رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ


"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."

Selasa, 15 Desember 2015

Makan Dan Minum Dengan Tangan Kiri Adalah Cara Makan Dan Minum Syetan

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Di antara petunjuk Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan adab makan-minum dalam Islam adalah makan dan minum dengan tangan kanan. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah menasihatkan kepada Umar bin Abi Salamah soal makan,

يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

"Wahai anakku, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang berada di dekatmu." (HR Bukhari dan Muslim)

Imam al-Shon’ani dalam Subulus Salam menjelaskan, dalam hadits tersebut terdapat dalil wajibnya makan dengan tangan kanan karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkannya. Dan minum masuk dalam hukum yang sama berdasarkan qiyas.

Wajibnya makan dengan tangan kanan dikuatkan hadits lain yang menerangkan bahwa Syetan makan dan minum dengan tangan kirinya.

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

إذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ

“Apabila salah seorang kalian makan hendaknya makan dengan tangan kanannya. Dan apabila minum, hendaknya minum dengan tangan kanannya. Karena syetan makan dan minum dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim)

Hadits ini sangat jelas menunjukkan haramnya makan dan minum tangan kiri, karena itu bagian dari perbuatan syetan dan kebiasaannya saat makan. Sedangkan setiap muslim diwajibkan menjauhi jalan hidup orang fasik, apalagi syetan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)

Syaikh Utsaimin berkata,

إن الشيطان يفرح إذا أكلت بيسارك؛ لأنك تكون متبعاً له مخالفاً للرسول صلى الله عليه وسلم. المسألة ليست هينة

“Sesungguhnya syetan gembira apabila kamu makan dengan tangan kirimu, karena engkau mengikuti syetan dan menyalahi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Masalah ini bukan persoalan remeh!” (Dinukil dari Situs Al-Islam Al-‘Atiq, di http://islamancient.com, berjudul: Tahrim al-Akli bi al-Yad al-Yusro Illa Li’Udzrin)

Beliau menambahkan, “Apabila kamu makan dengan tangan kirimu atau kamu minum dengan tangan kirimu, syetan sangat senang sekali karena itu termasuk perbuatannya. Dia senang, karena kamu mencocoki perbuatan syetan dan menyelisihi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam sabda dan amal beliau.”

Haramnya makan dan minum dengan tangan kiri dikuatkan dengan marahnya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam terhadap seseorang yang ngeyel tetap makan dengan tangan kirinya.

Dari Abu Muslim dikatakan Abu Iyas Salamah bin Umar Al Akwa' Radhiyallahu 'Anhu,

أَنَّ رَجُلاً أَكَلَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِشِمَالِهِ فَقَالَ :كُلْ بِيَمِينِكَ  قَالَ لاَ أَسْتَطِيعُ قَالَ: لاَ اسْتَطَعْتَ. مَا مَنَعَهُ إِلاَّ الْكِبْرُ. قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ

“Ada seorang laki-laki makan di samping Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan tangan kirinya. Lalu Rasulullah bersabda, ‘Makanlah dengan tangan kananmu!’ Dia malah menjawab, ‘Aku tidak bisa.’ Beliau bersabda, ‘Benarkah kamu tidak bisa?’ -dia menolaknya karena sombong-. Setelah itu di tidak bisa mengangkat tangannya ke mulutnya.” (HR. Muslim)

Penutup

Makan dan minum dengan tangan kanan dalah sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Sedangkan makan dan minum dengan tangan kiri merupakan kebiasaan syetan. Seorang muslim pastinya lebih memilih mengikuti sunnah Nabinya dan mengambil petunjuk-petunjuknya dalam masalah makan dan minum; daripada meniru cara syetan dan mengikuti kebiasaan-kebiasaannya.

Memang benar, di sana ada yang hanya memakruhkan makan atau minum dengan tangan kiri. Tapi dalil yang disebutkan sangat jelas menunjukkan haramnya. Apalagi tidak sedikit ulama yang berkesimpulan akan haramnya hal ini.

Kami tutup dengan perkataan Syaikh Utsaimin, “Atas dasar ini, kami katakan, diharamkan bagi seseorang makan atau minum dengan tangan kirinya.” Tentunya, dikecualikan dalam kondisi dharurah, seperti tangan kanan sedang sakit dan tidak bisa digunakan. Wallahu A’lam.

VOA-Islam

Zakat Fitrah Tidak Boleh Diberikan Kepada Orang Tua Sendiri

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Maksud ‘tidak boleh memberikan zakat fitrah ke orang tua sendiri’ adalah menunaikan zakat fitrah untuk dirinya dan atau anak istrinya untuk diserahkan ke orang tuanya sendiri. Ini tidak boleh. Karena kedua orang tuanya adalah orang yang wajib ia tanggung kebutuhan nafkahnya.

Para ulama sepakat, seseorang tidak dibolehkan menyerahkan zakat baik mal atau fitrah ke orang yang menjadi tanggungan nafkahnya; seperti anak dan kedua orang tuanya. Mereka berhak tercukupi dari harta yang dimiliki orang tadi. Jika ia memberikan zakat hartanya kepada mereka maka dengan sendirinya jatah nafkah untuk mereka gugur. Secara tidak langsung ia memberikan zakat hartanya untuk dirinya sendiri. [Baca: Zakat Fitrah Diberikan Kepada Paman?]

Imam Malik menjawab pertanyaan orang yang tidak boleh diberikan zakat kepadanya: Janganlah engkau berikan zakat itu kepada kerabatmu yang wajib engkau nafkahi. (Al-Mudawwanah: I/344)

Imam Syafi’i di AL-Umm (II/87) berkata,

ولا يعطي ( يعني من زكاة ماله ) أبا ولا أما ولا جدا ولا جدة

“Dan janganlah ia memberikan (yakni dari zakat hartanya) kepada ayah, ibu, kakek dan nenek.”

Ibnu Qudamah di Al-Mughni (II/509) berkata, “tidak boleh memberikan shodaqoh yang wajib kepada kedua orang tuanya dan jalur ke atasnya (yakni kakek dan nenek), tidak boleh pula kepada anak dan jalur ke bawahnya (yakni cucu).”

Ibnu Qudamah berkata, "Ibnul Munzir berkata: para ulama sepakat bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada kedua orang tua yang dalam satu waktu nafkah keduanya wajib ditunaikan olehnya. Juga karena zakatnya untuk mereka akan menghilangkan kewajiban nafkah dirinya dan menggugurkan darinya lalu manfaatnya akan kembali kepada dirinya sendiri. Seolah-olah ia memberikan zakat itu kepada dirinya sendiri, karenanya ini tidak boleh. Sebagaimana juga kalau ia membayar hutang dengan zakat tadi."

Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah ditanya tentang hukum memberikan zakat fitrah kepada kerabat dekat yang miskin. Beliau menjawab,

“Boleh memberikan zakat fitrah dan zakat mal kepada kerabat dekat yang miskin. Bahkan memberikannya kepada kerabat dekat lebih utama daripada memberikannya kepada kerabat jauh. Karena memberikannya kepada kerabat dekat terhitung sebagai shodaqoh dan menyambung kekerabatan (shilaturrahim). Tapi dengan syarat, memberikan itu kepadanya bukan sebagai tindakan mengamankan hartanya, yaitu jika faqir ini adalah orang yang wajib ia nafkahi –yakni atas orang kaya-. Jika kondisinya seperti ini maka tidak boleh menunaikan kewajibannya dari harta zakatnya. Jika ia lakukan itu, sungguh ia telah mengeluarkan harta zakat yang manfaatnya kembali ke dirinya sendiri. Ini tidak boleh dan tidak halal. Apabila kerabat miskin tadi bukan orang yang wajib ia tanggung nafkahnya, maka ia boleh memberikan zakatnya kepada kerabat miskin tadi. Bahkan memberikan zakat kepadanya lebih utama dari menyerahkannya kepada kerabat jauh. Ini berdasarkan kepada sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, “Shodaqohmu kepada kerabat dekatmu adalah shodaqoh dan silaturrahim”.”

Kesimpulan, seseorang tidak boleh menyerahkan zakat fitahnya kepada orang tua kandungnya sendiri karena mereka adalah orang yang wajib ia cukupkan nafkahnya. Ini juga berlaku kepada orang-orang yang menjadi tanggungan dirinya dalam urusan nafkah. Wallahu A’lam.

VOA-Islam

3 Perkara Untuk Mendapatkan Keampuhan Doa










Pada dasarnya, doa-doa yang disyariatkan dalam Al-Qur'an maupun Sunnah sangat mujarab dan
penuh manfaat. Khasiat yang disebutkan di dalamnya benar-benar ada. Baik doa tersebut berisi permintaan kebaikan atau perlindungan dari keburukan.

Misalnya doa saat sinnggah di sebuah tempat dalam hadits dari Khaulah binti Hakim al-Salamiyah Radhiyallahu 'Anha berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:


مَنْ نَزَلَ مَنْزِلًا ثُمَّ قَالَ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ

"Siapa yang singgah di suatu tempat, lalu ia membaca: A'udzu Bikalimaatillaahit Taammaati min Syarri Maa Khalaq (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakan-Nya) maka tak ada sesuatupun yang membahayakannya sehingga ia beranjak dari tempatnya tersebut." (HR. Muslim)

Siapa yang membaca doa ini dengan benar, maka ia akan terlindungi dari berbagai gangguan, keburukan, dan kejahatan (seperti sakit atau pengaruh buruk) yang ditimbulkan oleh makhluk yang memiliki keburukan dan potensi jahat, seperti jin, manusia, dan selainnya, baik yang nampak atau tersembunyi sehingga ia meninggalkan termpat tersebut. Seperti sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Maka tak ada sesuatupun yang membahayakannya sehingga ia beranjak dari tempatnya tersebut."

Imam al-Qurthubi telah memberikan kesaksian atas doa ini. Beliau telah membuktikannya dan biasa mempraktekkannya, sehingga pada suatu malam beliau lupa membacanya saat memasuki rumahnya sehingga beliau tersengat kalajengking. Lalu beliau berkata, "Maka aku berpikir (merenung), ternyata aku telah lupa berta'awudz (berlindung) dengan kalimat-kalimat tersebut."

Namun terkadang seseorang yang sudah membacanya namun masih juga tersengat binatang, diganggu jin, atau kecurian. Apanya yang salah? Apa doanya tidak mujarab? Ataukah yang mengabarkan berdusta?

Seorang muslim wajib mengimani, apa yang diberitakan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah benar, dan apa yang beliau perintahkan pasti membawa manfaat. Beliau tidak berdusta dan tidak mengarang-ngarang sendiri dalam memberikan tuntutan. Semua itu berasal dari wahyu yang beliau terima dari Rabbnya dan Tuhan kita semua.

    . . . doa dan bacaan ta’awudz (perlindungan) itu seperti senjata (pedang). Hebatnya sebuah pedang bukan hanya bergantung kepada ketajamannya saja, tapi juga orang yang menggunakannya. . .

Ibnul Qayyim dalam kitabnya Al-Jawab al-Kaafi Liman Sa-ala ‘An al-Daa’ al-Syaafii, menjelaskan tentang sebab doa itu mujarab. Beliau mengibaratkan doa dan bacaan ta’awudz (perlindungan) itu seperti senjata (pedang). Hebatnya sebuah pedang bukan hanya bergantung kepada ketajamannya saja, tapi juga orang yang menggunakannya. Apabila pedang itu sempurna, tidak ada cacatnya, sementara penggunanya adalah orang yang kuat, serta penghalang-penghalangnya hilang, maka pedang tersebut pasti bisa membinasakan musuh. Namun sebaliknya, jika salah satu dari tiga syarat tadi luput, maka kehebatannya juga berkurang.

Begitu juga doa, jika kalimatnya sendiri tidak benar, atau orang yang berdoa tidak mengabungkan antara hati dan lisannya dalam berdoa, atau di sana ada penghalang dari dikabulkannya doa, maka pasti tidak akan diperoleh manfaat dari doa yang dibaca tersebut.

Misalnya, membacakan surat Al-Fatihah atas orang sakit akan menjadi obat. Namun ada orang yang membacanya, tapi tidak menyembuhkan. Maka itu bukan karena al-Fatihahnya yang tidak mujarab, tapi bisa jadi karena salah membacanya, pembacanya tidak kuat keyakinannya atau adanya mawani' antara sebab dan pengaruhnya.

Misal lain, orang yang membaca doa ketika akan berjima' maka syetan tidak akan bisa menimpakan gangguan pada anak tersebut. Namun, ada orang yang sudah membacanya, tapi anaknya tetap diganggu syetan. Maka hal itu bukan karena doanya tidak benar, tapi bisa ada masalah pada diri orang yang berdoa atau adanya mawani' yang menghalangi terkabulnya manfaat.

