رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ


"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."

Jumat, 12 Oktober 2012

Becanda Ada Batasnya

Saat itu Perang Tabuk. Kondisi pasukan sudah di medan pertarungan. Tiba-tiba seseorang berujar, "Kita belum pernah melihat orang-orang seperti para ahli baca Alquran ini. Mereka adalah orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya, dan lebih pengecut dalam peperangan."
Siapa yang dimaksud? Tak lain adalah Rasulullah SAW beserta para sahabatnya, penggenggam risalah Alquran. Sontak Auf bin Malik RA angkat suara. "Bohong kau. Justru kamu adalah orang munafik. Aku akan memberitahukan ucapanmu ini kepada Rasulullah SAW."
Tak berselang lama, Auf bin Malik RA pun menemui Rasulullah SAW. Beberapa saat sebelum sampai di hadapan Rasulullah SAW, Allah SWT pun telah menurunkan ayat 65-66 dari Surah At-Taubah [9].
"Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), niscaya mereka akan menjawab, 'Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.' Katakanlah, 'Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?' Tidak perlu kalian meminta maaf karena kalian telah kafir sesudah kalian beriman. Jika Kami memaafkan sebagian daripada kalian (karena telah bertobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena sesungguhnya mereka adalah orangorang yang selalu berbuat dosa'." (QS At-Taubah [9]: 65-66).
Beberapa saat kemudian, orang yang melontarkan kalimat tak layak itu datang menemui Rasulullah SAW. Namun, Rasul SAW telah beranjak pergi dengan menunggang untanya.
Ibnu Umar menyaksikan bahwa orang itu terus mendekati Rasul SAW. Ia berusaha menggapai sabuk pelana unta Rasul dengan menggunakan kakinya. Akibatnya, ia tak memerhatikan kondisi di depan hingga tersandung batu.
Dalam kondisi begitu, ia mengutarakan pembelaan diri. "Wahai Rasulullah, sebenarnya kami tadi hanya bersenda gurau dan mengobrol, sebagaimana obrolan orang-orang yang berpergian jauh untuk menghilangkan kepenatan dalam perjalanan kami yang sangat jauh dan melelahkan."
Mendengar itu, Rasulullah hanya menjawab singkat dengan sebuah kalimat tanya. "Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Keterangan ini dijelaskan dalam Jami'ul Bayan fi Ta'wil Ayyil Qur'an 14/333-335, Tafsir Ibnu Abi Hatim 6/1829-1830, dan Ad Durrul Mantsur fit Tafsir bil Ma'tsur 4/230-231.
Dari riwayat Ibnu Umar, Muhammad bin Ka'ab, Zaid bin Aslam, dan Qatadah, sebagaimana yang disampaikan Imam Ath-Thabari, Ibnu Hatim, Ibnu Mundzir, dan Jalaluddin As- Suyuthi tersebut, kita dapat mengambil pesan tentang batasan canda dalam hal beragama.
Bahwa beragama ini terkait erat dengan keimanan, dan keimanan bukan hanya keyakinan hati, melainkan merupakan ikrar dengan lisan kita dan bukti dengan amal kita. Di sinilah, kemudian kita perlu berhati-hati dengan canda.
Sebab, canda ada batasannya. Terlebih, bila bersangkutan dengan keimanan, tentang apa yang kita imani, dan tentang apa yang perlu kita tampilkan dari iman itu.








Berlemah Lembut Dalam Mendidik

Suatu hari, Rasulullah SAW didatangi seorang perempuan yang bernama Sa'idah binti Jazi. Ia membawa anaknya yang baru berumur satu setengah tahun.
Rasul kemudian memangku anak tersebut. Tiba-tiba, si anak kencing (mengompol) di pangkuan Rasulullah SAW. Spontan, sang ibu menarik anaknya dengan kasar.
Seketika itu juga, Rasulullah SAW menasihatinya. "Dengan satu gayung air, bajuku yang terkena najis karena kencing anakmu bisa dibersihkan. Akan tetapi, luka hati anakmu karena renggutanmu dari pangkuanku tidak bisa diobati dengan bergayung-gayung air," ujar Rasul.
Kisah tersebut memberikan pelajaran (ibrah) berharga kepada kita, para orang tua, dan pendidik bahwa Rasulullah SAW secara tegas melarang melakukan pendekatan dengan kekerasan dalam mendidik anak.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, "Hendaknya kamu bersikap lemah lembut, kasih sayang, dan hindarilah sikap keras dan keji." (HR Bukhari).
Rasulullah juga telah mencontohkan sikap lemah lembut dalam memperlakukan (mendidik) anak-anak. Sebab, bagi seorang anak, kelembutan dan kasih sayang orang tua (dan guru) merupakan sumber kekuatan yang bisa menggugah perasaannya. Kehangatan yang diberikan akan melahirkan ketenangan, kepercayaan, juga hubungan batin yang kuat antara seorang anak dan orang tuanya atau bahkan gurunya.
Dari As-Saib ibnu Zaid ketika dia masih anak-anak, ia menuturkan, "Aku melihat Rasulullah SAW, aku dan beberapa orang anak lainnya yang sebaya denganku masuk menemuinya. Ternyata, kami jumpai beliau sedang makan buah kurma dari sebuah keranjang bersama dengan beberapa orang sahabatnya. Melihat kedatangan kami yang masih anak-anak, beliau bangkit, lalu memberikan kepada masing-masing dari kami segenggam kurma dari keranjang itu sembari mengusap kepala-kepala kami." (HR Thabrani).
Yang pasti, Islam tidak mengajarkan pola pendidikan dengan cara kekerasan. Sebaliknya, Islam justru sangat menekankan pola pendidikan yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Bahkan, dalam urusan dakwah pun, setiap dai diperintahkan untuk menyeru umat manusia dengan cara yang lembut, bijaksana, dan memberikan nasihat yang baik. (QS an-Nahl [16]: 125).
"Maka, disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada- Nya." (QS Ali Imran [3]: 159).
Melalui pendekatan lemah lembut ini, diharapkan dapat membentuk jiwa anak yang siap untuk menerima, merespons, dan melaksanakan setiap panggilan kebaikan dengan penuh ke sa daran, bukan keterpaksaan.







