رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ


"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."

Jumat, 04 Mei 2012

Keistimewaan Wanita Dalam Islam



Siapa yang dapat memungkiri bahwa islam memanglah rahmat bagi semesta alam. Islam adalah juga satu- satunya agama yang menentramkan lahir dan batin manusia. Barang siapa yang mengikutinya, maka kemuliaan akan melingkupinya. Barang siapa menyelaminya, maka kedamaian yang akan selalu menyertainya.
Islam, menyematkan kemuliaan dalam diri seorang wanita. Sang pesona dunia ini, diajarkan Oleh Allah Subhanahu Wata’ala  untuk tetap menjadi indah dan yang terindahkan. Namun sayang, banyak manusia yang lemah iman dan lemah ilmu yang justru tidak bisa menikmati dan menyadari keindahan itu dalam hati mereka. Dan begitulah, Allah telah menutup hati, dan indrawi mereka, dalam begitu kencangnya fitnah yang tujuan akhirnya sangat jelas, yaitu melucuti keindahan wanita itu sendiri, dengan cara merendahkan mereka layaknya hewan, atau bahkan lebih rendah dari itu. Naudzubillah...
Di dalam islam, wanita di perintahkan oleh Allah untuk menutup Aurat para wanita. Sungguh sesuatu yg mahal harganya akan dijaga bahkan disimpan dan di rawat dengan sangat hati- hati dan di hadiahkan pula tempat  teraman dan terbaik. Apakah pernah kita melihat seseorang membuang intan begitu saja di jalanan?.
Jilbab adalah identitas kemuliaan seorang muslimah, dan sekaligus benteng mereka dari berbagai gangguan orang- orang jahat yang mempunyai niat jahat kepada mereka. Maka maha benarlah Allah dalam firmannya,

Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

Dan di dalam Islam, seorang wanita jika dihadapkan kepada suaminya, memanglah ketaatan yang harus dilakukannya. Namun, seorang laki- laki wajib pula taat kepada ibunya 3 kali lebih utama dari sang ayah?. Maka perhatikan baik- baik wasiat rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam, berikut ini...

"Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari Muslim)

Diantara banyak fitnah yang di hembuskan oleh para musuh- musuh islam, adalah hal yang menyangkut poligami. Mereka mengatas namakan penderitaan wanita yang di dramatisir sedemikian rupa, agar terlihat lebih simpatik. Bahkan sebenarnya betapa kasihan mereka tentang hal ini. Tingkah polah mereka semakin membuktikan kekurangan akal pada diri mereka. Apakah sudah sampai pada mereka bahwa bila seorang lelaki khawatir tidak dapat berlaku adil dalam berpoligami, maka dituntunkan kepadanya untuk hanya menikahi satu wanita. Dan ini termasuk pemuliaan pada wanita di mana pemenuhan haknya dan keadilan suami terhadapnya diperhatikan oleh Islam, seperti Allah firmankan di dalam Al Quran,

“Namun bila kalian khawatir tidak dapat berbuat adil maka nikahilah satu wanita saja.” (QS. An Nisa: 3)

Begitu di muliakannya wanita dalam islam, bahkan para suami, yaitu manusia yang paling berhak atas istri- istri mereka, tetap diperintahkan oleh Allah untuk tidak boleh berbuat sewenang- wenang kepada istri mereka.

“Dan bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para istri) secara patut.” (An-Nisa`: 19)

Hal tersebut tetap berlaku walaupun sang suami dalam keadaan tidak menyukai istrinya. Seperti firman Allah berikut ini

“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa`: 19)