Maka saat doa tidak dikabulkan, hendaknya ia mengintrospeksi diri dan mencari tahu apa yang menghalangi dari terkabulnya doa perlindungan yang dibacanya tersebut. Mungkin, karena makanan yang tidak halal, banyaknya kemaksiatan yang dikerjakan, atau mungkin masih ada durhaka kepada orang tua. Wallahu Ta'ala A'lam.



VOA-Islam

Wanita Haid, Boleh Berzikir, Berdoa, Dan Membaca Al-Qur'an



Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Wanita haid tidak boleh melaksanakan shalat dan puasa. Bukan berarti ibadah-ibadah lainnya untuk menjaga hubungan dia dengan Rabb-nya juga ditinggalkan. Dia masih disyariatkan berzikir dan berdoa. Bahkan, pendapat lebih shahih, dia masih dibolehkan membaca Al-Qur'an dari hafalannya.

Wanita yang sedang datang bulan hendaknya tetap berzikir dan berdoa, walau sedang berhadats besar. Karena zikir dan doa tidak disyaratkan suci darinya. Supaya dirinya tetap memiliki shilah shalihah (hubungan baik) dengan penciptanya.

Begitu juga, dirinya disyariatkan untuk tetap bertafaqquh fiddin (ngaji), membaca tafsir, mengkaji hadits, dan membaca buku islami.

Sesungguhnya ibadah bukan terbatas pada perkara fardhu saja, tapi juga yang nafilah. Ibadah, seperti yang disebutkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, adalah nama yang mencakup setiap perkara yang dicintai dan diridhai Allah, dari perkataan dan perbuatan yang dhahir maupun batin. Maka apa saja yang dikerjakan orang dari kebaikan; seperti membantu orang susah, silaturahim, belajar dan mengajarkan ilmu termasuk ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Wallahu A’lam.

VOA-Islam


Bertaubat Dan Mohon Ampun, Selama Allah Masih Menutupi Aib Kita




Pada zaman Nabi Musa 'alaihis salam, bani Israel ditimpa musim kemarau yang berkepanjangan.Mereka berkumpul mendatangi Nabi mereka, Musa 'alaihissalam...
Mereka berkata, "Ya NabiyyAllah, berdoalah kepada Rabbmu agar Dia menurunkan hujan kepada kami....!"

Maka berangkatlah Musa 'alaihis salam bersama kaumnya menuju padang yang luas...Waktu itu mereka berjumlah lebih dari 70 ribu orang.Mulailah mereka berdoa dengan keadaan yang lusuh dan kumuh penuh debu, haus, dan lapar...

Nabi Musa berdoa,

إلهي.... أسقنا غيثك... و انشر علينا رحمتك و ارحمنا بالأطفال الرضع... و البهائم الرتع و المشايخ الركع......

"Tuhanku...! Turunkan hujan kepada kami... Tebarkanlah rahmat-Mu kpd kami, kasihilah kami demi anak-anak yang masih menyusui, hewan ternak yang merumput, dan para orang-orang tua yang ruku' kepada-Mu..."

Setelah itu langit tetap saja terang benderang...matahari pun bersinar makin kemilau...
Kemudian Nabi Musa berdoa lagi, "Ilaahi ... asqinaa...."

Allah pun berfirman kepada Musa,

يا موسىأني أكون بغيثكم و فيكم رجل يبارزني بالمعاصي أربعين عاما.. فليخرج حتى أغيثكم

"Wahai Musa...Bagaimana Aku akan menurunkan hujan kepada kalian sedangkan di antara kalian ada seorang hamba yang bermaksiat sejak 40 tahun yang lalu. Umumkanlah di hadapan manusia agar dia berdiri di hadapan kalian semua. Karena dialah, Aku tidak menurunkan hujan untuk kalian..."

Maka Musa pun berteriak di tengah-tengah kaumnya, "Wahai hamba yang bermaksiat kepada Allah sejak 40 tahun… keluarlah ke hadapan kami... karena engkaulah hujan tak kunjung turun..."

Seorang laki-laki melirik ke kanan dan ke kiri...

Maka tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia...

Saat itu pula ia sadar kalau dirinyalah yang dimaksud...

Ia berkata dalam hatinya, "Kalau aku keluar ke hadapan manusia, maka akan terbuka rahasiaku...Kalau aku tidak berterus terang, maka hujan pun tak akan turun..."

Maka hatinya pun gundah gulana...air matanya pun menetes....menyesali perbuatan maksiatnya...Sambil berkata lirih,"Ya Allah...Aku telah bermaksiat kepada-Mu selama 40 tahun...Selama itu pula Engkau menutupi 'aibku. Sungguh sekarang aku bertaubat kepada Mu, maka terimalah taubatku..."

Tak lama setelah pengakuan taubatnya tersebut, maka awan-awan tebal pun bermunculan...Semakin lama semakin tebal menghitam...Dan akhirnya turunlah hujan...

Musa pun keheranan, "Ya Allah, Engkau telah turunkan hujan kepada kami, namun tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia."

Allah berfirman :

يا موسى لقد تاب وتبت عليه,, منعت عنكم الغيث بسببه,, وأمطرتكم بسببه

"Wahai Musa, dia telah bertaubat dan Aku telah menerima taubatnya, karena orang itu lah Aku menahan hujan kpd kalian, dan karena dia pula lah Aku menurunkan hujan..."

Musa berkata :

ربي أرني أنظر إليه,,ربي أرني ذلك الرجل

"Ya Allah...Tunjukkan padaku orang itu... Tunjukkan aku pada orang itu..."

Allah berfirman,

يا موسى.. لقد سترته وهو يعصيني؛أفلا أستره وقد تــاب وعـــاد إلي؟؟

"Wahai Musa, Aku telah menutupi 'aibnya padahal ia bermaksiat kepada-Ku, Apakah sekarang Aku membuka 'aibnya sedangkan ia telah bertaubat dan kembali kepada-Ku...?!"

Subhanallah, sungguh Maha Pengasih Engkau wahai Rabbi....

Kalaulah bukan karena Engkau yang menutupi aib-aib kami...

Tentulah kami akan sangat malu di hadapan para hamba-MU....

Engkau mengetahui dosa-dosa kami ....

Kemalasan kami dalam beribadah,padahal kami dilihat sebagai orang yg berTAQWA
di pandangan para hamba-MU...

Engkau mengetahui kefakiran dan kebutuhan hajat kami, padahal kami dilihat sebagai orang yang KAYA di pandangan para hamba-MU...kami bakhil ya Robby sedikit sekali kami berbagi pada hal itu Rizqi dariMu.