Keutamaan Rasulullah SAW Dengan Nabi-Nabi Yang Terdahulu

Sungguh keutamaan Rasulullah SAW di antara para nabi dan rasul lain di antaranya terletak pada sifat wahyunya yang umum, menyeluruh dan berlaku bagi semua umat manusia.
Allah SWT berfirman, "Katakanlah (Muhammad), "Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua." (QS. Al-A'raf: 158).
Pada ayat lain, Allah SWT berfirman, "Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Saba': 28).
Oleh karenanya, mukjizat yang diberikan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW bersifat nonmateri, mudah dipahami akal sehat dan abadi. Berbeda dengan mukjizat para rasul sebelumnya yang bersifat materi dan terbatas dari sisi waktu dan tempat.
Mukjizat Musa AS misalnya, berupa tongkat yang dapat berubah menjadi ular yang menelan ular sulapan para ahli sihir Firaun. Sedangkan mukjizat Alquran menggetarkan hati dan jiwa; sesuai dengan landasan akal manusia; dan tidak lekang oleh waktu. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Kamilah yang  menurunkan Alquran,  dan pasti Kami (pula) yang  memeliharanya." (QS. Al-Hijr: 9).
Oleh sebab itu pula, syariat yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW merupakan syariat terakhir dan penyempurna dari syariat-syariat sebelumnya. Perhatikanlah syariat shalat, zakat, puasa dan haji yang merupakan penyempurnaan dari model syariah para rasul terdahulu dan tidak diperkenankan perubahan di dalamnya sampai kapan pun.
Allah SWT berfirman, "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan agamamu dan Ku-cukupkan nikmat-Ku kepadamu serta Ku-ridhai Islam menjadi agama bagimu." (QS. Al Maidah: 3).
Tepatlah kemudian jika Allah SWT menempatkan Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir karena kapabelitasnya dari semua segi. Semua peristiwa dan penyelesaian yang dilakukan oleh rasul-rasul terdahulu bahkan semua peristiwa masa lampau telah menjadi bekal dalam diri Muhammad SAW untuk menghadapi persoalan umatnya, sehingga di dalam mencari jalan penyelesaian beliau melakukan berbagai modifikasi untuk mendapatkan solusi terbaik.
Saat ditanya mengenai keengganannya menggunakan doa pamungkas, Rasulullah SAW menjawab, "Aku menggunakan doaku (doa pamungkas) untuk kepentingan pemberian pertolongan (syafaat) bagi umatku, nanti pada hari kiamat."

Pantas pula jika kemudian Allah memperlakukan rasul-Nya yang satu ini dengan perlakuan yang berbeda dari rasul-rasul lainnya. Lihatlah bagaimana Allah SWT tidak pernah memanggil namanya kecuali dengan mengikutsertakan jabatan kerasulan di belakangnya.
Hal tersebut berbeda dengan rasul-rasul lain yang langsung disebut namanya oleh Allah SWT. "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, bersikap kasih sayang terhadap sesama mereka." (QS. Al Fath: 29).
Pantas lah lagi jika kemudian Allah SWT menjadikannya sebagai teladan terbaik dalam hubungannya dengan manusia dan Tuhan; dunia dan akhirat; orang-orang mukmin dan kafir; serta hubungannya dengan semua makhluk tanpa kecuali. Allah SWT berfirman, "Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat serta memperbanyak menyebut Allah." (QS. Al Ahzab: 31).
Inilah Muhammad SAW yang keutamaannya di antara para rasul menjadi inspirasi keutamaan bagi setiap pribadi Muslim atas pribadi lain karena banyaknya kebaikan dan kemanfaatan bagi sesama. Wallahu a'lam









Kedermawanan Ali Bin Abi Thalib

Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih sore menjelang Ashar.
Fatimah binti Rasulullah, istrinya menyambut kedatangan suaminya yang sehari suntuk mencari rezeki dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah makin besar.
Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. "Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang sepeser pun."
Fatimah menyahut sambil tersenyum, "Memang yang mengatur rezeki tidak duduk di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Ta'ala."
"Terima kasih," jawab Ali. Matanya memberat lantaran istrinya begitu tawakal. Padahal, persediaan dapur sudah ludes sama sekali. Toh, Fatimah tidak menunjukan sikap kecewa atau sedih.
Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan shalat berjamaah. Sepulang dari masjid, di jalan ia dihentikan oleh seorang bapak tua.
"Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?" tanya lelaki tua itu
Ali menjawab heran. "Ya, betul. Ada apa, Tuan?''
Orang tua itu merogoh kantongnya seraya menjawab, "Dahulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar ongkosnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya."
Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.
Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang tidak di sangka-sangka ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi merisaukan keperluan sehari-hari.
Ali pun bergegas berangkat ke pasar. Sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang fakir menadahkan tangan, "Siapakah yang mau mengutangkan hartanya untuk Allah, bersedekahlah kepada saya, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan."
Tanpa pikir panjang lebar, Ali memberikan seluruh uangnya kepada orang itu.
Pada waktu ia pulang dan Fatimah keheranan melihat suaminya tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya.
Fatimah, masih dalam senyum, berkata, "Keputusan kanda adalah yang juga akan saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih baik kita mengutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang dimurkai-Nya, dan menutup pintu surga buat kita."












