ‘wahai bapakku, apa yang tampak padamu?’ Beliau menjawab,
‘setan berdiri di depanku sambil menggigit jarinya seraya mengatakan,
‘aku gagal menggodamu wahai Ahmad.’ Saya katakan, ‘Belum, sebelum saya
benar-benar meninggal’.”
Abu
Hasan al-Qabisi dalam Risalah Ibnu Abi Zaid meriwayatkan bahwa seorang
hamba tatkala sedang menghadapi kematian ada dua setan yang menggoda
dari atas kepalanya. Salah satunya berada di sebelah kanan dan satunya
lagi di sebelah kiri. Adapun yang di sebelah kanan menyerupai bapaknya
lalu berkata, “Wahai anakku, saya sangat sayang dan cinta kepadamu. Jika
kamu mau mati, maka matilah dengan membawa agama Nasrani sebab dia
adalah sebaik-baik agama.” Dan yang berada di sebelah kiri menyerupai
ibunya dan berkata, “Wahai anakku, perutku dahulu tempat hidupmu dan air
susuku sebagai minumanmu serta pangkuanku sebagai tempat tidurmu, maka
saya minta hendaknya kamu mati dengan membawa agama Yahudi sebab dia
adalah sebaik-baik agama.”
Maka
menurut Imam al-Ghazali, pada saat itu Allah menggelincirkan orang-orang
yang dikehendaki oleh-Nya tergelincir. Demikian itu yang dimaksud
dengan firman Allah,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (QS. Ali Imran: 8)
Maksudnya,
Ya Allah janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan
pada saat kematian setelah Engkau beri petunjuk kepada kami beberapa
kurun waktu.
Jika
Allah menghendaki hidayah dan keteguhan pada hamba-Nya, maka datanglah
rahmat dan Malaikat Jibril untuk mengusir setan dan mengatakan kepada
orang beriman, “Wahai orang mukmin, mereka itu adalah musuh-musuhmu dari
kalangan setan, maka meninggallah kamu dalam keadaan membawa agama yang
hanif dan syariat Muhammad.” Dan tidak ada sesuatu yang paling dicintai
oleh orang beriman kecuali Malaikat itu dan itulah yang dimaksud firman
Allah,
وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).”
(QS. Ali Imran: 8).” Selesai perkataan Imam al-Ghazali yang dinukil
Imam Ibrahim bin Muhammad al-Maqdisi dalam Menelanjangi Setan, hal.
277-278)
Ibnu Al-Jauzi dalam Shaid al-Khathir
berkata, “Saya berwasiat kepada diriku dan kepada orang yang mendengar
wasiatku ini agar teguh saat menghadapi kematian –tiada daya dan tiada
upaya kecuali dengan izin Allah- sebab godaan dan bisikan kematian
banyak syubhatnya. Dan saya merasa kasihan terhadap orang yang sakit
semoga tidak tenggelam dalam sakaratul maut sehingga tidak sadar. Dan
saya berlindung kepada Allah dari kematian masih dalam keadaan sadar
tidak teguh dengan godaan.”
Sebab-sebab Meraih Husnul Khatimah
Husnul
khatimah merupakan karunia terbesar dari Allah untuk seorang hamba.
Penjagaan Allah dan meneguhkannya di atas iman lah yang menjadikannya
mendapat husnul khatimah saat banyak godaan dan syubuhat menjelang
kematian.
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat..” (QS. Ibrahim: 27)
Namun
demikian hamba juga punya peran usaha sebagai sebab Allah
menganugerahkan husnul khatimah kepadanya. Walaupun usaha hamba tidak
bisa lepas dari kehendak Allah juga.
Imam
Sufyan al-Tsauri pernah berpesan saat menghadapi kematian agar menjaga
akidah, membaca istighfar, dan bertaubat dari dosa agar bertemu Allah
dalam keadaan bersih. (Menelanjangi Syetan, Ibrahim al-Maqdisi, hal.
279)
Maka di antara upaya yang bisa dilakukan hamba untuk meraih husnul khatimah, adalah:
1.
Menjaga iman dan tuntutannya berupa ketaatan dan takwa kepada Allah.
