رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ


"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."

Sabtu, 04 Oktober 2014

Teladani Nabi Ibrahim




Kendati usia beliau semakin tua, Ibrahim AS tiada henti berdoa kepada Allah agar dianugerahkan anak yang saleh. Maka, pada akhirnya Allah mengabulkan doanya, yakni menganugerahkan seorang putra bernama Ismail AS.

Bagi Ibrahim, Ismail adalah buah hatinya. Bagi Ibrahim, Ismail mendatangkan kebahagiaan dalam hidupnya. Akan tetapi, di tengah-tengah kebahagiaan tersebut datanglah perintah Allah untuk menyembelih putranya itu.

Ibrahim dihadapkan pada dua pilihan, mengikuti perasaan hatinya atau menaati perintah Allah. Ibrahim harus memilih, mengedepankan kecintaan pada yang tinggi (al-mahabbatu al-ulya), yaitu kecintaan kepada Allah atau mengedepankan kecintaan pada yang rendah (al-mahabbatu al-adna), yaitu kecintaan kepada putranya.

Ibrahim menyadari, putranya adalah wujud anugerah Allah. Tapi, di sisi lain bisa saja keberadaannya menjelma menjadi pesaing-Nya. Yakni, apabila kecintaan kepadanya sama besar bahkan melebihi besarnya kecintaan kepada-Nya. Maka baginya, kehadiran putranya adalah ujian berat. Allah SWT mewahyukan kisah mulia ini dalam QS ash-Shaafat [37]: 100-102. :

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
Ya Rabb-ku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh'.

فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ
Maka Kami beri dia khabar gembira, dengan seorang anak yang amat sabar.


فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
"Maka tatkala anak itu (Ismal) sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!'. Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah, kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar'.

 Dalam ayat itu, Ismail pun menjawab perintah berkurban yang datang lewat lisan ayahnya. Ismail berkata," Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Di dalam hidup ini, kita dihadapkan dengan “Ismail” kita masing-masing. “Ismail” kita itu bisa berupa putra/putri, suami/istri, dan lainnya. Bisa pula berupa harta, jabatan, popularitas, dan lainnya. Maka, waspadalah dengan “Ismail-Ismail” tersebut. Jangan sampai kecintaan kita pada yang rendah (al-adna) mengalahkan kecintaan kita pada yang tinggi (al-ulya).

Menurut Ibnu Katsir, mengutip keterangan dari Abu Hurairah RA, saat Ibrahim diperintah menyembelih Ismail dengan sigap setan memprovokasi Ibrahim dan keluarganya agar mereka mengabaikan perintah Allah. Namun, Ibrahim dan keluarganya berhasil meredam pengaruh setan tersebut.

Mengingat begitu monumentalnya peristiwa itu maka diabadikanlah dalam salah satu prosesi haji, yaitu melontar jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah di Mina. Berada di tengah lautan manusia saat di jamarat, setiap jamaah haji akan merasakan kedekatan dengan-Nya.

Kelugasan Ibrahim dan keluarganya menolak pengaruh setan itulah spirit yang semestinya dihayati jamaah haji saat melontar jumrah. Di Mina, saban tahun jutaan jamaah haji dari seluruh dunia telah menegaskan penolakan terhadap pengaruh setan.

Sayangnya, penolakan terhadap pengaruh setan itu hanya terjadi di Mina. Salah satu buktinya di Indonesia (negara paling banyak jamaah hajinya), hingga kini masih banyak terjadi tindak pidana korupsi, manipulasi, dan berbagai bentuk kejahatan lainnya.

Ironisnya, sebagiannya dilakukan oleh mereka yang sudah berhaji. Rupanya, sepulang berhaji bukan hanya tidak meneruskan penolakan terhadap pengaruh setan, akan tetapi malah menjadi kawan, bahkan hamba setan.

Bertepatan dengan musim haji ini, sebaiknya kita merenungkan kembali makna firman Allah dalam QS ash-Shaaffaat (37) ayat 102 dan 103–107. Kemudian, menindaklanjutinya dengan meneladani Ibrahim dan keluarganya.


Republika

Rahasia Pembuka Pintu Rezeki




Allah SWT menciptakan manusia dengan segala potensi yang dimilikinya, agar dengan potensi itu, manusia dapat berikhtiar untuk penghidupan saat ini (dunia) dan alam keabadian (akhirat).

Potensi yang mendorong manusia untuk mau berikhtiar, pada akhirnya akan membuahkan sebuah ‘hadiah’ yang kerap dinantikan yakni rezeki yang baik. Karena secara makro rezeki itu sifatnya luas, maka uang dan harta bukanlah satu-satunya sumber kebahagiaan bagi sebagian besar orang.