Malu dan Iman Saling Berkaitan

Dalam sebuah hadis riwayat Imam Hakim dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya rasa malu (untuk melakukan perbuatan buruk) dan keimanan adalah dua hal yang selalu digandengkan dan dikaitkan. Apabila diangkat salah satunya maka akan diangkat pula yang lainnya."
Sabda Rasulullah SAW tersebut menggambarkan dengan jelas tentang salah satu konsekuensi iman yang sangat penting, yakni terbangunnya rasa malu dengan kuat untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela dan merusak. Apabila rasa malu itu hilang, akan hilang pula kekuatan keimanan yang menyertainya.
Koruptor yang merampok dan meng-gashab uang negara untuk kepentingan dirinya dan kelompoknya, sesungguhnya adalah orang yang kehilangan rasa malunya. Dengan demikian, hilang pula keimanan yang ada pada dirinya.
Karena itu, tidaklah mengherankan jika para koruptor yang jelas-jelas melakukan kejahatan itu masih berkelit dari dosa yang dilakukannya, mencari pembelaan dan pembenaran, dan berpenampilan seperti orang yang tidak pernah melakukan kesalahan, bahkan masih bisa mengumbar senyum dan tertawa di depan umum (misalnya di depan kamera).
Para pelajar yang tawuran dengan brutal dan berani melakukan perbuatan merusak itu, juga karena hilangnya rasa malu dan keimanan yang dimilikinya. Tidak heran jika setelah melakukan penusukan dan pembunuhan, dia merasa puas terhadap perbuatannya tersebut.
Para wanita yang membuka auratnya lebar-lebar di depan publik (untuk maksud dan tujuan apa pun), dan tampak berbangga dengan perbuatannya itu pada dasarnya telah kehilangan rasa malunya dan kehilangan pula keimanan yang dimilikinya.
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
Rasulullah SAW menyatakan, "Apabila engkau sudah tidak punya rasa malu, maka engkau akan melakukan berbagai macam perbuatan tanpa kendali apa pun (sekehendak hati)."
Dari hadis tersebut dan jika dikaitkan dengan berbagai kejadian di Tanah Air saat ini, maka pendidikan di dalam keluarga maupun di sekolah seyogianya ditekankan pada penguatan keimanan yang melahirkan rasa malu untuk melakukan perbuatan yang merusak, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.
Ibadah-ibadah yang disyariatkan oleh ajaran Islam, seperti tergambar dalam rukun Islam, hakikatnya adalah membangun kesadaran beriman dan bertauhid, merasa terus-menerus dilihat dan diawasi Allah (muraqabah), sehingga akan merasa malu (karena Allah) jika melakukan perbuatan yang bertentangan dengan syariat dan ketentuan-Nya.
Tentu semua ini harus berjalan beriringan dengan contoh dan keteladan yang baik dari para orang tua, para guru, para tokoh masyarakat, maupun para pejabat publik lainnya. Wallahu a'lam bish shawab.
(Republika Online)








Wasiat Jibril Kepada Nabi Muhammad SAW

Dalam suatu riwayat Ibnu Hatim, disebutkan bahwa Jibril AS pernah berkata pada Nabi Muhammad Saw, "Tidaklah aku diutus kepada seseorang yang lebih aku cintai daripada ketika aku diutus kepadamu."
"Maukah aku ajarkan kepadamu (kalimat pembuka) doa yang aku simpan khusus untukmu—yang belum pernah aku ajarkan kepada seorangpun sebelummu—yang dapat engkau baca sewaktu berdoa dengan harap-harap cemas? Maka bacalah:
"Yaa nuurus samawaati wal ardhi.
Wayaa qoyyumas samaawaati wal ardhi.
Wayaa shomadas samaawati wal ardhi.
Wayaa zainas samaawaati wal ardhi.
Wayaa jamaalas samaawati wal ardhi.
Wayaa dzal jalaali wal ikroom.
Wayaa ghoutsal mustaghitsiina.
Wamuntaha roghbatil 'aabidiina.
Wa munaffisal kurobi 'anil makrubiina.
Wa mufarrijal ghommi 'anil maghmuumiina.
Wa shoriikhol mustashrikhiina.
Wa mujiiba suu'aalil 'abidiina…"
"Wahai Dzat Yang Menerangi langit dan bumi.
Wahai Dzat Yang Mengurus langit dan bumi.
Wahai Dzat Yang Menahan langit dan bumi.
Wahai Dzat Yang Menghiasi langit dan bumi.
Wahai Dzat Yang Memperindah langit dan bumi.
Wahai Dzat Yang Memiliki Keagungan dan Kemuliaan.
Wahai Dzat Yang menjadi tempat memohon pertolongan bagi mereka yang memohonnya.
Wahai Dzat yang menjadi puncak harapan para ahli ibadah.
Wahai Dzat Yang Melepaskan beragam kesulitan bagi mereka yang dilandanya.
Wahai Dzat Yang Menghilangkan kecemasan dari mereka yang ditimpanya.
Wahai Dzat Yang Memberi pertolongan kepada mereka yang memohonnya.
Dan, Wahai Dzat Yang Mengabulkan permohonan para hamba-Nya…"
"Selanjutnya, silakan engkau berdoa kepada Allah dengan doa yang menyangkut urusan dunia dan akhirat."
Berdoa adalah kebutuhan seorang hamba pada Tuhannya. Biasanya, kebutuhan itu muncul setiap saat terlebih jika kita merasa bahwa diri ini tidak sanggup menanggung beban, masalah yang datang bergantian, hingga sampai putus harapan.
Selain sebagai kebutuhan, Allah juga menyerukan para hamba-Nya untuk mau berdoa, meminta apa pun yang kita inginkan, tanpa harus 'memaksa' Allah untuk cepat mengabulkan doa kita. Sebab pada dasarnya, cukuplah Allah yang Mahatahu segala yang terbaik untuk segenap hamba-Nya dan cukuplah hak kabul-mengabulkan menjadi urusan dan rahasia-Nya semata.
"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS Al-Mukmin: 60).
Islam begitu indah dan sistematis. Segala amal ibadah memiliki cara dan adab masing-masing. Begitu pun dengan berdoa. Karena Allah menganjurkan kita untuk berdoa dan lengkap dengan jaminannya bahwa akan dikabulkan oleh-Nya, maka perbanyaklah meminta pada Allah dengan suara yang lembut, penuh harap—juga selipkan wasiat Jibril selepas shalat fardhu kita. Insya Allah, Dia perkenankan semua hajat kita. Amin. Wallahu a'lam.
(Republika Online)