Dan Memanglah,  kasih sayang islam begitu sangat melingkupi kaum yang memang diciptakan Allah lebih lemah dari pada laki- laki ini. Maka dari itu, ketika wanita menerima warisan, memanglah wanita mendapat jatah kurang dari laki- laki. Bukan karena tidak adanya keadilan Allah disana, tapi sungguh harta yang jumlahnya kurang dari para laki- laki itu hanya menjadi milik pribadinya dan para wanita tidak perlu menyerahkannya suaminya. Sedangkan saat para lelaki atau suami menerima warisan, maka sudah menjadi kewajiban laki- laki itu untuk menggunakan hartanya demi kebutuhan seluruh keluarga, anak- anak dan istrinya.
Dalam lemahnya fisik dan kurangnya Akal karena lebih di dominasi perasaanya, wanita memang haruslah tetap melalui sebuah fase perjuangan terbesar yang membuatnya harus bersusah payah. Ya, selama mereka mengandung dan melahirkan anak, adalah perjuangan yang begitu sangat menguras waktu emosi, pikiran, tenaga dll.  Tetapi Kasih sayang Allah memang tiada batas. Ketika para wanita hamil, setiap saat mereka akan didoakan oleh segala makhluk, malaikat dan seluruh makhluk Allah di mukabumi ini, dan ketika kematian ternyata datang atas mereka saat melahirkan, maka syahid akan Insyaallah akan di raihnya.
Dari Jâbir ibn ‘Atîk, Rasulullah saw. bersabda: "Mati syahîd ada tujuh, selain mati terbunuh dalam perang fîsabilillah, yaitu: (1) mati karena penyakit thâ‘ûn (semacam penyakit kelenjar), (2) mati karena tenggelam ,(3) mati karena penyakit lambung ,(4) mati karena sakit perut, (5) mati karena terbakar, (6) mati karena tertimpa reruntuhan, dan (7) perempuan yang mati karena hamil/melahirkan."
Pahala mati syahîd layak diberikan kepada ibu hamil/melahirkan dan meninggal, karena proses melahirkan adalah proses mengadu nyawa dan sama dengan perang membela agama Allah. Selain itu, kaum wanita berperan besar dalam pengembangbiakan keturunan. Dengan bersedianya seorang wanita untuk hamil, berarti ia telah mengemban amanat dan mewujudkan proses penyempurnaan sifat kefeminimannya.
Tidak itu saja, keistimewaan seorang wanita adalah ketika mereka diperbolehkan untuk memasuki pintu Syurga melalui mana pintu manapun yang disukainya. Dan untuk semua itu, para wanita cukuplah melalui 4 syarat saja : Sholat 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, taat suaminya dan menjaga kehormatannya.

"Apabila seorang isteri telah mendirikan sholat lima waktu dan berpuasa bulan Ramadhan dan memelihara kehormatannya dan mentaati suaminya, maka diucapkan kepadanya: Masuklah Surga dari pintu surga mana saja yang kamu kehendaki."
(Riwayat Ahmad dan Thabrani)

Maka sudah selayaknya, para pemilik mulut lancang yang tanpa ilmu mendengungkan topeng “kemerdekaan” bagi kaum wanita itu, menginsyafkan perbuatan mereka karena telah habis- habisan menyalakan propaganda untuk membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar, sehingga wanita banyak yang terjerumus sebagai korban dari rencana mereka, dan kemudian membenci aturan islam.  Mereka yang tiada segan menfitnah agama mulia ini dengan dalih memerdekakan muslimah dari belenggu. Entah belenggu semacam apa yang mereka maksud, namun satu yang pasti bahwa kedengkian mereka atas islam, adalah sudah menjadi sebuah kepastian.

Sungguh, bahkan cara Islam memuliakan wanita itu lebih dari sekedar benar- benar tampak bagi logika waras manusia. Lalu satu pertanyaan pun akhirnya muncul bagi kita para wanita, “maka nikmat Rabb kamu manakah yang kamu dustakan?” (QS Ar-Rahman: 13)