Mereka akan berbahagia dengan sempurna, manakala jasmani rohaninya sehat, hingga ia bisa bersama-sama dengan keluarganya. Ada pula yang tetap berbahagia hidup dalam kesederhanaan, meski sebenarnya ia sangat berkecukupan.

Dalam redaksi yang sungguh sempurna, Allah SWT berfirman,

إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya di sisi Allah pengetahuan yang tepat tentang hari kiamat. Dan Dia-lah jua yang menurunkan hujan, dan yang mengetahui dengan sebenar-benarnya tentang apa yang ada dalam rahim (ibu yang mengandung). Dan tiada seseorang pun yang betul mengetahui apa yang akan diusahakannya esok (sama ada baik atau jahat); dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi negeri manakah ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Amat Meliputi pengetahuan-Nya.” 
     QS Luqman 31: 34

Allah membuka ayat di atas dengan pengetahuan tentang hari kiamat, Dia menegaskan bahwa hanya benar-benar Zat-Nya saja yang Maha Mengetahui kapan waktu persis hari akhir itu akan tiba. Allah hanya menyebutkan di dalam firman-Nya yang lain bahwa kiamat akan datang dengan tiba-tiba (baghtah), dan peristiwa itu teramat berat baik bagi langit maupun bumi.

Selanjutnya, Allah memberikan perumpamaan fenomena alam berupa turunnya hujan, agar kita menyadari pada hakikatnya hujan adalah bentuk rahmat-Nya. Ketiga, Allah memberikan penegasan pula bahwa hanya Allah yang mengetahui dengan sebenarnya penghidupan dalam rahim seorang perempuan, terlepas dari kecanggihan teknologi ultrasonografi (USG) dua bahkan empat dimensi.

Keempat, Allah memberikan potensi kepada manusia untuk berikhtiar, namun dengan keterbatasan manusia yang tidak tahu apa yang akan terjadi padanya tempat, barang sedetik pun. Terakhir, penegasan-Nya tentang bagaimana, kapan, dan dimana setiap manusia akan menghabiskan jatah usianya.

Oleh karenanya, dalam kehidupan yang amat sementara ini, hendaknya kita menutup usia dengan ikhtiar menjemput rezeki. Rasulullah SAW telah menunjukkan banyak cara, yakni pertama, berbakti pada kedua orangtua, “Apabila hamba itu meninggalkan berdoa kepada kedua orang tuanya niscaya terputuslah rezeki (Allah) daripadanya.”(HR al-Hakim dan ad-Dailami)

Kedua, menyambung silaturahim, “Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan dilambatkan ajalnya maka hendaklah dia menghubungi sanak-saudaranya.” (HR Bukhari)

Ketiga, tawakkal pada Allah, “Seandainya kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kamu diberi rezeki seperti burung diberi rezeki, ia pagi hari lapar dan petang hari telah kenyang.” (HR Ahmad, at-Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim dari Umar bin al-Khattab RA)

Keempat, menyayangi anak yatim. “Adakah kamu suka hatimu menjadi lembut, dan kamu memperolehi hajat keperluanmu? Kasihanilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berikanlah dia daripada makananmu, niscaya lembutlah hatimu dan kamu akan memperolehi hajatmu.”(HR Tabrani)

Kelima, bertobat dengan sebenar-benarnya. “Wahai manusia, bertobatlah kepada Allah, sebelum kamu mati. Bersegeralah melakukan amalan-amalan salih sebelum kamu kesibukan dan hubungilah antara kamu dengan Tuhan kamu dengan membanyakkan sebutan (zikir) kamu kepada-Nya dan banyak bersedekah dalam bersembunyi dan terang-terangan, nanti kamu akan diberi rezeki, ditolong dan diberi kesenangan.” (HR Ibnu Majah)

Terakhir, perbanyak istighfar. “Barang siapa memperbanyak istighfar maka Allah SWT akan menghapuskan segala kedukaannya, menyelesaikan segala masalahnya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka.” (HR Ahmad, Abu Daud, an-Nasai, Ibnu Majah dan al-Hakim dari Abdullah bin Abbas RA).