Abu Hurairah

Waktu kecil Abdusy Syams (hamba Matahari) sangat sayang kepada seekor anak kucing betina, yang dalam bahasa Arab disebut Hurairah. Sejak itu, dia dikenal dengan panggilan Abu Hurairah.
Setelah masuk Islam, Rasulullah SAW lebih suka memanggilnya Abu Hirr sebagai panggilan akrab, dan dia lebih suka panggilan itu. Abu Hirr artinya penyayang kucing jantan.
Namun, Rasulullah SAW kemudian mengganti namanya menjadi Abdur Rahman (hamba Allah yang Mahapenyayang).
Abu Hurairah RA berasal dari suku Daus dan dia masuk Islam melalui Thu f ail bin 'Amir ad-Dausy, salah seorang pe mimpin suku tersebut.
Setelah masuk Islam, pemuda Ad-Dausy ini pergi ke Madinah menemui Nabi dan berkhidmat untuk Rasulullah sepenuh hati. Dia tinggal bersama ahli shuffah di beranda Masjid Nabawi. Tiap waktu dia bisa shalat di belakang Nabi dan mendengarkan pelajaran berharga dari Nabi.
Abu Hurairah punya ibu yang sudah tua dan sangat disayanginya. Dia ingin ibunya memeluk Islam, tapi menolak bahkan mencela Rasulullah SAW. Abu Hurairah sangat sedih. Dia pergi menemui Rasulullah sambil menangis.
"Mengapa engkau menangis, wahai Abu Hirra?" sapa Nabi. Abu Hurairah menjelaskan apa yang menyebabkan hatinya galau, sambil meminta Rasul mendoakan ibunya. Lalu Nabi berdoa agar ibu Abu Hurairah terbuka hatinya untuk menerima Islam.
Suatu hari Abu Hurairah menemui ibunya. Sebelum membuka pintu dia mendengar suara gemericik air, kemudian terdengar suara ibunya. "Tunggu di tempatmu, Nak!"
Setelah dipersilakan masuk, Abu Hurairah kaget tatkala ibunya langsung menyambut dengan ucapan dua kalimat syahadat. Alangkah bahagianya Abu Hurairah, keinginannya tercapai. Segera dia kembali menemui Rasulullah. "Dulu aku menangis karena sedih, sekarang aku menangis karena gembira."
Abu Hurairah sangat menyayangi ibunya, terlebih setelah ibunya masuk Islam. Dia selalu hormat dan berbakti kepada ibunya. Setiap akan pergi meninggalkan rumah dia berdiri lebih dahulu di depan pintu kamar ibunya mengucapkan salam, "Assalamu 'alaiki wa rahmatullah wa barakatuh, ya ummah!"
Ibunya menjawab dengan lembut, "Wa 'alaikas salam wa rahmatullahi wa barakatuh, ya bunayya."
Kemudian, Abu Hurairah mendoakan ibunya, "Rahimakillahu kama rabbay tini shaghira" (semoga Allah mengasihi ibu sebagaimana ibu merawatku waktu kecil)."
Ibunya membalas doa putranya dengan doa yang tidak kalah indahnya, "Wa rahimakallahu kama barartani kabira" (semoga Allah mengasihimu sebagaimana engkau berbuat baik kepadaku setelah engkau dewasa).
Abu Hurairah aktif mengajak orang lain agar memuliakan dan berbuat baik dan menyayangi kedua orang tua. Suatu hari dia melihat dua orang berjalan bersama, yang satu lebih tua dari lainnya. Abu Hurairah bertanya kepada yang muda, siapa orang tua ini? "Bapakku," jawab anak muda itu.
Lalu Abu Hurairah menasihatinya. "Janganlah engkau memanggilnya dengan menyebut namanya. Jangan berjalan di hadapannya. Dan jangan duduk sebelum dia duduk lebih dahulu." Begitulah, sisi lain Abu Hurairah, yang sangat sayang kepada ibunya dan hormat kepada yang lebih tua.