Berprasangka Baik ( Husnudzan) Kepada Allah



Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ang diutus sebagai ramhat bagi semesta dalam, juga kepada keluarga dan para sahabatnya.
Husnudzan kepada Allah Ta'ala merupakan ibadah hati yang paling jelas. Namun ini tidak dipahami oleh kebanyakan orang. Karena itu kami berusaha menjelaskan keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah tentang ibadah ini dengan memberikan penjelasan dari para salaf, baik dalam bentuk perkataan maupun prakteknya.
Husnudzan (berperasangkan baik) kepada Allah adalah meyakini Asma', sifat serta perbuatan Allah yang layak bagi-Nya. Sebuah keyakinan yang menuntut pengaruh yang  nyata. Misalnya, meyakini bahwa Allah merahmati semua hamba-Nya dan memaafkan mereka jika mereka bertaubat dan kembali kepada-Nya. Allah akan menerima amal ketaatan dan ibadah mereka. Serta meyakini, Allah mempunyai hikmah yang sempurna dalam setiap yang Dia takdirkan dan tentukan.
Sedangkan siapa yang menyangka, husnudzan kepada Allah Ta'ala tidak disertai amal apapun, maka ia salah besar dan tidak memahami ibadah agung ini sesuai dengan pemahaman yang benar. Sesungguhnya husnudzan tidak tegak dengan meninggalkan kewajiban-kewajiban dan menjalankan kemaksiatan-kemaksiatan. Maka siapa yang berperasangka baik kepada Allah semacam itu, ia telah tertipu, berharap yang salah, berpaham murji'ah yang tercela, serta merasa amal dari siksa Allah. Semua ini tercela dan membinasakan dirinya sendiri.

Ibnul Qayyim berkata,

وقد تبين الفرق بين حسن الظن والغرور ، وأن حسن الظن إن حمَل على العمل وحث عليه وساعده وساق إليه : فهو صحيح ، وإن دعا إلى البطالة والانهماك في المعاصي : فهو غرور ، وحسن الظن هو الرجاء ، فمن كان رجاؤه جاذباً له على الطاعة زاجراً له عن المعصية : فهو رجاء صحيح ، ومن كانت بطالته رجاء ورجاؤه بطالة وتفريطاً : فهو المغرور
"Telah nampak jelas perbedaan antara husnudzan dengan ghurur (tipuan). Adapun Husnuzan, jika ia mengajak dan mendorong beramal, membantu dan membuat rindu padanya: maka ia benar. Jika mengajak malas dan berkubang dengan maksiat: maka ia ghurur (tipuan). Husnuzan adalah raja' (pengharapan). Siapa yang pengharapannya mendorongnya untuk taat dan menjauhkannya dari maksiat: maka ia pengharapan yang benar. Sedangkan siapa yang kemalasannya adalah raja' dan meremehkan perintah: maka ia tertipu." (Al-Jawab al-Kaafi: 24)

Syaikh Shalih al-Fauzan berkata, "Berhusnuzan kepada Allah harus disertai dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat. Jika tidak, ia termasuk merasa aman dari siksa Allah. Oleh sebab itu, behusnudzan kepada Allah harus disertai melaksanakan sebab-sebab kebaikan yang jelas dan mejauhi semua sebab yang menghantarkan kepada keburukan: Ini merupakan pengharapan yang terpuji. Adapun husnudzan kepada Allah dengan meninggalkan kewajiban dan menerjang keharaman: maka ia pengharapan yang tercela, itu termasuk bentuk merasa aman dari adzab Allah." (Al-Muntaqa' min Fatawa Al-Syaikh al-fauzan: 2/269)

Meningkatkan Husnudzan

Seorang muslim hendaknya senantiasa berhusnudzan kepada Tuhan-Nya. Ini harus lebih meningkat  dalam dua keadaan:

Pertama, 

saat dia menjalankan ketaatan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: Allah Ta'ala berfirman,

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ في نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
"Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku akan bersamanya selama ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang maka Aku akan mengingatnya dalam sekumpulan yang lebih baik dan lebih bagus darinya. Jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekat kepada-Nya satu hasta, jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta maka Aku akan mendekat kepadanya satu depa, dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, husnudzan kepada Allah memiliki hubungan kuat dengan amal shalih. Karena sesudahnya disebutkan anjuran untuk berdzikir dan mendekatkan diri dengan amal ketaatan kepada-Nya 'Azza wa Jalla. Maka siapa yang berprasangka baik kepada Allah pasti ia terdorong untuk berbuat baik.