Engkau mengetahui kelemahan dan keluh kesah kami, padahal kami dilihat sebagai orang

KUAT di pandangan para hamba-MU…

Saudaraku seiman....Jika Allah Ta'ala, Tuhan yg mengetahui segala perbendaharaan langit dan bumi saja menutupi segala aib hamba-NYA.

Lalu siapalah kita..?

Dan apa lah kita?

Dimana kita ditempatkn kelak di JANNAH ATAU NERAKA...?

Astaghfirullah...Allahummaghfirlana..sehingga dengan entengnya menyebar luaskan aib dan keburukan saudara kita sendiri tanpa mashlahat...Merasa seakan diri ini lebih suci,lebih alim,lebih hebat,dan lebih ahli dengan menyebar luaskan keburukan saudara kita....Tak sadar bahwa ternyata aib kita sendiri sudah menggunung tak terhingga...

Semoga kisah singkat ini bisa menjadi bahan renungan kita untuk selalu memperbaiki diri,,, SELAGI ALLAH MENUTUPI AIB KITA....Aamiin ya Robbal A'lamiin. 

VOA-Islam

4 Bacaan Dzikir Saat Adzan Berkumandang

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Saat kumandang adzan, kaum muslimin diperintahkan untuk mendengarkannya. Kemudian mengikuti apa yang dibaca muadzin, kecuali pada Hai’alatain (ucapani Hayya ‘Alash Shalah & Hayya ‘Alal Falaah), maka ia mengucapkan Laa Haula wa Laa Quwwata Illaa Billaah.

Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمْ اَلنِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ اَلْمُؤَذِّنُ

“Apabila engkau sekalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang diucapkan muadzin.” (Muttafaq ‘Alaih)

Dalam riwayat Muslim yang lebih detail, dari jalur Umar bin Al-Khathab, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ فَقَالَ أَحَدُكُمْ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ثُمَّ قَالَ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ قَالَ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

Apabila mua’adin membaca Allahu Akbar – Allahu Akbar, hendaknya salah seorang kalin juga membaca Allahu Akbar – Allahu Akbar. Kemudian saat membaca Asyhadu An Laa Ilaaha Illallaah, ia membaca Asyhadu An Laa Ilaaha Illallaah. Saat membaca Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullaah, ia membaca Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullaah.

Kemudian saat muadzin membaca Hayya ‘Alash Shalaah, ia membaca Laa Haula wa Laa Quwwata Illaa Billaah. Saat ia membaca Hayya ‘Alal Falaah, ia membaca Laa Haula wa Laa Quwwata Illaa Billaah.

Kemudia saat ia membaca Allahu Akbar-Allahu Akbar, ia membaca Allahu Akbar – Allahu Akbar. Saat ia membaca Laa Ilaaha Illallaah, ia membaca Laa Ilaaha Illallaah, dari hatinya pasti ia masuk surga.” (HR. Muslim) Ini yang pertama.

Kedua, membaca shalawat atas Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam setelah selesai menjawab adzan.

Dari Abdillah bin Amr bin Al-‘Ash Radhiyallahu 'Anhuma, ia mendengar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

إِذا سمِعْتُمُ النِّداءَ فَقُولُوا مِثْلَ ما يَقُولُ ، ثُمَّ صَلُّوا علَيَّ ، فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى علَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ بِهَا عشْراً

“Apabila kamu mendengar adzan, ucapkanlah seperti yang diucapkan muadzin. Kemudian bershalawatlah atasku, karena siapa yang membaca shalawat kepadaku sekali, Allah bershalawat atasnya sepuluh kali...” (HR. Muslim)

Ketiga, Dilanjutkan dengan membaca doa,

اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ اَلدَّعْوَةِ اَلتَّامَّةِ  وَالصَّلَاةِ اَلْقَائِمَةِ  آتِ مُحَمَّدًا اَلْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ  وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا اَلَّذِي وَعَدْتَهُ  حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ

Ini berdasarkan hadits Jabir Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Siapa yang mendengarkan adzan lalu berdoa –dengan doa di atas-, maka dia akan memperoleh syafaat dariku pada hari Kiamat.” (HR. Al-Bukhari dan selainnya)

Keempat, berdoa untuk kebaikan dirinya di antara adzan dan iqamah. Karena doa di saat itu tidak akan ditolak. [Baca: Doa Mustajab Antara Adzan & Iqamah]

Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

لَا يُرَدُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ

“Doa di antara adzan dan iqomah tidak akan ditolak.” (HR. Abu Dawud dan Al-Tirmidzi, beliau menshahihkannya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di Misykah al-Mashabih, no. 671)

Terdapat tambahan lafadz perintah berdoa dalam riwayat yang dikeluarkan Imam Ahmad,

إِنَّ الدُّعَاءَ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ فَادْعُوا

“Sesungguhnya doa di antara adzan dan iqamah tidak akan ditolak, maka berdoalah kalian.” (Syaikh Sy’aib al-Arnauth berkata: isnadnya shahih)

Imam Al-Shan’ani dalam Subul al-Salam berkata, “Dan hadits ini menunjukkan dikabulkannya doa di tempat-tempat ini. Karena tidak ditolaknya doa berarti diterima dan dikabulkan. Kemudian ini berlaku umum untuk semua doa. Dan harus diikat dengan keterangan pada beberapa hadits lainnya, yaitu selama dia tidak berdoa dengan suatu dosa atau memutus silaturahim.”

Imam al-Syaukani dalam Nailul Authar berkata, “Hadits tersebut menunjukkan dikabulkannya doa di antara adzan dan iqomah secara mutlak. Dia diikat dengan keterangan selama doa tersebut tidak berisi dosa dan memutus silaturahim, sebagaimana tertera dalam beberapa hadits shahih.” Wallahu A’lam.

VOA-Islam

Ringankan Musibahmu Dengan Melihat Musibah Orang Lain

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Salah satu sebab untuk meringankan musibah yang menimpa kita, kita lihat musibah orang lain yang lebih berat. Demikianlah petunjuk Al-Qur'an. Saat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam disudutkan orang Yahudi melalui permintaa konyol mereka,

يَسْأَلُكَ أَهْلُ الْكِتَابِ أَنْ تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتَابًا مِنَ السَّمَاءِ

“Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit.” (QS. Al-Nisa’: 153) Kemudian Allah hibur utusan-Nya dengan musibah yang pernah menimpa Nabi Musa ‘Alaihis Salam yang mendapat serangan permintaan yang lebih edan. Orang-orang Yahudi tidak mau beriman sehingga mereka melihat Allah secara langsung,

فَقَالُوا أَرِنَا اللَّهَ جَهْرَةً

“Mereka berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata".” (QS. Al-Nisa’: 153)

Dalam ayat ini, Allah ingin menghibur Rasul-Nya agar tidak terlalu bersedih dengan permintaan mereka. Karena Rasul sebelum beliau, Nabi Musa pernah mendapat permintaan yang lebih berat.