Republika

Hikmah Ibadah Kurban



Ibadah Kurban memiliki pesan  moral yang sangat dalam. Seperti pesan yang terkandung dalam makna bahasanya. Qurb atau qurbân berarti “dekat” dengan imbuhan ân (alif dan nun) yang mengandung arti “kesempurnaan”, sehingga qurbân yang diindonesiakan dengan “kurban” berarti “kedekatan yang sempurna”. Kata Qurbân berulang tiga kali dalam al-Qur’an, yaitu pada

الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ عَهِدَ إِلَيْنَا أَلا نُؤْمِنَ لِرَسُولٍ حَتَّى يَأْتِيَنَا بِقُرْبَانٍ تَأْكُلُهُ النَّارُ قُلْ قَدْ جَاءَكُمْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِي بِالْبَيِّنَاتِ وَبِالَّذِي قُلْتُمْ فَلِمَ قَتَلْتُمُوهُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

 (Yaitu) orang-orang (Yahudi) yang mengatakan: 'Sesungguhnya, Allah telah memerintahkan kepada kami, supaya kami jangan beriman kepada seseorang rasul, sebelum dia mendatangkan kepada kami, korban yang dimakan api'. Katakanlah: 'Sesungguhnya, telah datang kepada kamu beberapa orang rasul sebelumku, membawa keterangan-keterangan yang nyata, dan membawa apa yang kamu sebutkan, maka mengapa kamu membunuh mereka, jika kamu orang-orang yang benar'
QS.Ali Imran/3: 183

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ لأقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Ceritakanlah kepada mereka, kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil), menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima salah seorang dari mereka berdua (Habil), dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): 'Aku pasti membunuhmu!'. Berkata Habil: 'Sesungguhnya, Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa'.
QS Al-Ma’idah/5: 27

 فَلَوْلا نَصَرَهُمُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ قُرْبَانًا آلِهَةً بَلْ ضَلُّوا عَنْهُمْ وَذَلِكَ إِفْكُهُمْ وَمَا كَانُوا يَفْتَرُونَ

Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah, sebagai Ilah untuk mendekatkan diri (kepada Allah), tidak dapat menolong mereka. Bahkan ilah-ilah itu telah lenyap dari mereka (di hari kiamat). Itulah akibat kebohongan mereka, dan apa yang dahulu mereka ada-adakan'.
QS Al-Ahqaf/46: 28.

Jadi, kurban adalah penyembelihan binatang tertentu yang dilakukan pada hari Idul Adha dan tiga hari sesudahnya (hari tasyrik), yakni pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam ilmu fiqh, kurban juga disebut udhḫiyah (karena dilaksanakan dalam suasana Idul Adha) juga berasal dari kata dahwah atau dhuhaa (waktu matahari sedang naik di pagi hari), karena biasanya penyembelihan hewan qurban dilaksanakan pada waktu duha. Dari kata dahwah atau duhaa tersebut diambil kata daahiyah yang bentuk jamaknya udhḫiyah.

Adapun di antara hikmahnya adalah pertama, sebagai bukti nyata ekspresi syukur,

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan (untuk melaksanakan) penyembelihan (kurban); supaya mereka menyebut nama Allah(, ketika penyembelihan) terhadap binatang ternak, yang telah direjekikan Allah kepada mereka; maka Ilahmu ialah Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah khabar gembira, kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah),
 QS. al-Hajj, 22 : 34

kedua, bukti sebagai hamba bertaqwa,

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

 Daging-daging unta dan darahnya itu, sekali-kali tidak dapat (membawamu untuk) mencapai (keredhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamu-lah (dalam melaksanakan kurban), yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkanya (unta) untuk kamu, supaya kamu mengagungkan Allah, terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah khabar gembira kepada orang-orang, yang berbuat baik.
QS al-Hajj, 22 :37

Ketiga, terakuinya sebagai umat Rasulullah Saw, “Barang siapa yang mempunyai keluasan (harta) dan tidak mau berqurban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami!” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Al Hakim, Ad Daruquthni dan Al Baihaqi). Keempat, meraih ampunan dosa, ”Fatimah, berdirilah dan saksikan hewan sembelihanmu itu. Sesungguhnya kamu diampuni pada saat awal tetesan darah itu dari dosa dosa yang kamu lakukan...” (HR. Abu Daud dan At-Tirmizi)

Kelima, berpahala besar, "Pada setiap lembar bulunya itu kita memperoleh satu kebaikan," (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Keenam, mendapat kesaksian yang indah dari hewan Qurban kita kelak, “Sesungguhnya ia (hewan qurban) akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku dan bulunya. Dan sesungguhnya darah hewan qurban akan jatuh pada sebuah tempat di dekat Allah sebelum darah mengalir menyentuh tanah. Maka berbahagialah jiwa dengannya". (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim).

Subhana Allah demikian besar keutamaan ibadah kurban ini wahai ikhwah! Semoga Allah beri keluasan rejeki kepada kita untuk memenuhinya dan menerima amal ibadah kurban kita. Aamiin.


Republika