رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ


"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."

Sabtu, 02 November 2013

Kisah Thariq bin Ziyad Penakluk Andalusia

Andalusia adalah negeri kaum Muslimin yang pernah ditaklukan oleh panglima perang Thariq bin Ziyad. Thariq berasal dari suku Barbar, Afrika yang kemudian memeluk Islam. Entah mungkin untuk mendiskreditkan perjuangan Thariq bin Ziyad, kata-kata Barbar kemudian jika disematkan kemudian berkonotasi negatif, yang berarti tidak beradab, kejam atau kasar.

Negeri Andalusia yang pernah dikuasai kaum Muslimin dan sempat mencapai kegemilangan di bidang ilmu pengetahuan di bawah pemerintahan Islam kini telah dikuasai Nasrani. Oleh sebab itu, Syaikh Abdullah Azzam -rahimahullah- menyinggungnya dalam kitab “An-Nihayah wal Khulashah”:

“Bahkan jihad itu telah menjadi fardlu 'ain bukan saja sejak Rusia memasuki Afghanistan, akan tetapi jihad telah menjadi fardlu 'ain semenjak jatuhnya Andalusia ke tangan orang-orang Nasrani, dan hukumnya belum berubah sampai hari ini.

Dengan demikian jihad telah menjadi fardlu 'ain sejak tahun (1492 M), tatkala Ghornathoh (Granada) jatuh ke tangan orang-orang kafir --- ke tangan orang-orang Nasrani --- sampai hari ini. Dan jihad akan tetap fardlu 'ain sampai kita mengembalikan seluruh wilayah yang dahulu merupakan wilayah Islam, ke tangan kaum muslimin.”

Semoga kisah kegemilangan Thariq bin Ziyad yang dikutip dari kitab “Shuwarun min Hayatil Fatihin” bukan sekedar nostalgia semata, namun bisa menginspirasi dan memotivasi kaum Muslimin untuk berjihad meraih kembali kejayaan Islam.

Thariq bin Ziyad

Sang Penakluk Andalusia

Thariq dilahirkan pada tahun 50 H (670 M), di tengah suku keluarga Berber (Barbar, red.) dari kabilah Nafazah, di Afrika Utara.

Thariq berperawakan tinggi, berkening lebar, dan berkulit putih kemerahan. Dia masuk Islam di tangan seorang komandan muslim bernama Musa bin Nusair, orang yang dikagumi karena kegagahan, kebijaksanaan dan keberanianya.[1]

Jalan Ke Andalusia

Misi ekspansi pasukan Islam ke luar Jazirah Arab bermula di masa Khulafaur Rasyidin, dengan tujuan menyebarluaskan Islam ke seluruh wilayah yang memungkinkan untuk di jangkau pasukan Islam. Maka tercapailah penaklukan atas Syam (Syiria, Palestina, dan sekitarnya), Irak dan Iran (Persia).

Pasukan muslimin juga berangkat menaklukan Mesir di bawah pimpinan panglima ‘Amru ibnul-‘Ash. Mesir saat itu berada di bawah kekuasaan penjajah Romawi (Bizantium). Setelah masuk ke Mesir, mereka menuju ke arah Burqah, lalu sampailah pasukan Islam ke Tripoli (sekarang ibu kota negara Libya-red.) untuk mengepungnya dan mendudukinya.

Pada masa kekhilafahan Usman bin Afaan, pasukan Islam mulai membuka ekspansi ke kawasan Maghribi (Maroko dan sekitarnya), di bawah komandan Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh. Di dalam pasukan terdapat putra-putra sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam.[2]

Tekad dan semangat mereka semakin kuat setelah berperang melawan pasukan Romawi yang dipimpin Jurjir. Ekspansi itu berlanjut cepat hingga memasuki kota Carthago di pantai Utara Afrika, sebelah utara kota Tunis sekarang. Pasukan Islam di wilayah Ifriqiya ini di pimpin oleh komandan Uqbah bin Nafi’. Ia memiliki wawasan yang luas tentang situasi daerah itu. Selanjutnya ia membangun kota Qairawan (Kairaouan) di Tunisia, untuk mengukuhkan keberadaan Islam di bumi Afrika.