Al-Hasan al-Bashri berkata,

المؤمن أحسنَ الظنّ بربّه فأحسن العملَ ، وإنّ الفاجر أساءَ الظنّ بربّه فأساءَ العمل
"Sesungguhnya seorang mukmin selalu berhusnudzan kepada Tuhannya lalu ia memperbagus amalnya. Dan sesungguhnya seorang pendosa berpesangka buruk kepada Tuhannya sehingga ia berbuat yang buruk." (Diriwayatkan Imam Ahmad dalam al-Zuhd, hal. 402)

Kemudian Ibnul Qayyim menjelaskan, siapa yang memperhatikan persoalan ni dengan benar akan tahu, husnudzan kepada Allah adalah baiknya amal itu sendiri. Karena seorang hamba terdorong menjalankan amal baik karena ia berperasangka bahwa Tuhan-nya akan memberi balasan dan pahala atas semua amal-amal baiknya, serta menerimanya. Husnuzan-lah yang mendorongnya beramal shalih. Maka jika prasangkanya baik, baik pula amalnya. Jika tidak, husnudzan bersamaan dengan mengikuti hawa nafsu adalah kelemahan.
Ringkasnya, husnudzan pasti disertai dengan menjalankan sebab-sebab menuju keselamatan. Sebaliknya, jika menjalankan sebab-sebab kehancuran, pasti ia tidak berperasangka baik. (Disarikan dari al-Jawab al-Kaafi: 13-15)
Abu al-Abbas al-Qurthubi rahimahullah berkata, dikatakan, maknanya: berperasangka (yakin) dikabulkan doa saat berdoa, diterima saat bertaubat, diampuni saat istighfar, dan berperasangka akan diterima amal-amal saat menjalankannya sesuai dengan syarat-syaratnya; ia berpegang teguh dengan Dzat yang janji-Nya benar dan karunia-Nya melimpah. Aku katakan, ini dikuatkan oleh Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,

ادْعُوا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإجَابَةِ
"Berdoalah kepada Allah sementara kalian yakin diijabahi." (HR. Al-Tirmidi dengan sanad shahih). 

Bagi orang bertaubat dan beristighfar, juga orang yang beramal agar bersungguh-sungguh dalam menjalankan niatan baiknya itu dengan disetai keyakinan bahwa Allah Ta'ala akan menerima amalnya dan mengampuni dosanya. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berjanji akan menerima taubat yang jujur dan amal-amal yang shalih. Seandainya ia menjalankan amal-amal tersebut dengan keyakinan atau prasangka bahwa Allah tidak akan menerimanya dan amal-amal tersebut tak memberikan manfaat baginya, itu namanya putus asa dari rahmat Allah. Sedangkan berputus asa dari rahmat Allah termasuk dosa besar. Siapa meninggal di atasnya, baginya apa yang diperasangkakannya. Adapun merasa mendapat ampunan dan rahmat dengan mengerjakan maksiat-maksiat: itu adalah kejahilan dan tertipu. Mereka itulah yang akan masuk dalam jeratan paham murji-ah.

Kedua, 

saat tertimpa musibah dan menghadapi kematian. Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda tiga hari menjelang wafatnya,

لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللهِ الظَّنَّ
"Janganlah salah seorang kalian meninggal kecuali ia berhusnuzan kepada Allah." (HR. Muslim)