Hendaknya dia menjauhi benar-benar pembatal-pembatal iman dan yang
mengurangi kesempurnaannya dari berbagai maksiat. Dia bertaubat dari
segala dosa dan maksiat, khususnya syirik besar amaupun yang kecil. Di
antaranya dengan membaca doa yang diajarkan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,
اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك أَنْ أُشْرِكَ بِك وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُك لِمَا لَا أَعْلَمُ
"Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik
(menyekutukan-Mu) sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun
kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku ketahui." (HR. Ahmad dan Shahih Abi Hatim serta yang lainnya, shahih)
2.
Berusaha sungguh-sungguh untuk memperbaiki zahir dan batinnya. Niat dan
tujuan amalnya untuk mewujudnya keshalihan zahir dan batinnya tersebut.
Sesungguhnya sunnah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang abadi bahwa
pencari kebenaran akan diberi petunjuk memperolehnya, diteguhkan di
atasnya, dan ditutup hidupnya dengan kebenaran.
3. Senantiasa memohon dan berdoa kepada Allah agar diwafatkan di atas iman dan takwa.
Beberapa Doa Supaya Diwafatkan Husnul Khatimah
Sangat banyak doa yang diabadikan Al-Qur’an dan sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam yang bermakna permintaan agar akhir hayat husnul khatimah;
1. Doa agar diwafatkan di atas Islam,
- Doa Nabi Yusuf 'alaihis salam:
تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
“Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shaleh.” (QS. Yuusuf: 101)
- Doa tukang sihir Fir’an yang telah bertaubat,
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ
“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” (QS. Al-A’raaf: 126)
2. Doa diteguhkan di atas hidayah,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan
sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami
rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi
(karunia)." (QS. Ali Imran: 8)
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu." (HR. Ahmad dan at Tirmidzi)
3. Doa agar diselamatkan dari godaan setan saat mengalami sakaratul maut.
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَرَمِ وَالتَّرَدِّي وَالْهَدْمِ وَالْغَمِّ
وَالْحَرِيقِ وَالْغَرَقِ وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِي
الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ وَأَنْ أُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا
وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ لَدِيغًا
“Ya
Allah, sunguh aku berlindung kepada-Mu dari pikun, terjatuh dari
ketinggian, keruntuhan bangunan, kedukaan, kebakaran, dan tenggelam.
Aku berlindung kepada-Mu dari penyesatan setan saat kematian, terbunuh
dalam kondisi murtad dan aku berlindung kepada-Mu dari mati karena
tersengat binatang berbisa.” (HR. Al-Nasai dan Abu Dawud. Hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Al-Jami’: no. 1282)
Makna
berlindung dari penyesatan syetan ketika datang kematian adalah dikuasai
olehnya ketika berpisah dari dunia sehingga setan berhasil
menyesatkannya, menghalanginya dari taubat, menghambatnya dari
memperbaiki dirinya dan meninggalkan kezaliman yang telah diperbuat
sebelumnya. Atau menjadikannya putus asa dari rahmat Allah, membenci
kematian dan berat meninggalkan dunia sehingga dia tidak ridha dengan
ketentuan Allah padanya berupa kematian dan berpindah ke negeri akhirat.
Akibatnya dia mengakhiri hidupnya dengan keburukan dan bertemu Allah
dalam kondisi murka kepadanya. (Disarikan dari keterangan Imam
al-Khathabi dalam Hasyiyah al-Suyuthi).
Penutup
Sesungguhnya
akhir hayat kita memiliki kaitan dengan amal kita sejak sekarang. Siapa
yang senantiasa menjaga ketaatan kepada Allah dengan penuh keikhlasan,
insya Allah dia akan mengakhiri hidupnya di atas kondisi tersebut.
Sebaliknya, siapa yang mengotori hidupnya dengan maksiat dan kejahatan,
atau bahkan sengaja menympang. Kesempatan taubat sering disia-siakan
dengan menunda-nunda, atau bahkan mencari-cari pembenaran atas
kesalahan, maka biasanya dia akan mengahiri hidupnya dengan su'ul
khatimah. Semoga Allah menyelamatkan kita dari kondisi semacam ini.
Ya
Allah, jadikanlah amal terbaik kami pada penutupnya, jadikan sebaik-baik
umur kami pada saat kami mengakhirinya, dan jadikan hari terbaik kami
pada saat kami bertemu dengan-Mu. Ya Allah berilah taufik kepada kami
semua untuk senantiasa berbuat kebajikan dan menjauhi
kemungkaran-kemungkaran.
Segala
puji hanya bagi-Nya dan semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan
untuk nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Saat Galau, Bacalah Doa Ini Semoga Tenang dan Gembira
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Istilah galau sedang ngetren.