Selanjutnya Uqbah bin Nafi’ dan pasukannya bergerak kearah barat dan selatan dan sampai ke Tangier (Arab: Tanja), sekarang Maroko. Dalam perjalanan pulang ke Qairawan ia dihadang gerombolan suku Berber. Uqbah bin Nafi’ terbunuh bersama tiga ratus tentaranya. Ia dimakamkan di suatu tempat yang sekarang dinamai Sidi Uqbah (Tahuda) di Aljazair sekarang.

Kaum muslim menuntut balas atas kematian Uqbah, dan mereka berhasil membunuh Kasilah, komandan perang Berber. Namun, tindakan balas-membalas itu tidak berkepanjangan, sebab orang Berber sudah merasa puas dengan terbunuhnya Zuhair bin Qais yang membunuh Kasilah. Zuhair gugur di Qadisiyyah (Irak).

Dan pada akhirnya pasukan muslimin berhasil menaklukkan wilayah Ifriqiya di bawah komando Hasan bin an-Nu’man al-Ghassani yang berhasil menceraiberaikan pasukan Berber. Ia juga memorakporandakan pasukan Romawi, dan menang dalam perang melawan pasukan Al-Kahin (Sang Dukun) sesudah menaklukkan Bazrat.

Setelah itu datanglah Musa bin Nushair sebagai pemegang komando utama pasukan muslimin di Afrika. Ia meraih berbagai kemenangan sampai jauh ke barat di tepi samudera, dan kembali ke Qairawan sesudah terbina keamanan dan ketertiban.

Saat itulah seorang komandan Berber bersama pasukannya masuk Islam. Ia sebelumnya dikenal sebagai komandan penjaga di Tangier. Ia adalah Thariq bin Ziyad.

Jalan ke daratan Spanyol terbuka luas setelah Julian, pangeran Spanyol di Ceuta (Sabatah) meminta bantuan Musa bin Nusair untuk menyerang dan menjatuhkan Raja Roderick dari bangsa Visigoth yang berkuasa di Spanyol dari ibu kotanya di Toledo. Julian marah karena Raja Kristen Roderick memperkosa adik perempuannya yang ia titipkan ke Raja untuk bisa memperoleh pendidikan tinggi. Thariq dan Julian pun berkawan dekat.

Menaklukkan Andalusia (Spanyol)

Musa bin Nushair merasa perlu menguji Count (Pangeran) Julian dengan mengirim 500 tentara di bawah komando Tharif ke wilayah yang sampai kini dinamai Tarifa, di ujung paling selatan Spanyol. Orang Arab menamakannya Jazira Tharif (Terifa). Itu terjadi pada tahun91 H.[3]   Tharif membawa misi utama pengintaian kekuatan Kerajaan Bangsa Visigoth, serta penjajakan bagi sebuah operasi militer besar.

Gubernur Musa semakin yakin akan kejujuran Pangeran Julian, setelah Pangeran Ceuta itu juga menyiapkan kapal-kapal yang akan digunakan untuk menyerang Spanyol. Dan setetlah mendapat izin dari Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik di Damaskus, Musa pun memutuskan menyerang Spanyol. Apalagi saat itu Raja Roderick di Toledo sedang menghadapi pemberontakan di bagian utara kerajaannya. Untuk melaksanakan misi besarkannya itu, Musa memilih seorang Berber, Thariq bin Ziyad, sebagai Komandan.

Panglima perang Thariq bin Ziyad bersama 7000 tentara, yang mayoritas berasal dari suku Berber, menyeberang ke Spanyol di tahun 711 M. ia mendarat dekat gunung batu besar yang kelak dinamai dengan namanya, Jabal (gunung) Thariq, Orang Eropa menyebutnya Gilbraltar.

Setelah berhasil menyeberang ke daratan Spanyol, tiba-tiba Thariq mengambil langkah yang hingga sampai kini membuat tercengang para ahli sejarah. Ia membakar perahu-perahu yang digunakan untuk mengangut pasukannya itu. Lalu ia berdiri di hadapan para tentaranya seraya berpidato dengan lantang berwibawa, dan tegas.

