رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ


"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."

Jumat, 22 Agustus 2014

Dalil Mengenai Membaca Alqur'an dan Dzikir Kepada Ahli Kubur




عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ فِي قَبْرِهِ (رواه الطبراني في الكبير رقم 13613 والبيهقي في الشعب رقم 9294 وتاريخ يحي بن معين 4 / 449)

"Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: Jika diantara kalian ada yang meninggal, maka janganlah diakhirkan, segeralah dimakamkan. Dan hendaklah di dekat kepalanya dibacakan pembukaan al-Quran (Surat al-Fatihah) dan dekat kakinya dengan penutup surat al-Baqarah di kuburnya" (HR al-Thabrani dalam al-Kabir No 13613, al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman No 9294, dan Tarikh Yahya bin Main 4/449)[2]

Al-Hafidz Ibnu Hajar memberi penilaian pada hadis tersebut:

فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ أَخْرَجَهُ الطَّبْرَانِي بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ (فتح الباري لابن حجر 3 / 184)
"HR al-Thabrani dengan sanad yang hasan" (Fath al-Bari III/184)

Imam al-Nawawi mengutip kesepakatan ulama Syafi'iyah tentang membaca al-Quran di kuburan:

وَيُسْتَحَبُّ (لِلزَّائِرِ) اَنْ يَقْرَأَ مِنَ الْقُرْآنِ مَا تَيَسَّرَ وَيَدْعُوَ لَهُمْ عَقِبَهَا نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ وَاتَّفَقَ عَلَيْهِ اْلاَصْحَابُ (المجموع شرح المهذب للشيخ النووي 5 / 311)

"Dan dianjurkan bagi peziarah untuk membaca al-Quran sesuai kemampuannya dan mendoakan ahli kubur setelah membaca al-Quran. Hal ini dijelaskan oleh al-Syafi'i dan disepakati oleh ulama Syafi'iyah" (al-Nawawi, al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab V/311)

Di bagian lain Imam Nawawi juga berkata:

قَالَ الشَّافِعِي وَاْلأَصْحَابُ يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقْرَؤُوْا عِنْدَهُ شَيْئًا مِنَ اْلقُرْآنِ قَالُوْا فَإِنْ خَتَمُوْا الْقُرْآنَ كُلَّهُ كَانَ حَسَنًا (الأذكار النووية 1 / 162 والمجموع للشيخ النووي 5 / 294)

"Imam Syafi'i dan ulama Syafi'iyah berkata: Disunahkan membaca sebagian dari al-Quran di dekat kuburnya. Mereka berkata: Jika mereka mengkhatamkan al-Quran keseluruhan, maka hal itu dinilai bagus" (al-Adzkar I/162 dan al-Majmu' V/294) 

Murid Imam Syafi'i yang juga kodifikator Qaul Qadim[3], al-Za'farani, berkata:
وَقَالَ الْحَسَنُ بْنُ الصَّبَّاحُ الزَّعْفَرَانِي سَأَلْتُ الشَّافِعِيَّ عَنِ اْلقِرَاءَةِ عِنْدَ الْقَبْرِ فَقَالَ لاَ بَأْسَ بِهَا (الروح لابن القيم 1 / 11)

"Al-Za'farani (perawi Imam Syafii dalam Qaul Qadim) bertanya kepada Imam Syafii tentang membaca al-Quran di kuburan. Beliau menjawab: Tidak apa-apa"

Ibnu Hajar mengulas lebih kongkrit:

ِلأَنَّ الْقُرْآنَ أَشْرَفُ الذِّكْرِ وَالذِّكْرُ يَحْتَمِلُ بِهِ بَرَكَةٌ لِلْمَكَانِ الَّذِي يَقَعُ فِيْهِ وَتَعُمُّ تِلْكَ الْبَرَكَةُ سُكَّانَ الْمَكَانِ وَأَصْلُ ذَلِكَ وَضْعُ الْجَرِيْدَتَيْنِ فِي الْقَبْرِ بِنَاءً عَلَى أَنَّ فَائِدَتَهُمَا أَنَّهُمَا مَا دَامَتَا رَطْبَتَيْنِ تُسَبِّحَانِ فَتَحْصُلُ الْبَرَكَةُ بِتَسْبِيْحِهِمَا لِصَاحِبِ الْقَبْرِ … وَإِذَا حَصَلَتِ الْبَرَكَةُ بِتَسْبِيْحِ الْجَمَادَاتِ فَبِالْقُرْآنِ الَّذِي هُوَ أَشْرَفُ الذِّكْرِ مِنَ اْلآدَمِيِّ الَّذِي هُوَ أَشْرَفُ الْحَيَوَانِ أَوْلَى بِحُصُوْلِ الْبَرَكَةِ بِقِرَاءَتِهِ وَلاَ سِيَّمَا إِنْ كَانَ الْقَارِئُ رَجُلاً صَالِحًا وَاللهُ أَعْلَمُ (الإمتاع بالأربعين المتباينة السماع للحافظ ابن حجر 1 / 86)

"Sebab al-Quran adalah dzikir yang paling mulia, dan dzikir mengandung berkah di tempat dibacakannya dzikir tersebut, yang kemudian berkahnya merata kepada para penghuninya (kuburan). Dasar utamanya adalah penanaman dua tangkai pohon oleh Rasulullah Saw di atas kubur, dimana kedua pohon itu akan bertasbih selama masih basah dan tasbihnya terdapat berkah bagi penghuni kubur. Jika benda mati saja ada berkahnya, maka dengan al-Quran yang menjadi dzikir paling utama yang dibaca oleh makhluk yang paling mulia sudah pasti lebih utama, apalagi jika yang membaca adalah orang shaleh" (al-Hafidz Ibnu Hajar, al-Imta' I/86)

Dan hadis dari Ali secara marfu':

وَحَدِيْثُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَرْفُوْعًا مَنْ مَرَّ عَلَى الْمَقَابِرِ وَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ أَحَدَ عَشَرَ مَرَّةً وَوَهَبَ اَجْرَهُ لِلاَمْوَاتِ اُعْطِىَ مِنَ اْلاَجْرِ بِعَدَدِ اْلأَمْوَاتِ رَوَاهُ أَبُوْ مُحَمَّدٍ السَّمَرْقَنْدِي (التفسير المظهرى 1 / 3733 وشرح الصدور بشرح حال الموتى والقبور للحافظ جلال الدين السيوطي 1 / 303)

"Barangsiapa melewati kuburan kemudian membaca surat al-Ikhlas 11 kali dan menghadiahkan pahalanya kepada orang yang telah meninggal, maka ia mendapatkan pahala sesuai bilangan orang yang meninggal. Diriwayatkan oleh Abu Muhammad al-Samarqandi"[5] (Tafsir al-Mudzhiri I/3733 dan al-Hafidz al-Suyuthi dalam Syarh al-Shudur I/303)

Hal ini diperkuat oleh madzhab Imam Ahmad:

(وَتُسْتَحَبُّ قِرَاءَةٌ بِمَقْبَرَةٍ) قَالَ الْمَرُّوْذِيُّ سَمِعْتُ أَحْمَدَ يَقُوْلُ إذَا دَخَلْتُمُ الْمَقَابِرَ فَاقْرَءُوْا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ وَاجْعَلُوْا ثَوَابَ ذَلِكَ إلَى أَهْلِ الْمَقَابِرِ فَإِنَّهُ يَصِلُ إلَيْهِمْ وَكَانَتْ هَكَذَا عَادَةُ اْلأَنْصَارِ فِي التَّرَدُّدِ إلَى مَوْتَاهُمْ يَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ (مطالب أولي النهى للرحيباني الحنبلي 5 / 9)