Al Biruni - Penemu Trigonometri,

Al Biruni memiliki nama lengkap Abu al-Raihan Muhammad bin Ahmad al- Khawarizmi al-Biruni. Beliau adalah seorang ilmuwan besar, Al-Biruni banyak menuliskan penemuan-penemuannya. Ia telah menulis lebih dari 200 buku tentang hasil pengamatan dan eksperimennya.
Allah Maha Mengetahui, dan tidak menyukai ketidaktahuan Abad Al-Biruni. Begitulah para sejarawan dunia menamakan masa keemasan ilmu pengetahuan pada abad pertengahan Masehi. Ini menurut catatan sejarah, ia pernah akan diberi penghargaan berupa ribuan mata uang perak yang dibawa tiga ekor unta oleh Sultan yang berkuasa saat itu, akan tetapi ia menolak. Menurutnya, ia mengabdi kepada ilmu pengetahuan karena ilmu pengetahuan itu sendiri, bukan demi uang.
Melalui jawabannya tersebut, secara tidak langsung ia mengatakan bahwa ilmu tidak dapat diukur dengan uang. Ia antusias mencari ilmu sebanyak-banyaknya hanya karena Allah. Ia sadar.
Dalam melakukan penelitian ilmiah terhadap alam semesta, Al-Biruni memiliki metode yang khas. Menurutnya, ilmuwan adalah orang yang menggunakan setiap sumber yang ada dalam bentuk aslinya, kemudian melakukan pekerjaan dengan penelitian melalui pengamatan langsung dan percobaan. Metode ini kemudian banyak dijadikan pegangan oleh para ilmuwan selanjutnya.
Ia lahir pada September 973 M di Khawarizm, Turkmenistan. Ia dibesarkan dalam keluarga yang mencintai ilmu pengetahuan dan juga taat beragama. Sayangnya masa kecil Al-Biruni tidak banyak diketahui sejarah seperti tokoh Islam lainnya. Yang jelas, pria yang bernama lengkap Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni ini sangat gemar belajar sejak kecil.
Beberapa tokoh ulama yang pernah menjadi gurunya sewaktu kecil adalah Abu Nasr Mansur ibnu Ali ibnu Iraqi, Syekh Abdusshamad bin Abdusshamad, dan Abu Al-Wafa Al-Buzayani. Berbagai ilmu yang diajarkan kepadanya, adalah ilmu pasti, Astronomi dan ilmu Kedokteran. Tak mengherankan bila ia dikenal sebagai ahli di berbagai bidang sejak masa belia.
Dengan bermodalkan penguasaannya terhadap Bahasa Arab, Yunani dan Sansekerta, Biruni mampu menyerap berbagai ilmu pengetahuan langsung dari sumber aslinya. Hasilnya berbagai karya di bidang Matematika, fisika, Astronomi, Kedokteran, Metafisika, Sastra, ilmu Bumi, dan sejarah pun menambah khasanah ilmu pengetahuan. Bahkan ia juga berhasil menemukan fenomena rotasi bumi dan bumi mengelilingi matahari setiap harinya.
Dengan tekad mendedikasikan dirinya pada ilmu pengetahuan, Al-Biruni melakukan penelitian terhadap semua jenis ilmu yang ada. Karenanya, banyak ahli sejarah yang menganggap ia sebagai ilmuwan terbesar sepanjang masa. Selain itu, setiap terjun kemasyarakat dan melakukan penelitian, Al-Biruni sangat mudah menyatu dengan lingkungan. Ia pun dikenal sebagai sosok yang penuh toleransi.
Dalam mencari ilmu, ia tidak hanya puas berada di satu wilayah. Ia banyak melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Asia Tengah dan Persia bagian utara. Bahkan selama dalam perjalanannya melanglang buana itu, Al-Birun pernah berada dalam satu himpunan sarjana muslim lainnya seperti Ibnu Sina di Kurkang, Khawarizm. Setelah berpisah Al-Biruni dan Ibnu Sina tetap menjalin hubungan. Mereka terus mengadakan diskusi atau bertukar pikiran mengenai berbagai gejala alam.
Selama perjalanan hidupnya sampai dengan tahun 1048, Al-Biruni banyak menghasilkan karya tulis, tetapi hanya sekitar 200 buku yang dapat diketahui. Diantaranya adalah Tarikh Al-Hindi (sejarah India) sebagai karya pertama dan terbaik yang pernah ditulis sarjana muslim tentang India. Kemudian buku Tafhim li awal Al-Sina'atu Al-Tanjim, yang mengupas tentang ilmu Geometri, Aritmatika dan Astrologi. Sedangkan khusus Astronomi Al-Biruni menulis buku Al-Qanon al-Mas'udi fi al-Hai'ah wa al-Nujum (teori tentang perbintangan).
Disamping itu, ia juga menulis tentang pengetahuan umum lainnya seperti buku Al-Jamahir fi Ma'rifati al-Juwahir (ilmu pertambangan), As-Syadala fi al-Thib (farmasi dalam ilmu Kedokteran), Al-Maqallid Ilm Al-Hai'ah (tentang perbintangan) serta kitab Al-Kusuf wa Al-Hunud (kitab tentang pandangan orang India mengeanai peristiwa gerhana bulan).