Dalam pidatonya yang penuh semangat, panglima Thariq berkata;

“Di mana jalan pulang? Laut berada di belakang kalian. Musuh di hadapan kalian. Sungguh kalian tidak memiliki apa-apa kecuali sikap benar dan sabar. Musuh-musuh kalian sudah siaga di depan dengan persenjataan mereka. Kekuatan mereka besar sekali. Sementara kalian tidak memiliki bekal lain kecuali pedang, dan tidak ada makanan bagi kalian kecuali yang dapat kalian rampas dari tangan musuh-musuh kalian. Sekiranya perang ini berkepanjangan, dan kalian tidak segera dapat mengatasinya, akan sirnalah kekuatan kalian. Akan lenyap rasa gentar mereka terhadap kalian. Oleh karena itu, singkirkanlah sifat hina dari diri kalian dengan sifat terhormat. Kalian harus rela mati. Sungguh saya peringatkan kalian akan situasi yang saya pun berusaha menanggulanginya. Ketahuilah, sekiranya kalian bersabar untuk sedikit menderita, niscaya kalian akan dapat bersenang-senang dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, janganlah kalian merasa kecewa terhadapku, sebab nasib kalian tidak lebih buruk daripada nasibku…”

Selanjutnya ia berteriak kencang: “Perang atau mati!” Pidato yang menggugah itu merasuk ke dalam sanubari seluruh anggota pasukannya.

Dan pada 19 Juli 711 M, pasukan Thariq yang saat itu berjumlah 12000 personil setelah ada tambahan pasukan dari Ifriqiya, berhadapan dengan Raja Roderick dan pasukannya di mulut sungai (Rio) Barbate. Peperangan di bulan Ramadhan itu berlangsung sengit selama delapan hari. Pasukan Roderick pada awalnya sempat unggul, namun kelemahan di sayap kiri dan kanan pasukan mereka berhasil dimanfaatkan oleh pasukan Islam. Dan pasukan Roderick pun terdesak, hingga akhirnya dipukul mundur. Pasukan Islam berhasil meraih kemenangan gemilang. Roderick sendiri menghilang, dan di duga ia tenggelam di Sungai Barbate. Kuda dan sepatunya ditemukan di tepi sungai.

Gubernur Musa bin Nusair lalu mengirim surat kepada Khalifah Al-Walid, melukiskan jalannya peperangan Rio Barbate. “Penaklukan ini berbeda dari penklukan-penaklukan lain. Peristiwa seperti kiamat,” tulisnya.

Kemenangan telak dalam pertempuran di Sungai Barbate itu membentang jalan bagi masuknya Thariq bin Ziyad menuju kota Sevilla yang dijaga oleh benteng-benteng kuat. Tapi sebelum merebut Sevilla, Thariq lebih dulu menaklukkan daerah-daerah lain yang lebih lemah. Sebagian ditaklukkan dengan cara damai, tapi sebagian terpaksa dengan kekerasan karena warga setempat melawan. Mereka bersikap ramah terhadap penduduk yang tidak melawan.

Pasukan Thariq yang sudah lebih besar karena ada tambahan pasukan baru, kini mengarah ke Toledo, ibukota Visigoth (Gotik Barat). Di jalan ke Toledo itu mereka menyapu kota Ecija dimana sempat terjadi perdamaian dan menerima kekuasaan Muslim atas wilayah itu.

Dengan cepat Thariq berusaha menaklukkan sebagian besar tanah Spanyol, yang oleh orang Arab dinamakan Al-Andalus (Andalusia) itu. Ia lalu membagi-bagi pasukannya ke dalam beberapa kelompok. Satu pasukan berhasil merebut Arkidona tanpa perlawanan, dan pasukan lainnya juga dengan mudah merebut kota Elvira dekat Granada. Ia lalu menaklukkan Cordoba dan sebagian wilayah Malaga. Kemudian diteruskan dengan mengepung Granada yang berhasil ditaklukkan dengan jalan kekerasan.

Thariq lalu menuju ibukota Toledo. Di dalam perjalanan dia menyerang kota Murcia dan menghancurkan kerajaannya sampai lumat. Ketika pasukan Islam di Toledo ternyata para pemimpin Gotik telah meninggalkan wilayah itu. Thariq memasukinya dengan mudah. Ketika itu pasukannya didukung pula oleh ksatria-ksatria Kristen lokal yang tak suka kekuasaan Bangsa Gotik Barat di negaranya.

Thariq terus mengejar para pejabat Gotik ke gunung, hingga mendapatkan harta rampasan yang sangat banyak. Harta dan para tawanan dibawa ke Toledo. Di sana para tawanan dipekerjakan untuk membangun kembali kota itu, antara lain dengan membangun 365 tiang terbuat dari batu Zabarjud.