Pelajaran dari ayat ini dalam menghadapi cobaan hidup; saat salah seorang kita mendapat musibah dan ujian hendaknya melihat kepada musibah dan cobaan orang lain yang lebih berat.

Diriwayatkan dalam hadits hadits shahih dari Khabbab bin al-Arat yang menceritakan tentang permintaan para sahabat kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam untuk berdoa dan memintakan pertolongan bagi mereka. Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian, salah seorang mereka disiksa dengan digergaji dari atas kepalanya sampai ke telapak kakinya, tapi hal itu tidak memalingkan mereka dari agamanya. Ada pula yang disiksa dengan sisir besi untuk memisahkan daging dari tulang mereka, tetapi hal tersebut tidak menggoyahkan imannya dari agamanya.”

Maka siapa di antara kita mengalami ujian dalam bisnisnya sehingga bangkrut, hartanya habis, tak tersisa kecuali rumah yang tinggalinya, hendaknya ia melihat orang lain di sekitarnya yang mendapat musibah lebih buruk darinya sampai menjadi gelandangan.

Simak kajian tafsir QS. Al-Nisa’: 153 yang –di antara isinya- berisi tips meringankan musibah yang menimpa diri, bersama Ustadz Syariful Mahya Lubis, MA, di madanitv.net. Wallahu A’lam.

VOA-Islam

Irinya Sahabat Nabi Kepada Orang Kaya

Para sahabat Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah generasi terbaik dari umat ini. Mereka sangat semangat mencari akhirat. Mereka saling berlomba-lomba dalam kebaikan. Sehingga sebagian mereka yang miskin iri kepada golongan kaya mereka; bukan karena ingin menguasai harta, bermegah-megah, dan menikmati kekayaan. Tetapi iri mereka karena mereka tidak mampu bersedekah dan beramal besar yang butuh modal harta banyak. Niat mereka dengan harta tersebut untuk memperoleh pahala besar sebagai modal masuk surga. [Baca: Kitab Syi'ah Melaknat dan Mengafirkan Abu Bakar, Umar dan 'Aisyah]

Diriwayatkan dari Abu Dzar Radhiyallahu 'Anhu,

ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ

“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” (HR. Muslim)

Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan kepada mereka ada jalan lain untuk mendapatkan pahala sedekah,

أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ

“Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bersedekah? Sesungguhnya setiap tasbih (suhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (Al-hamdulillah) adalah sedekah, tiap-tiap tahlil adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah sedekah, dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah s sedekah“. (HR. Muslim)

Dalam hadits ini sangat jelas bahwa berzikir dengan membaca tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil adalah salah satu jalan mendapatkan pahala sedekah.

Al-Qur'an telah menyebutkan keutamaan berzikir yang mendatangkan ampunan dan pahala besar.

وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut Allah (berzikir), Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)

Dalam hadits ini juga terdapat keterangan bahwa setiap amal kebaikan dan menyuruh orang kepada kebaikan berpahala sedekah. Setiap usaha seseorang melarang dan mencegah orang lain dari kemugkaran juga termasuk sedekah.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga menjelaskan tentang luasnya karunia Allah Ta’ala kepada hamba beriman, dirinya mendapatkan pahala sedekah dalam jima’nya kepada istrinya. Di mana setiap perkara yang Allah mubahkan untuk hamba-Nya, mengerjakannya diganjar dengan pahala sedekah dan kebaikan. Maka makan, minum, dan bekerja, mendidik anak, dan perkara serupa; bagi seorang muslim bisa menjadi ladang pahala; jika mengerjakannya karena melaksanakan perintah Allah Ta’ala dan mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam perkara-perkara ini.

Sebagian sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berharap pahala kepada Allah dalam tidurnya sebagaimana ia mendapat pahala pada saat bangunnya. Bagaimana itu? Mereka tidur agar memiliki tenaga untuk mengerjakan ibadah dan kebaikan sesudahnya. Maka hendaknya kita juga demikian; menghadirkan niat baik dan berharap pahala dalam aktifitas kebaikan kita. Wallahu A’lam.

VOA-Islam

Dihari Kiamat Pengemis Datang Dengan Muka Tak Berdaging

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah. Shalawat dan salam atas Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Di negeri ini, Pengemis menjamur di mana-mana; di tempat-temat ibadah, warung makan, pasar, terminal, stasiun, di traffick ligh, dan bahkan mendatangi dari rumah ke rumah.

Telah banyak informasi dari media, pengemis beromset ratusan ribu sampai jutaan rupiah dalam sehari. Telah ada investigasi, sejumlah pengemis di kota besarseperti Jakarta dan sekitarnya, memiliki rumah megah di kampungnya. Bagaimana status profesi mengemis semacam ini?

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu 'Anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

لَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

"Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain (mengemis) sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya.” (Muttafaq ‘Alaih)

Redaksi di atas ditujukan kepada laki-laki, tapi maksudnya adalah laki-laki dan perempuan, sebagaimana yang disebutkan Imam Al-Shan’ani di Subul al-Salam.

Makna diwajahnya tak ada sekerat daging adalah ia disiksa pada wajahnya sehingga dagingnya rontok berjatuhan. Ini sebagai sangsi karena dirinya menghinakan wajahnya dengan meminta-minta. Pendapat lain mengatakan, ia dibangkitkan dengan wajah tanpa daging, wajahnya hanya tengkorak saja, sebagai tanda untuk untuk dirinya.

Haram meminta-minta atau mengemis sebagai pekerjaan. Yaitu untuk mendapat kekayaan. Bukan karena terpaksa atau terdesak kebutuhan. Ini sebagaimana hadits yang lain,

مَنْ سَأَلَ اَلنَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا, فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا, فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ

“Barangsiapa meminta-minta harta orang untuk memperkaya diri, sebenarnya ia hanyalah meminta bara api. Oleh karenanya, silahkan meminta sedikit atau banyak.” (HR. Muslim)

Pengemis yang meminta-minta harta untuk memperkaya diri dan menghimpunnya tanpa satu kebutuhan mendesak, sesungguhnya ia telah mengumpulkan bara api neraka untuk dirinya. Sebabnya, karena dirinya mengumpulkan harta haram. Harta yang dikumpulkan dengan cara ini adalah haram. Otomatis, cara untuk mengumpulkannya (mengemis) juga haram.