Dalam kitab Al-Mausu'ah al-Fiqhiyah (10/220) disebutkan, wajib atas seorang mukmin berperasangka baik kepada Allah Ta'ala. Tempat yang lebih banyak diwajibkan berhusnzan kepada Allah: Saat tertimpa musibah dan saat kematian. Dianjurkan berhusnudzan kepada Allah Ta'ala bagi orang yang menghadapi kematian. Terus memperbagus perasangka kepada Allah dan meningkatkannya walaupun itu terasa berat saat menghadapi kematian dan sakit. Karena seharusnya seorang mukallaf senantiasa husnudzan kepada Allah.
Dari penjelasan di atas, husnuzan kepada Allah tidak terjadi dengan meninggalkan perkara wajib dan mengerjakan kemaksiatan. Siapa yang meyakini hal itu bermanfaat baginya maka ia tidak menetapkan sebagian dari nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan Allah yang layak dan sesuai bagi-Nya. Sungguh ia telah mengelincirkan dirinya pada keburukan dan perangkap syetan. Sementara orang-orang beriman, secara bersamaan memperbagus amalnya dan memperbagus perasangkanya kepada Allah bahwa Dia akan menerima amal-amal shalihnya. Dan saat menghadapi kematian, mereka berperasangka baik kepada Allah bahwa Dia memaafkan kesalahan dan mengampuni dosa-dosanya serta merahmatinya. Diharapkan, Allah mewujudkan perangka baiknya tersebut kepada mereka sebagaimana yang sudah dijanjikan oleh-Nya.

Hukum Bagi Paranormal atau Dukun



Hukum bagi Paranormal

Paranormal yang mempraktekkan jasa perdukunan, ramalan, dan sihir seperti pelet, santet dan lainnya berada dalam bahaya yang besar. Akidahnya terancam batal karena terlibat kesyirikan dan kekufuran dalam prakteknya tersebut.
Kesyirikannya, karena menggunakan jasa syetan dalam pekerjaannya tersebut dan biasanya syetan memberikan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi supaya dia mau mengabulkan permintaannya. Persembahan-persembahan untuk menuruti syarat yang diberikan oleh syetan tersebut merupakan bentuk beribadahan kepada selain Allah. Ini masuk wilayah syirik.
Sedangkan pengakuan mengetahui atau bisa menerawang kejadian yang akan datang merupakan bentuk kekufuran. Karena Al-Qur’an telah mengabarkan bahwa Allah semata yang mengetahui perkara ghaib,

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
“Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah".” (QS. Al-Naml: 65)

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhuul Mahfuz).” (QS. Al-An’am: 59)


إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنزلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman: 34)

Sedangkan praktek sihir yang juga menjadi bagian pekerjaan para aktifis dunia mistik ini, dalam bentuk santet atau pelet, berimplikasi batalnya iman. Menurut mayoritas ulama, seperti Imam Ahmad, Malik, dan Abu Hanifah bahwa tukang sihir telah kafir. Yaitu sihir yang didalamnya terdapat pengagungan kepada selain Allah seperti kepada bintang-bintang, Jin, dan lainnya. Sedangkan sihir yang menggunakan obat-obatan, minyak, asap, tipuan dan semisalnya, tidak menjadikannya kafir. Namun tetap haram, dan dosanya sangat besar.

Penutup
Kami berpesan kepada masyarakat muslim Indonesia untuk berhati-hati dengan film '13 Cara Memanggil Setan' garapan  Paranormal Ki Kusumo. Di dalamnya banyak tuntunan yang membahayakan akidah. Seyogyanya para ulama menjelaskan tentang bahaya yang akan ditimbulkan dari film ini kalau cara-cara memanggil syetan ditiru oleh generasi muda.
Penjelasan kedudukan paranormal dalam Islam juga menjadi suatu yang sangat penting. Jangan sampai sosok yang terlibat dengan kesyirikan dan kekufuran menjadi idola anak bangsa. Sehingga dikhawatirkan praktek-praktek yang diharamkan Islam menjadi kebanggaan, dilestarikan, dan dianggap tidak membahayakan.
Semoga Allah menyelamatkan dari berbagai fitnah akidah dan iman. Semakin hari kita rasakan ujian keimanan semakin besar dan beragam. Hanya dengan pertolongan-Nya kita bisa selamat dari berbagai fitnah yang membahayakan. Dan segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Wallahu a’lam…

Hukum Mendatangi dan Memanfaatkan Jasa Paranormal




Kekafiran dukun dan tukang ramal:
- Meminta bantuan jin dengan melaksanakan syarat dan tuntutan yang diajukannya untuk mau membantu.
- Mengaku mengetahui/bisa menyingkap ilmu ghaib yang menjadi hak Allah semata.