Musa bin Nusair lalu mengirim surat kepada Thariq bin Ziyad, dan memerintahkannya untuk menghentikan gerakan, dan tetap berada di tempat surat itu tiba. Tapi, Thariq malah mengumpulkan para pejabatnya, merundingkan strategi perang.  Semuanya berpendapat melaksanakan perintah Musa akan mempersulit strategi perang mereka. Sebab, sudah terbuka untuk merekrut pasukan asal Toledo dan meraih momentum untuk menyerang lawan yang belum menyadari situasi.

Karena itu Thariq melanjutkan penaklukan seraya merekrut milisi dari warga Toledo yang sudah kalah. Thariq mengabarkan keputusannya ini kepada Musa bin Nushair disertai alasan-lasannya.

Ketika pesan Thariq sampai, Musa langsung berangkat ke Spanyol  pada bulan Juni 712 M dengan membawa 18.000 tentara, kebanyakan orang Arab. Dan seperti yang pernah disepakati dengan Thariq, pasukan Musa bin Nushair segera menuju Sevilla, kota terkuat Spanyol saat itu. Sebelum ke Sevilla pasukan Musa menaklukkan Medina Sidon dan Carmona. Musa mengepung ketat kota Sevilla dan akhirnya berhasil menghancurkan kota pusat kebudayaan Spanyol itu.  Namun kota itu ditinggalkan Musa dalam keadaan kobaran api dan ia melanjutkan perjalanan  ke arah Toledo.

Warga Sevilla tetap tak rela terhadap pendudukan oleh pasukan Muslim di sana. Setelah panglima Musa bin Nushair meninggalkan kota itu, milisi Sevilla kembali beraksi mengobarkan pemberontakan. Mereka dapat membunuh tentara Muslim. Mendengar berita itu, Musa segera mengirim anaknya Abdul Aziz, untuk kembali ke Sevilla. Ia sendiri terus menuju Toledo.

Mendengar kabar akan datangnya panglima utamanya, Musa bin Nushair, Thariq segera keluar ke perbatasan Toledo untuk menyambut Musa. Namun Musa sangat marah kepadanya. Thariq dianggap telah mengabaikan perintahnya untuk menghentikan sementara penaklukkan sampai ia datang ke Spanyol. Begitu marahnya Musa sampai ia memasukkan jendralnya itu ke dalam penjara layaknya seorang penjahat.

Di depan sidang dewan pertahanan, Musa menyatakan memecat Thariq bin Ziyad, dengan tujuan memperbaiki segala sesuatu yang telah dilakukan Thariq. Sekalipun Thariq berupaya menjelaskan bahwa keputusannya itu dilakukan demi kemaslahatan kaum Muslimin dan sudah dimusyawarahkan dengan para penasehat, Musa tetap teguh pada pendiriannya. Ia mengganti Thariq dengan Mughits bin Al-Harits, tapi Mughits menolaknya. Ia segan menjadi komandan di atas Thariq sang pemeberani.

Mughits bahkan bertekad membela Thariq bin Ziyad. Diam-diam dia mengirim kabar kepada Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik tentang situasi yang berkembang.  Al-Walid sangat marah mendengarnya. Ia lalu menyurati Musa dan memerintahkan agar kedudukan Thariq dipulihkan sebagai komandan pasukan. Dan Musa menaati perintah pemimpinnya di Damaskus itu.

Kemudian kedua panglima itu bergerak terus ke utara, hingga berhasil menaklukkan Castilla, Aragon dan Catalonia (Barcelona). Keduanya bahkan sampai ke pegunungan Pyrennes yang menjadi batas antara Spanyol dan Perancis. Sekiranya tidak ada perintah dari Damaskus untuk menghentikan penaklukan, niscaya gerakan mereka berdua tak tertahankan untuk menguasai seluruh benua Eropa.

Perjalanan hidup panglima Thariq bin Ziyad, sang penakluk Spanyol yang agung telah menjadi bagian dari sejarah patriotisme Islam melalui penaklukan Andalusia

Ka'bah sebagai kiblat Shalat umat Islam

Mungkin selama ini kita selalu bertanya setiap kali kita melakukan ibadah sekaligus rukun Islam nomor dua yaitu shalat kita selalu menghadap kiblat, atau dalam hal ini Ka’bah. Nah mengapakah sebenarnya harus menghadap Ka’bah?