Itu hanya sebagian kecil dari buku-buku karya Al-Biruni yang beredar. Selain itu masih banyak buku lainnya yang dapat dijadikan rujukan. Namun sangat disayangkan, tidak seperti Ibnu Sina, yang pemikirannya telah merambah Eropa. Karya-karya besar Al-Biruni tidak begitu berpengaruh di wilayah barat, karena buku-bukunya baru di terjemahkan ke bahasa-bahasa barat baru pada abad ke 20.
Tur ke India
Dari satu tempat ke tempat yang lain, begitulah perjalanan Al-Biruni. Setelah beberapa lama Al-Biruni menetap di Jurjan, ia memutuskan kembali ke kampung halamannya, namun setibanya di sana, ia melihat tempat kelahirannya sedang mengalami konflik antar Etnis.
Keadaan itu dimanfaatkan oleh Sultan Mahmud Al-Ghezna untuk melakukan invasi dan menaklukkan Jurjan. Keberhasilan penaklukan ini membawa langkah Al-Biruni, yang memang bekerja untuk Istana, ke India, bersama Sultan. Di India ia banyak melakukan penelitian pada berbagai bidang ilmu. Lagi-lagi ia menghasilkan karya baru, baik itu artikel ilmiah maupun buku.
Sang Sultan pun berhasil membuka kawasan India timur, hal ini dimanfaatkan Al-Biruni untuk menjadikan tempat tersebut sebagai basis baru dakwahnya. Selain itu ia juga memanfaatkan waktu untuk memperlajari adat-istiadat dan perlikau masyarakat setempat. Ia juga memperkenalkan permainan catur ala India ke negeri-negeri Islam.
Ketertarikan Al-Biruni kepada India, terlihat dari hasil karyanya Tahqiq Al-Hindi, yang memberikan penjelasan tentang problem-problem Trigonometri lanjutan. Kemudian Sankhya, yang mengupas asal-usul dan kualitas benda-benda yang memiliki eksistensi. Serta buku yang berjudul Patanial (Yoga Sutra), yang berhubungan dengan kebebasan jiwa. Keduanya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada kedua buku India ini, Al-Biruni memuat secara autentik sejarah akurat invasi Sultan Mahmoud ke India.
Sebagai seorang ilmuwan muslim, segala sesuatu yang dipelajarinya selalu dikaitkan dengan Al-Qur'an. Ia melandaskan semua kegiatannya kepada Islam serta meletakkan ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk menyingkap rahasia alam. Semua hasil karyanya bermuara kepada Allah SWT.
Dalam bukunya, Al-Biruni mengatakan, "Penglihatan menghubungkan apa yang kita lihat dengan tanda-tanda kekuasaan Allah dalam ciptaan-Nya. Dari penciptaan alam tersebut kita dapat menyimpulkan ke Esaan dan ke Agungan Allah."
Itulah yang menjadi prinsip Al-Biruni selama melakukan penelitian dan percobaan. Ia sama sekali tidak melepaskan ilmu pengetahuan dari agama. Itu pula sebabnya, ia lebih hebat dibandingkan ilmuwan lainnya pada saat itu. Penguasaannya terhadap berbagai ilmu pengetahuan telah menyebabkan ia dijuluki Ustadz fil Ulum "Guru segala Ilmu."
Kesuksesannya pada bidang Sains dan ilmu pengetahuan juga membuat banyak orang kagum, termasuk kalangan ilmuwan barat, salah satunya Max Mayerhoff, "Dia adalah seorang yang paling menonjol di seluruh Planet Bima sakti dan para ahli terpelajar sejagat, yang memacu zaman keemasan ilmu pengetahuan Islam."
Pendapat ini di setujui oleh Sir JN. Sircar seorang sejarawan asal India. Al-Biruni dengan segala kelebihan yang dimilikinya, telah berjasa memberikan pemikirannya untuk kita ketahui dan kita pelajari. Buku-bukunya banyak diterbitkan di Eropa dan tersimpan dengan baik di Musium Escorial, Spanyol.
Al-Biruni wafat dalam usia 75 tahun. Tempat kelahirannya menjadi pilihan untuk menghabiskan sisa hidup dan menghapuskan nafas terakhirnya.
Allah telah memberikan sebuah hidup yang sangat berarti bagi Al-Biruni. Ia adalah orang yang benar-benar menggunakan akal dan pikirannya yang di anugrahkan Allah, untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, (yaitu) orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring. Dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi seraya berkata: Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa Neraka." (Ali Imran: 190-191).






