Hukum mendatangi dukun dan tukang ramal

Sesungguhnya mendatangi dukun dan tukang ramal untuk menanyakan sesuatu kepadanya berkaitan dengan sakit, nasib masa depan, atau untuk mengabarkan sesuatu yang ghaib seperti barang hilang, dan yang semisalnya tidak diperbolehkan dalam Islam. Hukumnya haram. Apalagi kalau sampai meyakini dan membenarkan apa yang mereka katakan. Karena sesuatu yang mereka katakan mengenai hal-hal yang ghaib itu hanya didasarkan atas perkiraan belaka, atau dengan cara mendatangkan jin, dan meminta tolong kepada jin-jin itu tentang sesuatu yang mereka inginkan. Dengan cara demikian dukun-dukun tersebut telah melakukan perbuatan kufur dan kesesatan.

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
Barang siapa mendatangi tukang ramal dan menanyakan sesuatu kepadanya, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari,

مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Barang siapa mendatangi dukun atau rukang ramal, lalu membenarkan apa yang ia katakana, maka sungguh dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.” (HR. Ahlussunan yang empat dan dishahihkan oleh Al-Hakim sesuai dengan syarat Bukhari – Muslim)

Dari Imran bin Hushain radhiyallaahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Bukan dari golongan kami orang yang meramal nasib dan yang minta diramalkan, orang yang melakukan praktek perdukunan dan yang memanfaatkan jasa perdukunan, yang melakukan praktek sihir (tenung) atau yang memanfaatkan jasa sihir (minta ditenungkan). Dan barangsiapa mendatangi dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir pada apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.” (HR. Al-Bazzar dengan sanad Jayyid).

Dari beberapa hadits di atas, dapat dipahami secara jelas haramnya mendatangi dukun dan tukang ramal, menanyakan dan meyakini/membenarkan apa yang disampaikannya. Hanya saja kalau sebatas mendatangi dan menanyakan, maka hukumannya adalah tidak diterima shalat selama empat puluh hari empat puluh malam. Kecuali kedatangannya tadi dengan tujuan untuk menguji atau untuk menunjukkan kelemahan dan kedustaan dukun dan tukang ramal. Kalau seperti ini dibolehkan, bahkan dianjurkan.
Hukuman berat tersebut dijatuhkan karena dalam tindakannya tersebur menimbulkan kerusakan yang besar. Dukun dan tukang ramal semakin termotifasi dan percaya diri. Sedangkan orang awam akan tertipu dengan kedatangannya tersebut, seolah-olah hal tersebut legal dan halal karena orang yang shalih juga mendatanginya. Selain itu, mereka akan penasaran dan terdorong untuk memanfaatkan jasa dukun dan tukang ramal tersebut karena banyaknya orang yang datang. Selain itu, perbuatan tersebut menunjukkan keridhaannya terhadap sesuatu yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.   
Sedangkan bagi yang sampai meyakini dan membenarkan para dukun dan tukang ramal, lalu melaksanakan titah dan anjuran mereka, maka ia telah kufur terhadap Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an mengabarkan bahwa tidak ada yang mengetahui perihal ilmu keghaiban kecuali Allah Ta’ala,

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
“Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah".” (QS. Al-Naml: 65)

Syaikh Utaimin rahimahullaah berkata dalam al-Qaul al-Mufid: 1/335, bahwa dalam ayat tersebut terdapat nafyun (peniadaan) dan itsbat (penetapan). Peniadaan orang yang mengetahui ilmu ghaib. Dan penetapan bahwa yang mengetahuinya hanya Allah semata. Maka orang yang membenarkan dukun dan tukang ramal dalam kabar ghaib yang disampaikannya padahal dia tahu hanya Allah semata yang mengetahui perihal ilmu ghaib, maka sungguh dia telah melakukan kufur besar yang mengeluarkannya dari Islam. Dan apabila dia jahil tidak meyakini bahwa di dalam Al-Qur’an tedapat kebohongan, maka dia telah kufrun duna kufrin (kufur yang tidak mengeluarkan dari Islam.