Orang yang masih mampu bekerja dan usaha, haram meminta-minta (mengemis) kepada manusia. Dan pekerjaan, walau berat dan berlaba kecil, lebih baik bagi pelakunya daripada ia meminta-minta. [Lihat Video: Bekerja Dengan Tangan Sendiri]

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ, فَيَأْتِي بِحُزْمَةِ اَلْحَطَبِ عَلَى ظَهْرِهِ, فَيَبِيعَهَا, فَيَكُفَّ اَللَّهُ بِهَا وَجْهَهُ, خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ اَلنَّاسَ أَعْطَوهُ أَوْ مَنَعُوهُ

“Seorang di antara kamu yang mengambil talinya, lalu datang dengan seonggok kayu di atas punggungnya, kemudian menjualnya dan dengan hasil itu ia menjaga kehormatannya adalah lebih baik daripada ia meminta-minta orang yang terkadang mereka memberinya atau menolaknya.” (HR. Al-Bukhari)

Para ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil penguat akan haramnya meminta-minta (mengemis) bagi orang yang masih mampu bekerja dan berusaha. Sekaligus menjadi dorongan banting tulang dan peras keringat untuk mencukupi kebutuhan hidup. Sehingga seorang muslim tidak menjadi duri di tengah masyarakatnya yang hanya menyusahkan manusia sekelilingnya. Sesungguhnya menjaga kehormatan diri adalah wajib, walau dengan pekerjaan yang berat dan berupah tak seberapa. Wallahu A’lam.

VOA-Islam

Tahta Dan Kuasa Merupakan Ujian Dari Allah SWT

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam tas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Ujian dari Allah tidak hanya berbentuk musibah atau bencana. Kekuasaan dan jabatan juga ujian. Allah akan melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur. Siapa berbuat -dalam jabatan dan kekuasaannya- yang diridhai Allah dan siapa berbuat yang dimurkai-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang Nabi-Nya, Sualiman ‘Alaihis Salam saat melihat istana Bilqis di sisinya,

هَذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ

“Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).” (QS. Al-Naml: 40)

Allah memberi nikmat kepada seseorang agar ia mensyukurinya, menjaganya, dan menggunakannya untuk kebaikan. Siapa yang menggunakannya untuk melawan Dzat yang memberikan nikmat itu, ia gunakan untuk berbuat durhaka kepada-Nya, maka ia terkategori sebagai orang kufur.

وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih,” (QS. Ibrahim: 7)

Nikmat merupakan cobaan dan ujian dari Allah. Dengannya, terlihat orang yang bersyukur dan orang yang kufur. Dan ujian dari Allah terkadang berupa nikmat dan terkadang pula berupa musibah.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ . وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: ‘Tuhanku telah memuliakanku’. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: ‘Tuhanku menghinakanku’.” (QS. Al-Fajr: 15-16)

Maknanya, tidak setiap orang yang mendapat rizki, harta melimpah, dan kedudukan, adalah bentuk pemuliaan dari Allah untuknya. Sebaliknya, tidak setiap orang yang disempitkan rizkinya, jauh dari tahta, dan mendapat berbagai musibah adalah bentuk kehinaan dari Allah untuknya.

Sedangkan kekayaan abadi yang akan terus dinikmati pemiliknya adalah kekayaan yang menghantarkan kepada surga; yaitu Islam, iman, ihsan, kebaikan, ketakwaan, taubat, dakwah, hijrah, jihad, dan amal shalih lainnya.

Karenanya, tahta dan kuasa haruslah menguatkan nikmat-nikmat di atas. Tahta dan kuasa tidak boleh menggeser nikmat dien dari diri. Dan orang yang buruk adalah orang menjadikan tahta dan kuasanya sebagai musibah dalam agamanya.

Lihatlah Fir’aun, dengan tahta dan kuasanya ia lupa kepada Allah sehingga kufur dan mendustakan ayat-ayat Rabbnya. Fir’aun memusuhi utusan Allah dan menentang ajaran yang dibawanya. Bahkan lebih buruk lagi ia mengaku sebagai Tuhan yang memiliki kekuasaan dan perintah mutlak. Ia buat aturan yang berlawanan dengan syariat Allah, lalu ia paksa manusia tunduk kepadanya. Ia musuhi, siksa, dan bunuhi siapa yang tidak mau tunduk kepadanya.

    . . . Fir’aun, dengan tahta dan kuasanya ia lupa kepada Allah sehingga kufur dan mendustakan ayat-ayat Rabbnya. . .

    . . . Ia buat aturan yang berlawanan dengan syariat Allah, lalu ia paksa manusia tunduk kepadanya. Ia musuhi, siksa, dan bunuhi siapa yang tidak mau tunduk kepadanya.. . .

Al-Qur'an juga telah mengabadikan kisah manusia mulia dengan tahta dan kekuasaannya. Adalah Dzulqarnain, raja mulia yang menguasai ilmu dan keperkasaan. Ia mengelilingi dunia dan menebarkan kebaikan di muka bumi. Senantiasa menolong manusia dan tidak sewenang-wenang dengan kekuasaannya, tidak berbuat aniaya, dan tidak membuat kerusakan di muka bumi. Ia membendung kejahatan Ya'juj dan Ma'juj dengan membangun tembok raksasa (benteng) yang mengurung makhluk perusak tersebut. [Baca: 4 Kisah Sarat Hikmah dalam Surat Al-Kahfi]

Saat Allah beri pilihan kepada Dzulqarnain untuk menyiksa satu kaum yang didatanginya atau berbuat baik kepada mereka. Dengan wawasan politik syar’inya yang bijak, berkata Dzulqarnain: "Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami". (QS. Al-Kahfi: 87-88)

Ini Dzulqarnain, penguasa yang tidak terfitnah dengan kekuasaan dan kekuatannya. Ia gunaan karunia Allah tersebut dengan untuk mencari akhirat dengan membuat perbaikan di muka bumi dan menolong manusia-manusia lemah di atasnya.

Resep agar lurus saat menjadi penguasa adalah dengan menanamkan sifat ikhlas berharap keridhaan Allah dalam diri dan senantiasa mengingat negeri akhirat.