Kisah Qorun Bin Yashar

Pada jaman Nabi Musa AS menjadi pemimpin Bani Israil, ada seorang yang bernama Qorun. Awalnya Qorun adalah salah seorang pengikut Nabi Musa AS yang sangat taat beribadah. Karena sangat sibuk beribadah, Qorun tidak begitu peduli dengan masalah duniawi. Alhasil Qorun dan keluarganya hidup serba kekurangan. Namun, meski begitu Qorun termasuk ulama yang sangat disegani saat itu.
Istri Qorun, Ilza, tidak terlalu puas dengan kehidupannya. Dia sering mengeluh dan merengek agar Qorun mau lebih berusaha meningkatkan taraf hidup mereka. "Suamiku, sepertinya aku mulai bosan hidup miskin. Kenapa kita harus hidup menderita seperti ini padahal kau taat beribadah?" rengek Ilza pada Qorun. "Istriku, kenapa kau membandingkan kesenangan duniawi dengan kesenangan bathin? Ibadah adalah untuk membuat hati kita tenang, bukan untuk mencari kekayaan," jawab Qorun. "Tapi aku juga ingin sekali-kali makan enak dan punya baju bagus seperti orang lain," rengek Ilza. Qorun tertegun mendengar rengekan istrinya. "Maafkan aku istriku, aku tidak tahu kalau kau begitu menderita," kata Qorun.
Suatu hari datanglah dua orang pria ke rumah Qorun. Mereka mengaku utusan raja Gholan yang membawa hadiah berupa uang emas yang banyak. "Maaf, kenapa saya harus menerima hadiah dari raja Gholan? Saya tidak mengenalnya, dan tidak merasa pernah berbuat kebaikan padanya. Jadi maaf, saya tidak bisa menerima pemberiannya," kata Qorun. "Oh, tentu saja anda sangat berjasa. Bukankah anda adalah ulama besar yang mengajarkan kebaikan disini? Lagipula raja kami juga memberikan hadiah yang sama untuk ulama lainnya kok!" bujuk kedua utusan itu. "Ah tetap saja saya tidak bisa menerima hadiah ini. Pasti ada maksud lain dari pemberian ini," pikir Qorun. "Maaf saya tidak bisa menerima pemberian rajamu. Sampaikan saja rasa terima kasihku!" kata Qorun pasti.
Berkali-kali kedua utusan itu datang, namun selalu ditolak oleh Qorun. Akhirnya mereka memutuskan unk datang saat Qorun tidak sedang berada di rumah dan menemui Ilza istri Qorun. "Ayolah nyonya, diterima saja hadiah ini. Nyonya bisa beli apapun yang nyonya mau," bujuk mereka. "Benar juga," pikir Ilza, "aku kan sudah lama ingin punya uang banyak." Tapi dia lalu teringat suaminya yang tidak mau menerima hadiah itu. "Ah tapi saya juga takut nanti suamiku akan marah jika tahu aku menerima hadiah yang ditolaknya," kata Ilza muram. "Nyonya jangan bilang dulu! Berikan saja suami nyonya masakan yang lezat. Dan nyonya juga harus berhias supaya suami nyonya terpesona. Maka suami nyonya dijamin tidak akan marah!" bujuknya. "Hmmmm, ada baiknya juga dicoba," pikir Ilza. Maka dia menerima hadiah dari raja Gholan tersebut.
Sorenya saat Qorun baru pulang dari tempat ibadah, dia melihat istrinya telah memakai pakaian bagus dan kelihatan tampak cantik. Bukan itu saja, di meja makan telah terhidang makanan dan minuman yang sangat lezat. "Darimana kau dapat semua ini?" tanya Qorun heran. "Makanlah dulu, nanti akan kuceritakan," kata Ilza berahasia. Kemudian setelah Qorun selesai makan dan minum, Ilza menceritakan apa yang terjadi. "Apa? Bukannya aku sudah menolak hadiah tak jelas itu? Kenapa kamu malah menerimanya?" tanya Qorun kaget. "Suamiku, bukankah kau juga senang bisa makan enak dan melihat istrimu berdandan?" rayu Ilza. "Tidak ada salahnya kan punya uang banyak? Toh kita masih bisa tetap beribadah," lanjut Ilza. Qorun termenung. "Baiklah!" katanya. "Tapi jika nanti dia menuntut macam-macam, kita harus mengembalikan uangnya," kata Qorun.
Karena terbiasa hidup enak, ibadah Qorun makin lama makin berkurang. Apalagi Ilza selalu melarangnya jika dia berniat untuk mengunjungi nabi Musa. "Bersama Nabi Musa hidup kita miskin. Lebih baik jauhi saja dia!" begitu terus kata Ilza. Lama kelamaan Qorun tidak pernah lagi beribadah. Kini dia mulai sibuk berniaga. Makin hari hartanya semakin banyak. Hingga akhirnya Qorun menjadi orang yang sangat kaya raya. Namun sayang, kini dia menjadi sombong dan pelit. Dia selalu ingin terlihat berkuasa dan gila pujian. Kekayaannya selalu dihitung sampai sedetil-detilnya, hingga kehilangan satu dinar pun dia pasti akan mengetahuinya.
Suatu hari ada salah seorang sahabat lama Qorun yang mengingatkan dia untuk membayar zakat atas hartanya yang berlimpah. Terpaksa Qorun mendatangi nabi Musa untuk menanyakan berapa banyak zakat yang harus dibayarnya. "Setiap seribu dinar zakatnya satu dinar. Seribu kambing zakatnya satu kambing. Seribu gram emas zakatnya satu gram emas. Begitu seterusnya," jelas nabi Musa. Qorun mulai menghitung zakatnya, ternyata jumlahnya lumayan besar. Rasa kikirnya muncul. Pikirnya dia sudah susah payah mencari kekayaan kenapa harus dibuang percuma. Maka dia mulai berprasangka buruk tehadap nabi Musa. Menurutnya peraturan zakat itu hanyalah tipu muslihat nabi Musa untuk kesejahteraan nabi Musa sendiri.
Qorun memang keterlaluan. Bukan saja dia tidak mau mebayar zakat hartanya, dia juga menghasut saudagar-saudagar lainnya supaya tidak membayar zakat. Bahkan dia merencanakan untuk mencelakakan nabi Musa. Dia membayar seorang wanita penghibur untuk mengaku pernah berbuat tidak baik dengan nabi Musa. Suatu siang, saat nabi Musa sedang berdakwah, Qorun sengaja bertanya apa hukumannya jika pria dan wanita yang bukan suami istri tapi melakukan zina. "Hukumannya adalah dirajam!" jawab nabi Musa tegas. "Apakah itu juga berlaku bagimu wahai nabi?" tanya Qorun lantang. "Tentu! Hukumannya juga dirajam," jawab nabi Musa. "Kalau begitu kami harus merajammu wahai nabi! Bukankah kau telah berzina dengan seorang wanita sedangkan dia bukan istrimu?" kata Qorun dengan suara keras. "Naudzubillahi Min Dzalik, aku tidak pernah berbuat sehina itu. Celakalah orang yang menuduh tanpa bukti!" kata nabi Musa. "Tentu saja aku punya bukti," jawab Qorun dengan tenang. Lalu dipanggilah si wanita penghibur.