Fatwa Syaikh Ibnu Bazz

Memperkuat bahasan di atas kami sertakan fatwa seorang ulama besar kerajaan Saudi Arabia, syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz. Beliau pernah ditanya tentang mendatangi dukun dan tukang ramal (peramal), bertanya dan berobat kepada mereka.
Beliau menjawab, “Tidak boleh mendatangi dukun, tukang ramal, tukang sihir, ahli nujum dan yang semisal mereka. Tidak boleh pula bertanya kepada mereka dan membenarkan ucapan mereka. Berobat kepada mereka juga tidak boleh walaupun menggunakan minyak dan selainnya. Karena Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam telah melarang mendatangi, bertanya, dan membenarkan mereka. Sebabnya, karena mereka mengaku mengetahui ilmu ghaib, membohongi manusia, dan mengajak mereka untuk menyimpang dari akidah yang benar.
Terdapat kabar yang shahih dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:

 “Siapa yang mendatangi tukang ramal, lalu bertanya sesuatu kepadanya maka tidak akan diterima shalatnya selama 40 malam.” (HR. Muslim dalam Shahihnya)

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam besabda,

مَنْ أَتَى عَرَّافاً أَوْ كَاهِناً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barang siapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun kemudian membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap yang diturunkan kepada  Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.” (HR. Ahlussunan dan dishahihkan oleh Al-Hakim)
Dan juga bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Bukan dari golongan kami orang yang meramal nasib dan yang minta diramalkan, orang yang melakukan praktek perdukunan dan yang memanfaatkan jasa perdukunan . . . ” (HR. Bazzar dengan sanad Jayyid dari Imran bin Hushain) 

Hadits-hadits yang semakna dalam masalah ini sangat banyak.
Dan al-hamdulillah, sesungguhnya berobat dengan sesuatu yang dibolehkan oleh Allah berupa ruqyah dan berobat-berobat yang dibolehkan kepada orang yang dikenal memiliki akidah dan akhlak yang baik sudah cukup banyak.” (Dinukil dari majalah al-Dakwah, edisi 1498, tanggal 8/2/ 1426 H.)
Mendatangi dukun:
* Hanya iseng bertanya: tidak diterima shalatnya selama 40 hari/malam
* Bertanya dan meyakini/membenarkan perkataannya: kafir terhadap Al-qur'an, keluar dari Islam

Penutup

Semoga bahasan singkat ini menyadarkan umat Islam yang tertipu dengan penampilan dan aksi-aksi para dukun dan tukang ramal. Mengembalikan mereka ke dalam kebenaran. Mencari jalan keluar dari persoalan yang dihadapi dengan sarana yang dihalalkan dan diperbolehkan.
Kepada para penguasa dan mereka yang mempunyai pengaruh di negerinya masing-masing, wajib bagi mereka mencegah segala bentuk praktek tukang ramal, dukun, dan sebangsanya, dan melarang orang-orang mendatangi mereka. Kepada yang berwenang supaya melarang mereka melakukan praktek di pasar-pasar atau di tempat-tempat lainnya dan secara tegas menolak segala yang mereka lakukan.
Dan hendaknya umat Islam tidak tertipu dengan pengakuan segelintir manusia bahwa apa yang diramalkannya benar terjadi. Karena orang–orang tersebut tidak mengetahui tentang perkara yang dilakukan oleh dukun-dukun tersebut. Bahkan kebanyakan mereka adalah orang-orang awam yang tidak mengerti hukum, dan larangan terhadap perbuatan yang mereka lakukan. Wallahu Ta’ala a’lam. 