Semoga Allah pilihkan untuk kita penguasa yang bertakwa dan sayang kepada rakyatnya. Semoga Allah binasakan penguasa-penguasa tirani yang melampaui batas dan kejam kepada rakyat. Wallahu A’lam

VOA-Islam

Tujuh Perbuatan Penghancur Amal


Setiap Muslim berharap dapat beramal saleh sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya. Amal saleh yang banyak dan baik bisa menjadi bekal keselamatan dunia dan akhirat. Namun, patut diketahui segala amal saleh bisa lenyap nilainya dari Allah SWT jika seorang Muslim melakukan satu dari tujuh perbuatan yang dilarang. Astaghfirullah.

Nabi Muhammad SAW telah mengingatkan umatnya untuk menjauhi tujuh perbuatan ini. Apa saja itu? Dari Abi Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah tujuh dosa penghancur (amal).” Para sahabat Nabi bertanya, “Apa yang tujuh itu?” Nabi menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah larang kecuali dengan hak (hukum), memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri saat pertempuran berkecamuk, menuduh (zina) wanita mukminah yang memelihara kehormatannya.” (HR Bukhari).

Larangan untuk berbuat syrik tertuang dalam firman Allah SWT (QS al-Furqan [25]: 23). Bukan sekadar menghancurkan amal saleh, perbuatan syirik juga tidak terampuni apabila pelakunya belum sempat bertobat sampai ajal menjemput (QS an-Nisa’ [4]: 48), keluar dari Islam dan menjadi halal darah dan hartanya (QS at-Taubah [9]: 5), dan pelakunya haram masuk surga (QS al-Maidah [5]: 72).

Kedua, sihir. “Barang siapa yang mengikat suatu ikatan (buhul), lalu ia meniupnya maka sungguh ia telah menyihir. Barang siapa yang menyihir maka sungguh ia telah berbuat syirik. Barang siapa menggantungkan diri kepada sesuatu maka ia akan diserahkan kepada sesuatu itu.” (HR an-Nasa’i).

Ketiga, membunuh tanpa hak. “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS al-Maidah [5]: 32). 

Keempat, memakan riba. Dari Jabir, Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, nasabah riba, juru tulis, dan dua saksi transaksi riba. Nabi bersabda, “Mereka itu sama.” (HR Muslim).

Kelima, memakan harta anak yatim. “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke api yang menyala-nyala (neraka).” (QS an-Nisa’ [4]: 10).

Keenam, lari dari peperangan. Melarikan diri saat perang sedang berkecamuk itu sebagai perbuatan dosa besar dan bagi pelakunya akan mendapat dua ancaman, yaitu murka Allah dan siksa api neraka. (QS al-Anfal [8]: 15-16).

Ketujuh, menuduh wanita berzina. “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali cambukan, dan janganlah kamu terima kesaksian yang mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS an-Nur [24]: 4). Semoga Allah membim bing kita agar terhindar dari tujuh dosa yang menghancurkan amal. Aamiin.


Republika

Ketika Mengalami Keguguran, Jaminan Surga Seorang Ibu

Kekhawatiran bagi seorang calon ibu yang mengharapkan anaknya dapat lahir, ketika diperjalanan Allah malah berkehendak lain. Kita sebagai hamba-Nya harus tetap berhusnudzon, sebab Banyak hadits dalam hal ini yang sangat menggembirakan hati orang yang mendengarnya. Antar lain, Mu’adz bin Jabal radliyallahu ‘anhu pernah menyampaikan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالذِّي نَفسِي بِيَدِهِ إِنَّ السَقطَ لَيَجُر أُمَّهُ بِسررهِ إِلَى الجَنَّةِ إِذَا احتَسَبَتهُ

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya bayi yang gugur benar-benar akan menarik ibunya dengan tali pusarnya ke surga bila ibunya rela dengan itu,” (Riwayat Ibnu Majah, Kitabul-Janaaiz (1632), dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah, no. 1315.)
Maksudnya, ibunya bersabar dengan ujian yang ia hadapi berupa keguguran.

Ali radliyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya bayi yang gugur benar-benar akan memprotes Rabbnya bila kedua orang tuanya dimasukkan ke dalam neraka. Hingga dikatakan kepadanya, ‘Wahai bayi yang gugur dan memprotes Rabbnya, masukkanlah kedua orang tuamu ke dalam surga.’ Ia pun menarik keduanya dengan tali pusarnya untuk dimasukkan ke dalam surga.”

Makna yuraaghimu Rabbahu, adalah marah dan menentang. Maksudnya, ia akan datang dalam keadaan marah karena ayah dan ibu (dimasukkan ke neraka). (An-Nihayah, Ibnul-Atsir, bab. Raghima).

Perhatikanlah, bagaimana besarnya perhatian Islam kepada manusia meskipun masih berupa janin. Seorang ibu pun yang sangat mengharapkan lahirnya sang bayi, maka jika Allah berkehendak lain, kunci yang harus dipegang adalah tetap bersabar. Dan semoga Allah merahmati kita. Wallahu a’lam bish-shawaab.



Ciri Ciri Kekasih Allah



Kekasih Allah, dalam bahasa Arab, disebut waliyullah. Bentuk jamaknya adalah auliya Allah. Bila seseorang sudah menjadi kekasih-Nya, dia akan memperoleh beberapa keistimewaan. Pertama, Allah akan memberi rezeki untuknya dari tempat yang tidak terduga. Kedua, doa mereka makbul.
Oleh sebab itu, jika kita bertemu seseorang dan yakin bahwa orang itu wali Allah, mintalah doa kepadanya. Ketiga, kehadirannya mendatangkan berkah bagi tempat di sekitarnya. Dalam Madarij as-Salikin, Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah menyebut beberapa ciri-ciri wali Allah.

Pertama, wali Allah adalah orang yang sangat dekat dengan kaum fakir miskin. Orang seperti itu jika berbuat dosa maka akan diampuni oleh Allah SWT. Ini seperti terjadi pada seorang Yahudi ketika akan dihukum mati oleh karena golongannya berkhianat kepada Rasulullah. Saat penghukuman mati, Jibril datang menemui Rasulullah seraya meminta seorang tawanan Yahudi tersebut dibebaskan karena ia senang menjamu tamu dan suka menolong fakir miskin.