Hal ini sebenarnya merupakan sejarah yang paling tua di dunia. Bahkan jauh sebelum manusia diciptakan di bumi, Allah swt telah mengutus para malaikat turun ke bumi dan membangun rumah pertama tempat ibadah manusia. Ini sudah dituturukan dalam Al-Quran: Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia . (QS. Ali Imran : 96).

Konon di zaman Nabi Nuh as, ka’bah ini pernah tenggelam dan runtuh bangunannya hingga datang masa Nabi Ibrahim as bersama anak dan istrinya ke lembah gersang tanpa air yang ternyata disitulah pondasi Ka’bah dan bangunannya pernah berdiri. Lalu Allah swt memerintahkan keduanya untuk mendirikan kembali ka’bah di atas bekas pondasinya dahulu. Dan dijadikan Ka’bah itu sebagai tempat ibadah bapak tiga agama dunia. Dan ketika Kami menjadikan rumah itu (ka’bah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud”. (QS. ). Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, (QS. Al-Hajj : 27).

Di masa Nabi Muhammad, awalnya perintah shalat itu ke baitul Maqdis di Palestina. Namun Rasulullah saw berusaha untuk tetap shalat menghadap ke Ka’bah. Caranya adalah dengan mengambil posisi di sebelah selatan Ka’bah. Dengan mengahadap ke utara, maka selain menghadap Baitul Maqdis di Palestina, beliau juga tetap menghadap Ka’bah.

Namun ketika beliau dan para shahabat hijrah ke Madinah, maka menghadap ke dua tempat yang berlawanan arah menjadi mustahil. Dan Rasulullah saw sering menengadahkan wajahnya ke langit berharap turunnya wahyu untuk menghadapkan shalat ke Ka’bah. Hingga turunlah ayat berikut :

Sungguh Kami melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah : 144).

Jadi di dalam urusan menghadap Ka’bah, umat Islam punya latar belakang sejarah yang panjang.  Ka’bah merupakan bangunan yang pertama kali didirikan di atas bumi untuk dijadikan tempat ibadah manusia pertama. Dan Allah swt telah menetapkan bahwa shalatnya seorang muslim harus menghadap ke Ka’bah sebagai bagian dari aturan baku dalam shalat.

Eramuslim.com

Jumat, 01 November 2013

Masuknya Islam ke negara Cina

Islam adalah agama universal, yang bisa diterima oleh semua golongan; suku, bangsa, dan adat istiadat. Karena itu, Islam cepat diterima masyarakat karena prinsip toleran (tasamuh), moderat (tawasuth), berkeadilan, dan seimbang (tawazun).

Hal ini pun terjadi pula pada masyarakat Cina. Negeri dengan penduduknya kini lebih dari satu miliar ini, menerima Islam dengan sambutan hangat.

Sejarah mencatat, Islam masuk ke Cina pada masa Dinasti Tang (618-905 M), yang dibawa oleh salah seorang panglima Muslim, Sa’ad bin Abi Waqqash RA, di masa Khalifah Utsman bin Affan RA.

Menurut Chen Yuen, dalam A Brief Study of the Introduction of Islam to China, masuknya Islam ke Cina sekitar tahun 30 H atau sekitar 651 M. Ketika itu, Cina diperintah oleh Kaisar Yong Hui (ada pula yang menyebut nama Yung Wei).

Data masuknya Islam ke Cina ini dipertegas lagi oleh Ibrahim Tien Ying Ma dalam Muslims in China (Perkembangan Islam di Tiongkok). Buku ini secara lengkap mengupas sejarah perkembangan Islam di Cina sejak awal masuk hingga tahun 1980-an.

Sebelumnya, banyak hikayat yang berkembang mengenai masuknya Islam ke Negeri Tirai Bambu ini. Namun, semua hikayat itu menceritakan adanya tokoh utama di balik penyebaran agama Islam di Cina.

Versi pertama menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina dibawa sahabat Rasulullah SAW yang hijrah ke Habasyah Abyssinia (Ethiopia). Sahabat Nabi hijrah ke Ethiopia untuk menghindari kemarahan dan amuk massa kaum Quraisy jahiliyah. Mereka antara lain Ruqayyah, anak perempuan Nabi; Utsman bin Affan, suami Ruqayyah; Sa'ad bin Abi Waqqash dan sejumlah sahabat lainnya.

Para sahabat yang hijrah ke Ethiopia itu mendapat perlindungan dari Raja Atsmaha Negus di Kota Axum. Banyak sahabat yang memilih menetap dan tak kembali ke tanah Arab. Konon, mereka inilah yang kemudian berlayar dan tiba di daratan Cina pada saat Dinasti Sui berkuasa (581-618 M).