Voaislam

Dalil Menabur Bunga Saat Ziarah

Praktek yang sering dilakukan oleh masyarakat sering tidak ada penjelasan syar`inya, sehingga sebaiknya kita tidak terlalu mudah melakukan sesuatu yang kita tidak punya dalil atau ilmu pengetahuan tentang hal itu.

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS Al-Isra`:36).

Yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap orang yang telah dikubur adalah memberi salam dan mendoakan ahli kubur. Tentu saja hal itu dilakukan pada kuburan muslim.
Dari Utsman bahwa Nabi SAW bila selesai menguburkan mayat, beliau berdiri dan berkata, “Mintakan ampun untuk saudaramu ini dan doakanlah. Karena sekarang ini dia sedang ditanya (oleh malaikat).” (HR Abu Daud dan Hakim)

Sedangkan yang berkaitan dengan menanam pohon di atas kuburan, memang ada hadits yang menceritakan hal itu, meski para ulama berbeda pendapat tentang masyru`iyahnya.
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW melewati dua kuburan dan berkata, “Kedua orang ini disiksa, namun bukan karena dosa besar. Yang satu ini karena tidak sempurna dalam istinja` (cebok) dan yang satu lagi karena menyebar namimah (adu domba).” Kemudian beliau meminta ranting pohon dan dipatahkan jadi dua lalu ditancapkan di masing-masing kuburan. Lalu beliau berkata, “Semoga ini bisa mengurangi penderitaan mereka selama belum kering.”

Sebagian mengatakan bahwa menanamkan pohon itu bukan termasuk masyru` (bagian dari syariat), karena sekedar tabarruk saja. Selain itu ternyata kejadian ini hanya sekali saja dan tidak pernah diriwayatkan bahwa makam para shahabat nabi selalu ditanami pohon.
Sedangkan menaburkan bunga dan menyiram air di kuburan bukanlah hal yang disyariatkan dalam Islam. Meski memang tidak ada dalil yang secara langsung untuk mengharamkannya. Perkara itu menurut sebagian orang hanya sekedar adat istiadat, yang tidak jelas asal usulnya. Namun tidak sampai kepada perbuatan haram.
Sebagian kalangan ulama lainnya berpendapat agak berbeda. Dalam pandangan mereka, apabila tidak ada perintahnya, maka hukumnya terlarang alias haram. Termasuk salah satunya menaburkan bunga di atas kuburan. Karena tidak ada tuntunannya dari Rasulullah SAW, sedangkan dari adat istiadat juga tidak ada nilai rujukannya.
Dan kalau kita perhatikan praktek kebanyaka umat Islam, apalagi menjelang datangnya bulan Ramadhan, banyak yang datang ke kubur. Bukan ziarah yang syar’iyah, malah melakukan banyak bid’ah.
Di antaranya untuk shalat di kuburan atau menghadap ke kuburan, bahkan ada yang berputar (thawaf) mengelilingi kuburan itu.
Sebagian lainnya ada datang jauh-jauh dari pelosok desa sekedar mencium dan mengusap-usapnya, mengambil sebagian dari tanah atau batunya untuk tabaruk.
Yang lainnya datang untuk memohon kepada penghuni kubur agar dapat memberi pertolongan, kelancaran rizki, kesehatan, keturunan atau agar dapat melunasi hutang dan terbebas dari segala petaka dan marabahaya.
Cukup sedih kita kalau melihat umat kita ini masih saja melakukan hal-hal seperti itu. Sayangnya, mereka melakukannya dengan sepenuh keyakinan, entah datang dari mana keyakinan itu. Yang jelas, begitu banyak kuburan dan makam keramat ramai dikunjungi khalayak terutama menjelang datangnya Ramadhan.
Wallahu a`lam bish-shawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wa barakatuh.