Banyak dipakai dan digunakan, khususnya dikalangan ABG (remaja dan
pelajar). Ada istilah SMS Galau, Status Galau, Pesan galau, kata-kata
galau dan semisalnya. Intinya, menggambarkan kondisi perasaan atau
pikiran yang tidak enak. Perasaan tidak menentu. Rasanya ada yang
kurang. Ada yang tidak beres. Tidak jelas apa sebabnya.
Kalau menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia edisi IV (2008) halaman 407, dikatakan “galau” itu berarti
kacau (tentang pikiran); “bergalau” berarti (salah satu artinya) kacau
tidak keruan (pikiran); dan “kegalauan” berarti sifat (keadaan hal)
galau. Jika merujuk ke definisi ini, keadaan galau adalah saat pikiran
sedang kacau tak keruan. Orang yang tengah galau pikirannya sedang
kacau.
Hampir setiap orang pernah mengalami
galau. Karena tabiat manusia sering berdosa. Dan dosa menjadi sesuatu
yang tak bisa lepas dalam kehidupan manusia. berdosa juga menjadi tanda
akan insaniyahnya. Karena setiap manusia pastilah berdosa sehingga dia
harus menunduk dan merendahkan diri bertaubat dan memohon ampunan kepada
Tuhannya.
Berikut ini ini penawar yang diajarkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
saat galau datang, kesedihan hinggap, perasaan tak menentu menyerang.
Sangat mujarab dan ampuh dosa ini sebagaimana yang dikabarkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "melainkan Allah akan menghilangkan kesedihan dan kegelisahan (kegundahan)-nya serta menggantikannya dengan kegembiraan."
__________________
__________________
اللَّهُمَّ
إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ
مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ
هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ
عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ
الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ
صَدْرِي وَجِلَاءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي
Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya aku
adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu.
Ubun-ubunku berada di tangan-Mu. Hukum-Mu berlaku pada diriku.
Ketetapan-Mu adil atas diriku. Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama
yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau
Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seorang
dari makhluk-Mu, atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada
di sisi-Mu, agar Engkau jadikan Al-Qur'an sebagai penyejuk hatiku,
cahaya bagi dadaku dan pelipur kesedihanku serta pelenyap bagi
kegelisahanku."
________________
________________
Doa di atas didasarkan pada hadits dari Abdullah bin Mas'ud radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah
seseorang tertimpa kegundahan (galau) dan kesedihan lalu berdoa (dengan
doa di atas) . . . melainkan Allah akan menghilangkan kesedihan dan
kegelisahan (keundahan)-nya serta menggantikannya dengan kegembiraan.
Ibnu Mas'ud berkata, "Ada yang bertanya, 'Ya Rasulallah, bolehkah kita mempelajarinya?' Beliau menjawab,
'Ya, sudah sepatutnya orang yang mendengarnya untuk mempelajarinya'."
(HR. Ahmad dalam Musnadnya I/391, 452, Al-Hakim dalam Mustadraknya
I/509, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya VII/47, Ibnu Hibban dalam
Shahihnya no. 2372, Al-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir no. 10198 –dari
Maktabah Syamilah-. Hadits ini telah dishahihkan oleh Ibnu Taimiyah dan
muridnya Ibnul Qayyim, keduanya banyak menyebutkannya dalam kitab-kitab
mereka. Juga dihasankan oleh Al-Hafidz dalam Takhriij Al-Adzkaar dan
dishahihkan oleh Al-Albani dalam al-Kalim al Thayyib hal. 119 no. 124
dan Silsilah Shahihah no. 199.)
Apabila yang Berdoa Seorang Wanita
Bentuk lafadz doa di atas untuk mudzakar (laki-laki), Ana 'Abduka (aku hamba laki-laki-Mu), Ibnu 'Abdika Wabnu Amatik
(anak laki-laki dari hamba-laki-laki-Mu dan anak laki-laki dari hamba
perempuan-Mu). Kalau yang berdoa adalah laki-laki tentunya lafadz
tersebut tepat dan tidak menjadi persoalan. Namun, bila yang berdoa
seorang muslimah, apakah dia harus mengganti lafadz di atas dengan
bentuk mu'annats (untuk perempuan), yaitu dengan Allaahumma Inni Amatuk, Ibnatu 'Abdika, Ibnatu Amatik (Ya Allah aku adalah hamba wanita-Mu, anak perempuan dari hamba laki-laki-Mu dan anak perempuan dari hamba perempuan-Mu)?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah
ditanya tentang seorang wanita yang mendengar doa di atas, tapi dia
tetap berpegang dengan lafadz hadits. Lalu ada yang berkata padanya,
ucapkan, "Allahumma Inni Amatuk . . . ." namun dia menolak dan tetap memilih lafadz dalam hadits, apakah dia dalam posisi yang benar ataukah tidak?