Sumber lainnya menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina ketika Sa’ad bin Abi Waqqash dan tiga sahabatnya berlayar ke Cina dari Ethiopia pada 616 M. Setelah sampai di Cina, Sa’ad kembali ke Arab dan 21 tahun kemudian kembali lagi ke Guangzhou membawa Kitab Suci Alquran.

Politikus Anti Islam di Swiss sekarang aktif di Masjid

Sebelum menjadi Muslim, politisi Swiss, Daniel Strech merupakan pihak yang paling getol menolak keberadaan menara masjid di Swiss. Penolakan itu yang mengantarkannya ke puncak karirnya sebagai politisi.

Namun, hidayah datang kepadanya. Ia pun memutuskan menjadi Muslim pada tahun 2006, dan publik mengetahuinya tiga tahun kemudian. Kini, ia intens mendalami Islam, membaca Alquran dan menuaikan shalat lima waktu.

Ia tak lagi memikirkan karir politiknya, dengan mengundurkan diri dari keanggotaan Partai Rakyat Swiss. Ia lebih memilih aktif di masjid.

"Islam menawarkan saya jawaban logis atas pertanyaan hidup yang penting.Pada akhirnya, saya tidak pernah menemukan dalam agama Kristen, " kata Streich seperti dikutip Arabnews.com, Rabu (23/10).

Lepas dari partai sebelumnya, Streich kini berpartisipasi dalam membangun Partai Demokrat Konservatif. Partai ini dipilihnya lantaran menawarkan kebijakan toleransi antar umat beragama. Iapun mulai aktif berkampanye soal Islam dan Muslim.

Yang menarik, ketika tokoh anti-menara masjid tak lagi bersuara lantang, jumlah pendukung keberadaan menara masjid mencapai 42.5 persen. Memang masih kalah dengan persentase yang menolaknya, yakni 57.5 persen. Namun, perlu dicatat, populasi Muslim hanya 6 persen. Artinya bila dikalkulasikan dari jumlah pendukung tentu suara Muslim tidak seberapa.

Para analis menyatakan larangan menara dan ritual Islam telah mendorong warga Swiss memeluk ISlam. Tercatat, berdasarkan data Uni Organisasi dan Komunitas ISlam (UIOC)mencatat ada 3-5 ribu warga Swiss yang memeluk Islam.

Kisah Raja yang ditolak

Suatu hari, Amirul Mukminin Abdul Malik bin Marwan tiba-tiba terbangun dari tidur siangnya dan tergesa. Ia segera memanggil penjaga, “Wahai Maisarah.

Penjaga sultan yang tegap dan gagah pun segera datang, “Ada apa Amirul mukminin?” tanyanya.

“Pergilah ke Masjid Nabawi dan undanglah kemari salah seorang ulama di sana untuk memberikan peringatan di istana,” pinta Ibn Marwan.

Maisarah pun segera ke masjid. Namun di sana hanya ada seorang syekh yang usianya telah sepuh. Namun auranya penuh wibawa dan karismatik. Orang-orang menghormatinya karena ilmunya yang tinggi.

Melihatnya, Maisarah pun mendekat majelis sang syekh. Ia menunjukkan jarinya memberikan tanda kepada syekh. Namun Syekh tak menghiraukannya. Karena tak dipedulikan, Maisarah akhirnya menghampiri sang syekh. “Tidakkah Anda melihat saya menunjuk kepada Anda?” ujarnya.

Sang syekh pun menjawab, “Anda menunjuk saya?”

Maisarah berkata, “Ya”

Syekh pun kembali bertanya, “Apa keperluan Anda?”

Maisarah menjawab, “Amirul mukminin memintaku untuk pergi ke Masjid Nabawi dan membawa seorang ulama untuk mengajarkan hadis untuknya.”

Syekh itu menjawab ringan, “Bukan saya orang yang beliau maksud.”

“Tapi amirul mukminin menginginkan seorang ulama untuk berbincang dengannya,” kata Maisarah.

Namun syekh hanya menjawab, “Barangsiapa yang menghendaki sesuatu, maka seharusnya dialah yang datang. Masjid ini memiliki ruangan yang luas. Jika beliau iingin, datanglah. Selain itu, hadts lebih layak untuk didatangi, namun beliau enggan mendatanginya,” kata syekh.