"(Dianjurkan membaca al-Quran di kuburan) Al-Marrudzi berkata: Saya mendengar Imam Ahmad berkata: Jika kalian masuk ke kuburan maka bacalah surat al-Fatihah, al-Falaq, al-Nas dan al-Ikhlash. Jadikan pahalanya untuk ahli kubur, maka akan sampai pada mereka. Seperti inilah tradisi sahabat Anshar dalam berlalu-lalang ke kuburan untuk membaca al-Quran[6]" (Mathalib Uli al-Nuha 5/9)

Bahkan menurut Imam Ahmad hal diatas adalah konsensus para ulama:

قَالَ أَحْمَدُ الْمَيِّتُ يَصِلُ إلَيْهِ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ لِلنُّصُوْصِ الْوَارِدَةِ فِيْهِ وَلأَنَّ الْمُسْلِمِيْنَ يَجْتَمِعُوْنَ فِي كُلِّ مِصْرٍ وَيَقْرَءُوْنَ وَيَهْدُوْنَ لِمَوْتَاهُمْ مِنْ غَيْرِ نَكِيْرٍ فَكَانَ إجْمَاعًا (كشاف القناع عن متن الإقناع للبهوتي الحنبلي 4 / 431 ومطالب اولي النهى للرحيباني الحنبلي 5 / 10)

"Imam Ahmad berkata: Setiap kebaikan bisa sampai kepada mayit berdasarkan dalil al-Quran dan hadis, dan dikarenakan umat Islam berkumpul di setiap kota, mereka membaca al-Quran dan menghadiahkan untuk orang yang telah meninggal diantara mereka, tanpa ada pengingkaran. Maka hal ini adalah ijma' ulama (Kisyaf al-Qunna' IV/ 431 dan Mathalib Uli al-Nuha V/10)

Kesimpulannya, bacaan dzikir yang dihadiahkan kepada ahli kubur dapat sampai kepada mereka, sebagaimana dikatakan oleh al-Thabari:

وَقَالَ الْمُحِبُّ الطَّبَرِي يَصِلُ لِلْمَيِّتِ كُلُّ عِبَادَةٍ تُفْعَلُ وَاجِبَةٍ أَوْ مَنْدُوْبَةٍ وَفِي شَرْحِ الْمُخْتَارِ لِمُؤَلِّفِهِ مَذْهَبُ أَهْلِ السُّنَّةِ أَنَّ لِلاِنْسَانِ أَنْ يَجْعَلَ ثَوَابَ عَمَلِهِ وَصَلاَتِهِ لِغَيْرِهِ وَيَصِلُهُ اهـ (حاشية إعانة الطالبين 1 / 33)

"Semua ibadah yang dilakukan, baik ibadah wajib atau sunah, dapat sampai kepada orang yang telah wafat. Dan disebutkan dalam kitab Syarah al-Mukhtar bahwa dalam ajaran Aswaja hendaknya seseorang menjadikan pahala amalnya dan salatnya dihadiahkan kepada orang lain (yang telah wafat), dan hal itu akan sampai kepadanya" (I'anat al-Thalibin I/33)

Bukti Asal Usul Bulan



“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” 
(Q.S Al-Anbiya: 30)

TEORI mengenai bulan terbentuk dari sisa-sisa planet Bumi adalah teori yang telah lama berkembang namun masih sulit dipastikan keabsahannya. Namun, saat ini telah muncul bukti baru mengenai bulan yang dulunya adalah bagian dari bumi oleh beberapa ilmuwan Eropa. Mereka mengajukan bukti tambahan setelah meneliti sampel batuan bulan yang dikumpulkan dalam misi apollo antara 1960 hingga 1970.

Selama ini teori yang beredar mencatat tubrukan antara bumi dan benda langit lain bernama Theia sekitar 4,5 miliar tahun silam, menyisakan debu dan batuan kosmik yang mengorbit bumi dan kemudian membentuk bulan.

Penelitian terhadap sampel batuan Bulan dalam bentuk meteor yang jatuh ke Bumi mengungkap banyak kesamaan antara dua obyek. Ilmuwan sejak awal menetapkan, satu-satunya cara buat membuktikan tubrukan antara Bumi dan Theia adalah dengan mempelajari rasio antara isotop, seperti Oksigen, Titanium, Silikon, dan unsur lainnya.