Kemudian beliau menjawab, "Selayaknya dia mengucapkan dalam doanya, "Allahumma Inni Amatuk, bintu amatik . . ." dan ini adalah yang lebih baik dan tepat, walaupun ucapannya, 'Abduka, ibnu 'abdika
memiliki pembenar dalam bahasa Arab seperti lafadz zauj (pasangan; bisa
digunakan untuk suami atau istri-pent), wallahu a'lam." (Majmu' Fatawa
Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah: 22/488)
Syaikh Abdul 'Aziz bin Baaz rahimahullah pernah juga ditanya tentang cara berdoanya seorang wanita dengan doa tersebut. Apakah wanita itu tetap mengucapkan, "wa ana 'abduka wabnu 'abdika" (dan saya adalah hamba laki-laki-Mu dan anak laki-laki dari hamba laki-laki-Mu) ataukah harus mengganti dengan, "Wa ana amatuk, ibnu 'andika atau bintu 'abdika"?
Beliau rahimahullah menjawab,
"Persoalan ini luas Insya Allah, Persoalan dalam masalah ini luas.
Apabila wanita itu berdoa sesuai dengan hadits, tidak apa-apa. Dan jika
berdoa dengan bentuk yang ma'ruf bagi wanita, Allahumma innii amatuk, wabnutu 'abdika, juga tidak apa-apa, semuanya baik."
Kandungan Doa
Doa di atas mengandung persoalan-persoalan pokok dalam akidah Islam di antaranya:
1. Rasa galau, gundah dan sedih yang menimpa seseorang akan menjadi kafarah (penghapus dari dosanya) berdasarkan hadits Mu'awiyah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sabda,
مَا مِنْ شَيْءٍ يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ فِي جَسَدِهِ يُؤْذِيهِ إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ
"Tidak ada sesuatu yang menimpa
seorang mukmin pada tubuhnya sehingga membuatnya sakit kecuali Allah
akan menghapuskan dosa-dosanya." (HR. Ahmad 4/98, Al-Hakim 1/347
dan beliau menyatakan shahih sesuai syarat Syaikhain. Imam al-Dzahabi
menyepakatinya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Shahihah
5/344, no. 2274)
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
مَا
يُصِيبُ الْمُسْلمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ
وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ
اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
"Tidaklah menimpa seorang muslim
kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan duka, sampai pun
duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan menghapus dengannya
dosa-dosanya.” (Muttafaqun alaih)
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata dalam Syarh Riyadhish Shalihin
(1/94): “Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau
berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun
duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala
akan menggantikan dengan yang lebih baik (pahala) dan menghapuskan
dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon menggugurkan
daun-daunnya. Ini merupakan nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sehingga, bila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa musibah itu:
a. Dia mengingat pahala dan
mengharapkannya, maka dia akan mendapatkan dua balasan, yaitu menghapus
dosa dan tambahan kebaikan (sabar dan ridha terhadap musibah).
b. Dia lupa (akan janji Allah Subhanahu wa Ta'ala), maka akan sesaklah dadanya sekaligus menjadikannya lupa terhadap niat mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala.
Dari penjelasan ini, ada dua pilihan
bagi seseorang yang tertimpa musibah: beruntung dengan mendapatkan
penghapus dosa dan tambahan kebaikan, atau merugi, tidak mendapatkan
kebaikan bahkan mendapatkan murka Allah Ta’ala karena dia marah dan
tidak sabar atas taqdir tersebut.”
2. Kedudukan ubudiyah
merupakan tingkatan iman tertinggi. Karenanya, seorang muslim wajib
menjadi hamba Allah semata dan senantiasa beribadah kepada-Nya, Dzat
yang tidak memiliki sekutu. Hal ini ditunjukkan lafadz, Inni 'Abduka Wabnu 'Abdika Wabnu Amatik (Sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu).