Setelah itu, Rasul menghampiri tawanan tersebut dan berkata, "Baru saja Jibril datang kepadaku dan aku akan bebaskan kamu." Tawanan itu bertanya, "Mengapa?" "Karena engkau suka menjamu tamu dan membantu fakir miskin." Ketika itu juga, si Yahudi masuk Islam. Orang Yahudi itu dimaafkan karena sifat kedermawanannya. Jika kita ingin menjadi kekasih Allah tetapi kita sulit berzikir dan salat malam, cara yang paling baik ialah memberikan sebagian harta kita kepada kaum fakir miskin.
Kedua, wali Allah ialah anak muda yang taat beribadah kepada Allah. Dia persembahkan masa muda dan ketegapan tubuhnya untuk Allah. Dalam salah satu hadis disebutkan, "Tidak ada yang paling dicintai Allah selain pemuda yang su dah kembali kepada Allah dan tidak ada yang paling dibenci Allah selain orang tua yang terus menerus melakukan kemaksiatan." Jika ada anak yang masih kecil sudah taat kepada Allah dan rajin membaca Alquran, dekatilah ia.

Ia akan menyebarkan berkah kepada kita. Dalam hadis lain di sebutkan: "Sesungguhnya, makhluk yang paling dicintai Allah adalah anak muda yang belia usianya, tegap tubuhnya, yang mempersembahkan kepemudaan dan ketegapannya untuk taat kepada Allah. Itulah orang yang dibanggakan Allah di hadapan para malaikat-Nya. Dikumpulkannya para malaikat itu, kemudian Allah berfirman: `Inilah hamba-Ku yang sebenarnya'. "

Kita mungkin pernah mendengar hadis yang bercerita mengenai tujuh orang yang mendapatkan perlindungan pada hari kiamat saat yang lain tidak mendapatkannya. Tampaknya semua itu sangat sulit kita amalkan, kecuali satu hal, yaitu menjadi anak muda yang tumbuh besar dengan ketaatan kepada Allah SWT.

Salah satu sifat yang disebutkan dalam hadis tersebut yang sulit kita amalkan ialah menjadi pemimpin yang adil. Jangankan menjadi pemimpin Islam, menjadi pemimpin parpol Islam saja sulit. Sifat lain ialah menolak rayuan perempuan cantik yang berpangkat tinggi karena takut kepada Allah.
Tampaknya agak sulit bagi kita untuk menjadi salah satu dari tujuh kelompok itu, kecuali menjadi anak muda yang tumbuh besar dengan ketaatan kepada Allah SWT. Walla - hu a'lam.



Republika

Kekasih Allah Yang Tidak Dikenal




Sekali-kali jangan pernah merasa diri lebih tinggi, lebih besar, lebih fakih, lebih berilmu, dan lebih banyak amal, karena kita tidak tahu orang di sekeliling kita.

Bisa jadi dia biasa-biasa saja, berpenampilan sederhana, bahkan di masyarakat hanya dipandang sebelah mata, tetapi ternyata berhati mulia dan termasuk pribadi bertakwa di sisi-Nya.
Ada cerita indah dan menarik, sekaligus menakjubkan, ketika membaca kisah yang dituliskan ustadz Salim A Fillah dalam bukunya "Barakallahu Laka, Bahagianya Merayakan Cinta" pada halaman 448-449.

Tulisnya dalam buku itu, "Suatu malam, Ustadz Muhammad Nazhif Masykur berkunjung ke rumah. Setelah membicarakan beberapa hal, beliau bercerita tentang tukang becak di sebuah kota di Jawa Timur".

Ustadz Salim melanjutkan, “Ini baru cerita, kata saya. Yang saya catat adalah, pernyataan misi hidup tukang becak itu, yakni:
(1) jangan pernah menyakiti
(2) hati-hati memberi makan istri."
“Antum pasti tanya,” kembali Salim melanjutkan ceritanya sembari menirukan kata-kata Ustadz Muhammad.

"Tukang becak macam apakah ini, sehingga punya mission statement segala?". Saya juga takjub dan berulang kali berseru, “Subhanallah,” mendengar kisah hidup bapak berusia 55 tahun ini.
Beliau ini Hafidz Qira’at Sab’ah! Beliau menghafal Al-qur’an lengkap dengan tujuh lagu qira’at seperti saat ia diturunkan: qira’at Imam Hafsh, Imam Warasy, dan lainnya. Dua kalimat itu sederhana. Tetapi bayangkanlah sulitnya mewujudkan hal itu bagi kita.

Jangan pernah menyakiti. Dalam tafsir beliau di antaranya adalah soal tarif becaknya. Jangan sampai ada yang menawar, karena menawar menunjukkan ketidakrelaan dan ketersakitan.
Misalnya ada yang berkata, “Pak, terminal Rp 5.000 ya." Lalu dijawab,“Waduh, enggak bisa, Rp 7.000 Mbak."

Itu namanya sudah menyakiti. Makanya, beliau tak pernah pasang tarif. “Pak, terminal Rp 5.000 ya.” Jawabnya pasti OK. “Pak, terminal Rp 3.000 ya." Jawabnya juga OK. Bahkan kalau,“Pak, terminal Rp 1.000 ya.” Jawabnya juga sama, OK.
Gusti Allah, manusia macam apa ini.
Kalimat kedua, hati-hati memberi makan istri. Artinya, sang istri hanya akan makan dari keringat dan becak tuanya. Rumahnya berdinding gedek. Istrinya berjualan gorengan. Setop! Jangan dikira beliau tidak bisa mengambil yang lebih dari itu. Harap tahu, putra beliau dua orang. Hafidz Al-qur’an semua.

Salah satunya sudah menjadi dosen terkenal di perguruan tinggi negeri (PTN) terkemuka di Jakarta. Adiknya, tak kalah sukses. Pejabat strategis di pemerintah.
Uniknya, saat pulang, anak-anak sukses ini tak berani berpenampilan mewah. Mobil ditinggal beberapa blok dari rumah. Semua aksesoris, seperti arloji dan handphone dilucuti. Bahkan, baju parlente diganti kaus oblong dan celana sederhana.
Ini adab, tata krama.

Sudah berulang kali sang putra mencoba meminta bapak dan ibunya ikut ke Jakarta. Tetapi tidak pernah tersampaikan. Setiap kali akan bicara serasa tercekat di tenggorokan, lalu mereka hanya bisa menangis.

Menangis. Sang bapak selalu bercerita tentang kebahagiaannya, dan dia mempersilakan putra-putranya menikmati kebahagiaan mereka sendiri.
Ustadz Salim melanjutkan, “Waktu saya ceritakan ini pada istri di Gedung Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito keesokan harinya, kami menangis.
Ada banyak kekasih Allah yang tak kita kenal."
Ah, benar sekali: banyak kekasih Allah dan "manusia langit" yang tidak kita kenal.


Republika