Maisarah pun kembali ke istana tanpa membawa seorang ulama. Ia menemui amirull mukminin dan mengisahkan pertemuannya dengan seorang syaikh sepuh tadi. Mendengar kisah Maisarah, Ibn Marwan pun menebak, “Pasti dia adalah Syekh Sa’id bin Musayyab,” tebakan sutan benar. Amirul mukminin pun meninggalkan tempatnya dan kembali ke kamar.

Ketika sang sultan telah masuk, anak-anaknya pun saling membicarakan kisah Maisarah yang mereka pun mendengarnya. Putra bungsu sultan pun geram. “Siapakah orang yang berani menentang Amirul Mukminin dan menolaknya. Padahal dunia tunduk padanya, raja-raja Romawi pun gentar karena wibawanya?” ujar si bungsu heran.

Kakaknya pun menimpali, “Dia adalah syekh yang putrinya pernah dipinang oleh ayah untuk saudara kita, Al Walid. Namun syekh menolak pinangan itu,” ujarnya.

Si bungsu makin terheran-heran. “Benarkah itu? Dia menolak menikahkan putrinya dengan putra mahkota?” ujarnya.

Nmaun sang kakak tak tahu bagaimana peristiwa penolakan itu terjadi. Lalu seorang pengasuh putra sultan pun berkata bahwa ia mengetahui kisah itu. “Sekiranya diizinkan, saya akan menceritakan seluruh kisah itu,” ujarnya. Ia pun kemudian mengisahkannya kepada kedua putra sultan.

“Gadis putri sang syekh telah menikah dengan seorang pemuda di kampung saya bernama Abu Wada’ah. Kebetulan dia adalah tetangga dekat saya.  Pernikahannya menjadi suatu kisah yang sangat romantis seperti yang diceritakan Abu Wada’ah sendiri kepada saya,” ujar sang pengasuh.

Abu Wa’dah merupakan salah seorang murid Syekh Sa’id bin Musayyab. Ia tak pernah absen di setiap majelis beliau. Hingga suatu hari, ia tak menghadiri majelis selama beberapa hari. Tak ada kabar datang darinya.

Lalu ketika Abu Wa’dah telah mendatangi majelis, ia segera mendapat sapaan dari syekh. “Kemana saja kau wahai Abu Wada’ah?” tanya syaikh.

“Saya sibuk mengurus jenazah istri saya yang meninggal,” jawabnya.

Syekh pun berkata, “Jika kau memberi kabar, pastilah aku akan takziyah dan membantu kesulitamu,” kata syaikh.

Abu Wada’ah pun merasa berterima kasih atas kebaikan syaikh. Saat majelis telah usai, syaikh kembali menyapanya. Ia meminta Abu Wada’ah duduk sejenak untuk berbincang.

“Apa kau tak berfikir untuk menikah lagi?” tanya syaikh.

Mendengarnya tentu Abu Wada’ah terkejut. ‘Semoga Allah merahmati Anda wahai syaikh. Siapa yang mau menikahkan putrinya dengan saya sementara saya ini hanyalah pemuda yatim dan hidup dalam kondisi fakir. Aku hanya memiliki harta dua atau tiga dirham,” ujarnya.

Namun jawaban syaikh sangat mengejutkan, “Aku akan menikahkanmu dengan putriku,” ujarnya.

Abu Wada’ah tentu saja heran bukan kepalang. Ia sangat kaget mendengarnya. “Anda wahai syaikh? Anda berkenan menikahkan putri anda denga saya sementara anda tahu betul kondisi saya?” tanyanya tak percaya.

Namun syekh menjawab santai, “Ya benar. Jika ada seorang datang dan saya menyukai agama dan akhlaknya, maka saya akan menikahkan putri saya dengannya. Dan kau adalah orangyang saya sukai agama dan akhlaknya,’ jawab syekh.

Putri syekh pun kemudian menikah dengan Abu Wada’ah. Dalam membangun rumah tangga, syaikh selalu siap membantu rumah tangga putri dan murid kesayangannya.

Mendengar kisah Abu Wada’ah itu, para putra sultan pun terkejut. “Orang itu sungguh mengherankan,” ujar si bungsu, tak habis pikir dengan sikap syekh Sa’id.