3. Semua urusan hamba berada di tangan Allah yang diarahkan sekehandak-Nya. Dan masyi'ah (kehendak) hamba mengikuti kehendak Allah. hal ini ditunjukkan oleh lafadz, Naashiyatii biyadik (Ubun-ubunku berada di tangan-Mu).
4. Allah yang berhak
mengadili dan memutuskan perkara hamba-hamba-Nya dalam perselisihan di
antara mereka. Hal ini ditunjukkan oleh lafadz, 'Adlun fiyya qadla-uka (Ketetapan-Mu adil atas diriku). Allah Ta'ala berfirman,
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
"Keputusan itu hanyalah kepunyaan
Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.
Itulah agama yang lurus, . ." (QS. Yuusuf: 40)
5. Ketetapan takdir-Nya
adil dan baik bagi seorang muslim. Jika dia mendapat kebaikan,
bersyukur, dan itu baik baginya. Sebaliknya, bila tertimpa keburukan
(musibah atau bencana) dia bersabar, dan itupun baik baginya. Semua
perkara orang mukmin itu baik, dan hal itu tidak dimiliki kecuali oleh
ornag beriman. (HR. Muslim)
6. Anjuran untuk
bertawassul dengan Asmaul Husna (Nama-nama Allah yang Mahaindah) dan
sifat-sifatnya yang Mahatinggi. Allah perintahkan sendiri bertawassul
dengannya dalam firman-Nya,
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
"Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu . ." (QS. Al-A'raaf: 180)
7. Nama-nama Allah dan sifat-sifatnya adalah tauqifiyyah yang
tidak diketahui kecuali melalui wahyu. Allah sendiri yang menamakan
diri-Nya dengan nama-nama tersebut dan mengajarkannya kepada para
hamba-Nya.
8. Nama-nama Allah tidak terbatas pada 99 nama. Hal ini ditunjukkan oleh lafadz, awis ta'tsarta bihii fii 'ilmil ghaibi 'indaka (atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu).
Sedangkan hadits yang menerangkan jumlah nama Allah ada 99,
إنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
"Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu, siapa yang menghafalnya pasti masuk surga."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut imam al-Khathabi dan lainnya, maknanya
adalah seperti orang yang mengatakan "Saya memiliki 1000 dirham yang
kusiapkan untuk sedekah," yang bukan berarti uangnya hanya 1000 dirham
itu saja. (Majmu' Fatawa: 5/217)
9. Al-Qur'an memberi
petunjuk kepada jalan yang paling lurus. Keberadaannya laksana musim
semi bagi hati orang mukmin, memberi kenyamanan pada hatinya, menjadi
cahaya bagi dadanya, sebagai pelipur kesedihannya, dan penghilang bagi
kesusahannya. Hal ini menunjukkan kedudukan Al-Qur'an yang sangat tinggi
dalam kehidupan manusia, baik individu, masyarakat, atau suatu umat.
10. Siapa yang datang
kepada Allah pasti Allah akan mencukupkannya, siapa yang menghaturkan
kefakirannya kepada Allah, Dia pasti mengayakannya. Siapa yang meminta
kepada-Nya, pasti Dia akan memberinya. Hal ini ditunjukkan lafadz
hadits, "Melainkan Allah akan menghilangkan kesedihan dan kesusahannya
serta menggantikannya dengan kegembiraan."
11. Wajib mempelajari Al-Sunnah dan mengamalkan serta mendakwahkannya. Sesungguhnya Sunnah memuat petunjuk kehidupan manusia secara keseluruhan. Hal ini ditunjukkan oleh kalimat di ujung hadits, "Ya, sudah sepatutnya orang yang mendengarnya untuk mempelajarinya."
Doa Ashabul Kahfi: Memohon Rahmat dan Bimbingan Allah Saat Terancam
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
رَبَّنَا آَتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
"(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda
itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: Wahai
Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah
bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)"." (QS. Al-Kahfi: 10)
Doa di atas dibaca para pemuda Ashabul
Kahfi saat memasuki goa. Mereka berlindung ke dalamnya karena khawatir
akan keselamatan agama mereka. Karena raja yang berkuasa di daerah
tempat tinggal mereka membenci dan memusuhi keyakinan para Ashabul
Kahfi.
Banyak mufassirin generasi salaf dan
khalaf yang menyebutkan, para pemuda tersebut terdiri dari anak-anak
raja Romawi dan orang-orang terhormat mereka yang bersatu karena iman.