Perbedaan Kecil 

Setelah mempelajari sampel bulan yang dikumpulkan oleh misi NASA, Apollo 11, 12 dan 15, mengungkap temuan baru. “Mereka berhasil mendeteksi perbedaan kecil komposisi isotop oksigen pada sampel bulan,” demikian yang tercatat dalam studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah ilmu pengetahuan.

“Kami mengembangkan teknologi yang menjamin pemisahan sempurna,” antara isotop Oksigen dengan sisa-sisa gas yang lain, ujar Daniel Herwartz dari Universitas Georg-August, Göttingen, Jerman.

“Perbedaan kecil itu memastikan anggapan tubrukan besar yang membentuk bulan.” Menurut model tubrukan yang dibuat ilmuwan, bulan sebagian besar terbentuk dari materi Theia, antara 70-90 persen. Sementara sisanya berasal dari bumi.

Bumi dan Theia dalam Komposisi Sama

Kini ilmuwan menyimpulkan, Bulan terbentuk dengan rasio 50-50 antara materi Bumi dan Theia. Namun kendati begitu teori tersebut masih harus ditopang dengan bukti tambahan. “Perbedaannya sangat kecil dan sulit dideteksi. Tapi buktinya ada. Kita bisa meyakini bahwa tubrukan besar itu benar-benar terjadi,” kata Herwartz yang juga ikut merumuskan hasil studi.

Sementara itu beberapa tim ilmuwan lain sedang meneliti Titanium, Silikon, Chromium, Wolfram dan elemen kimiawi lain. Namun sejauh ini sampel bulan yang telah diteliti tidak menunjukkan kesamaan dengan sampel batuan bumi.

Islampos

Pada Hari Kiamat, Uban Jadi Cahaya Bagi Pemiliknya



HAMPIR setiap orang yang menginjak usia lanjut rambutnya bukan lagi berwarna hitam melainkan putih. Rambut berwarna putih atau uban memang tidak hanya terlihat pada orang tua saja. Mereka yang masih muda pun tidak jarang sudah beruban, meskipun tidak sebanyak orang tua mereka.

Tidak jarang mereka para orang tua yang sudah beruban malah mencabuti ubannya. Mereka tidak ingin terlihat tua, maka dicabutlah uban-uban tersebut. Tahukah Anda, bahwa mencabut uban itu tidak baik untuk diri kita. Kenapa? Karena uban yang ada pada diri seorang muslim itu akan menjadi cahaya di hari kiamat.

Uban menjadi cahaya bagi pemiliknya di hari kiamat jika ia seorang muslim, sebagaimana disebutkan dalam hadist-hadits shahih. Dalam Sunan At-Tarmidzi dan An-Nasa’i diriwayatkan dari Ka’b ibn Murrah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa beruban dalam keislaman, ubannya akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat.”

Dalam Musnad Ahmad, Sunan At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibn Hibban diriwayatkan dari ‘Amr ibn ‘Abasah, yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Uban itu cahaya orang yang beriman. Setiap laki-laki yang beruban dalam keislaman, maka dengan setiap ubannya itu ia mendapat satu kebaikan dan diangkat satu derajat.”

Hadits diatas diperkuat oleh hadis marfu’ dari Abu Hurairah, “Jangan cabut uban, karena itu adalah cahaya di hari kiamat. Siapa yang beruban dalam keislaman, maka dengan setiap satu uban, ia mendapat satu kebaikandan diangkat satu derajat.” (H.R. Ibn Hibban dengan sanad hasan) Ibn ‘Adi dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Fadhalah ibn ‘Ubaid yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Uban itu cahaya di wajah seorang muslim. Siapa yang mau, silahkan cabut cahayanya.”

Nabi berkata bahwa siapa yang ingin cahaya nya dicabut, maka silahkan cabut ubannya. Sebelumya kita tidak pernah tau bahwa uban segitu berharganya bagi kita di hari kiamat kelak. Jadi, masih mau cabut uban?


Islampos