Namun si pengasuh yang bercerita menimpali, “Apa yang mengherankan wahai tuan? Syekh memang manusia yang menjadikan dunia hanya sebagai kendaraan dan perbekalan untuk akhirat. Demi Allah, bukan karena beliau tak suka putra Amirul Mukminin. Hanya saja, syekh memandang A Walid tak sebandign dengan putrinya. Syekh hanya khawatir putrinya akan tergoda dengan fitnah dunia,” ujarnya.

Si pengasuh pun melanjutan kisahnya, bahwa syekh pernah ditanya mengapa menolak pinangan amirul mukminin dan justru memilih menikahkan putri dengan seorang awam yang miskin.

Dengan mantap syekh menjawab, “Putriku adalah amanat di leherku, maka kupilihkan apa yang sesuai untuk kebaikan dan keselamatan dirinya. Bagaimana pendapat kalian jika ia pindah ke istana Bani Umayyah lalu bergelimang harta? Bagaimana keteguhan agamanya nanti?” jawab Syekh.

Republika.co.id

Hakikat Ikhlas



Sahabatku, hakekat ikhlas hanya Allah yang tahu, "Sirry min asroory" rahasia diantara rahasia-rahasia-Ku (Hadis Qudsi). Diantara tanda-tandanya adalah :

1.  Istiqomah, terus menerus beramal ibadah karena Allah, ada ataupun tidak adaorang, dipuji atau dihina
   
2.  Tidak GR (Ge Er) karena pujian, tidak sakit hati karena hinaan
   
3.  Pantang berkeluh kesah karena semuanya diputuskan Allah dengan rahmat, ilmu dan kebijakan-Nya sehingga tampak muka yang selalu senyum ceria
   
4.  Baik sangka dengan selalu memuji Allah atas segala hal yang terjadi
  
5.  "Qonaah" puas bukan hanya dengan nikmat-nikmat Allah tetapi atas segala keputusan Allah
   
6.  "Attawadu'" rendah hati
   
7.  "Assyahiyyu" belas kasih dengan kedermawan
   
8.  Semangatnya hanya pada yang halal
   
9.  Orientasi hidupnya akhirat
   
10. Memaafkan dengan mendoakan yang menyakitinya
   
11. Kalaupun dipuji ia balas dengan doa, "Ya Allah ampuni hamba dari apa yang dia tidak ketahui, jangan Kau hukum hamba karena pujiannya dan jadikan pujiannya lebih baik dari apa yang ia duga"
   
12. Sibuknya asyik muhasabah diri, tidak tertarik mencari aib orang lain
   
13. Hobbynya berbuat baik
   
14. Wiridnya, istigfar, sholawat, "Rhodhitu billaahi Robba wa bilislaami diina wa bi Muhammadin Nabiyya wa Rasuulah
   
15. Tenggelam dalam kelezatan taat
   
16. Cinta dengan sunnah Rasulullah
   
17. Kuat tawakkalnya
   
18. Rindunya pada Allah membuat ia mudah menangis
SubhanAllah. "Allahumma ya Allah, jadikanlah kami hamba-hamba yang Kau ikhlaskan, berilah rizki teragung dengan sifat ikhlas di hati, pikiran, lisan dan amal hamba, sucikan diri hamba dari sombong, riya, ujub dan semua penyakit hati...aamiin".


Republika

Doa agar tetap taat kepada Allah SWT

Karena tidak ada kebahagiaan selain hidup dalam taat (QS Yunus 62-63). Sahabat Rasulullah, Muadz bin Jabal bertanya, "Ya Rasulullah, doa apa yang harus kubaca yang membuat hatiku selalu dalam keimanan dan  ketaatan kepada Allah?"

Rasulullah mengajarkan doa itu,
"Robby ainny alaa dzikrika wa syukrika wa husni ibaadatika",
"Ya Robbku, tolong hamba agar selalu ingat pada-Mu, selalu bersyukur atas nikmat-Mu, dan selalu beribadah terbaik pada-Mu... Aamiin".
Imam Ghozali menyebutnya hamba yang selalu berzikir, bersyukur, dan beribadah khusuk, "halaawaturruuhiyyah" hamba itu tenggelam dalam kelezatan spiritual yang sangat membahagiakannya, itulah kekayaan sejati yang dicari para pencari kesenangan, dan sungguh ia berada pada puncak rahmat Allah.

Hafalkan doa ini, baca dalam setiap doa, setiap selesai shalat fardu dan di pengujung malam.

Republika.co.id