Saling bantu-membantu menegakkan ibadah kepada Allah semata dalam tempat
ibadah yang mereka bangun bersama. Terus bertahan demikian sehingga
mereka diketahui oleh kaumnya. Kemudian mereka dilaporkan kepada raja
mereka. Sang raja memanggil mereka untuk datang menghadap kepadanya.
Lalu ia bertanya tentang hal ihwal dan kegiatan mereka. Lalu mereka
menjawab dengan sebenarnya dan mengajak raja itu untuk menyembah Allah
Ta'ala.
وَرَبَطْنَا
عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا
شَطَطًا هَؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آَلِهَةً لَوْلَا
يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ
افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا
"Dan Kami telah meneguhkan hati
mereka di waktu mereka berdiri lalu mereka berkata: "Tuhan kami adalah
Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia,
sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat
jauh dari kebenaran". Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai
tuhan-tuhan (untuk di sembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan
yang terang (tentang kepercayaan mereka?) Siapakah yang lebih lalim
daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?" (QS. Al-Kahfi: 14-15)
Ibnu Katsir rahimahullah
berkata, "Allah Ta'ala berfirman: Kami jadikan mereka bersabar atas
tindakannya menentang kaum mereka sendiri, meninggalkan kampung halaman
mereka dan meninggalkan kehidupan yang enak, kebahagiaan, dan
kenikmatan."
Sesudah mereka menyeru raja untuk
beriman kepada Allah, maka raja menolak seruan tersebut. Bahkan ia
mengancam mereka dan menyuruh menanggalkan pakaian yang mereka kenakan,
yang padanya terdapat perhiasan kaumnya. Kemudia ia memberikan waktu
kepada mereka untuk berpikir supaya rela meninggalkan keyakinan mereka.
Kemudian Allah menurunkan rahmat dan
kasih sayangnya kepada para pemuda Ashabul Kahfi, di mana pada masa
penangguhan itu mereka berhasil melarikan diri demi mempertahankan agama
yang dianutnya dari fitnah. Lalu mereka ber'uzlah, dan Allah
menurunkan ilham-Nya kepada mereka agar berlindung ke dalam gua, mencari
tempat di sana sehingga raja dan kaumnya kehilangan jejak mereka. Hal
ini diterangkan dalam firman-Nya,
وَإِذِ
اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى
الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ
مِنْ أَمْرِكُمْ مِرفَقًا
"Dan apabila kamu meninggalkan
mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat
berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian
rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam
urusan kamu." (QS. Al-Kahfi: 16)
Raja dan kaumnya terus mencari para
pemuda Ashabul Kahfi, tapi tidak menemukannya. Bahkan Allah membutakan
raja dan kaumnya untuk mendapatkan berita para pemuda tersebut. Hal ini
sebagaimana Allah membutakan kaum kafir Quraisy yang memburu Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
dan Abu Bakar al-Shiddiq, saat keduanya bersembunyi di gua Tsur dalam
keberangkatan hijrah ke Madinah. Padahal Kafir Quraisy telah melalui
tempat persembunyian Rasulullah dan Abu Bakar, namun mereka tidak
mendapatkan keduanya.
Nah, pada saat mereka akan memasuki gua
di sebuah gunung, tempat sembunyi dan berlindung dari raja dan kaumnya
yang kafir, mereka berdoa kepada Allah Ta'ala saat memasukinya, memohon
rahmat dan kebaikan-Nya,
رَبَّنَا آَتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
"(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda
itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: Wahai
Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah
bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)"." (QS. Al-Kahfi: 10)
Maksudnya: Anugerahkan kepada kami
rahmat dari sisi-Mu, yang dengannya Engkau rahmati kami dan selamatkan
kami dari kaum kami. Dan tetapkanlah petunjuk yang lurus kepada kami
dalam urusan kami. Dengan kata lain, jadkanlah kesudahan akhir kami di
bawah petunjuk yang lurus. Sebagaimana doa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الْآخِرَةِ
"Ya Allah, jadikanlah baik akhir kesudahan kami dalam semua urusan, dan selamatkanlah kami dari kehinaan dunia dan azab akhirat." (HR. Ahmad dari Busr bin Arthah al-Qurasyi)
Agar Doa Terkabul
Siapa ingin doanya terkabul/dibebaskan dari kesulitan, hendaknya ia membantu/menatasi kesulitan orang lain (HR Ahmad)
Langganan:
Postingan (Atom)