Tapi si wanita penghibur tadi setelah berhadapan dengan nabi Musa menjadi ciut nyalinya. Sehingga dia malah membeberkan kejadian yang sebenarnya. Mendengar hal itu nabi Musa menjadi marah. Dia berdoa kepada Alloh Swt untuk memberikan petunjuk. Lalu Alloh berfirman bahwa Alloh telah memerintahkan bumi untuk taat kepada nabi Musa. Nabi Musa lalu berkata: "Wahai Bani Israil sesungguhnya Alloh telah memerintahkan kalian untuk taat kepadaku. Barang siapa yang ingin bersama Qorun tetaplah bersamanya. Siapa yang ingin bersamaku, menjauhlah dari Qorun!" Semua orang menjauhi Qorun, hingga tinggal tersisa dua orang. Lalu nabi Musa berkata pada bumi, "Wahai bumi telanlah Qorun dan pengikutnya!" Tiba-tiba bumi dimana Qorun dan pengikutnya berpijak bergetar kemudian membelah dan mulai menelan mereka. Sia-sia saja Qorun berteriak minta ampun, dosanya sudah tidak terampuni. Maka dia dan pengikutnya hilang ditelan bumi.
Tetapi setelah peristiwa itu, orang-orang mulai berprasangka bahwa nabi Musa sengaja menghukum Qorun supaya bisa menguasai hartanya. Maka sekali lagi nabi Musa meminta bumi untuk menenggelamkan harta Qorun supaya terhindar dari fitnah. Alloh mengabulkan doa nabi Musa dengan menciptakan gempa bumi yang dahsyat, sehingga semua harta Qorun terkubur di dalam bumi. Itulah asal mulanya kenapa kita menyebut harta yang terpendam dengan istilah harta karun.
Qarun adalah kaum Nabi Musa, berkebangsaan Israel, dan bukan berasal dari suku Qibthi (Gypsy, bangsa Mesir). Allah mengutus Musa kepadanya seperti diutusnya Musa kepada Fir'aun dan Haman. Allah telah mengaruniai Qarun harta yang sangat banyak dan perbendaharaan yang melimpah ruah yang banyak memenuhi lemari simpanan. Perbendaharaan harta dan lemari-lemari ini sangat berat untuk diangkat karena beratnya isi kekayaan Qarun. Walaupun diangkat oleh beberapa orang lelaki kuat dan kekar pun, mereka masih kewalahan.
Qarun mempergunakan harta ini dalam kesesatan, kezaliman dan permusuhan serta membuatnya sombong. Hal ini merupakan musibah dan bencana bagi kaum kafir dan lemah di kalangan Bani Israil.Dalam memandang Qarun dan harta kekayaannya, Bani Israil terbagi atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok orang yang beriman kepada Allah dan lebih mengutmakan apa yang ada di sisi-Nya. Karena itu mereka tidak terpedaya oleh harta Qarun dan tidak berangan-angan ingin memilikinya. Bahkan mereka memprotes kesombongan, kesesatan dan kerusakannya serta berharap agar ia menafkahkan hartanya di jalan Allah dan memberikan kontribusi kepada hamba-hamba Allah yang lain.Adapun kelompok kedua adalah yang terpukau dan tertipu oleh harta Qarun karena mereka telah kehilangan tolok ukur nilai, landasan dan fondasi yang dapat digunakan untuk menilai Qarun dan hartanya. Mereka menganggap bahwa kekayaan Qarun merupakan bukti keridhaan dan kecintaan Allah kepadanya. Maka mereka berangan-angan ingin bernasib seperti itu.
Qarun mabuk dan terlena oleh melimpahnya darta dan kekayaan. Semua itu membuatnya buta dari kebenaran dan tuli dari nasihat-nasihat orang mukmin. Ketika mereka meminta Qarun untuk bersyukur kepada Allah atas sedala nikmat harta kekayaan dan memintanya untuk memanfaatkan hartanya dalam hal yang bermanfaat,kabaikan dan hal yang halal karena semua itu adalah harta Allah, ia justru menolak seraya mengatakan "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku"
Suatu hari, keluarlah ia kepada kaumnya dengan kemegahan dan rasa bangga, sombong dan congkaknya. Maka hancurlah hati orang fakir dan silaulah penglihatan mereka seraya berkata, "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar."Akan tetapi orang-orang mukmin yang dianugerahi ilmu menasihati orang-orang yang tertipu seraya berkata, "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh…."
Berlakulah sunnatullah atasnya dan murka Allah menimpanya. Hartanya menyebabkan Allah murka, menyebabkan dia hancur, dan datangnya siksa Allah. Maka Allah membenamkan harta dan rumahnya kedalam bumi, kemudian terbelah dan mengangalah bumi, maka tenggelamlah ia beserta harta yang dimilikinya dengan disaksikan oleh orang-orang Bani Israil. Tidak seorangpun yang dapat menolong dan menahannya dari bencana itu, tidak bermanfaat harta kekayaan dan perbendaharannya.
Tatkala Bani Israil melihat bencana yang menimpa Qarun dan hartanya, bertambahlah keimanan orang-orang yang beriman dan sabar. Adapaun mereka yang telah tertipu dan pernah berangan-angan seperti Qarun, akhirnya mengetahui hakikat yang sebenarnya dan terbukalah tabir, lalu mereka memuji Allah karena tidak mengalami nasib seperti Qarun. Mereka berkata, "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa saja yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)."













Ciri Orang Cerdas

Rasulullah SAW bersabda :
"Orang yang cerdas adalah orang yang mampu menaklukkan hawa nafsunya dan bekerja untuk hal-hal setelah kematiannya, sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan kepada Allah SWT."

(HR. Hakim)

Doa Ketika akan Memulai Usaha atau Pekerjaan

 “Allaahumma innii a’uudzubika minal hadami wataraddii wal ghammi wal gharaqi qal hariiq
Ya Allah,aku berlindung kepadaMu dari kehancuran (dalam usaha), terjatuh (bangkrut), tenggelam dan kebakaran.” (HR.Ahmad,Tirmidzi,dan Abu dawud)