رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ


"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."

Selasa, 21 Oktober 2014

Sepuluh Alam jin menurut Al-Qur'an Dan Sunnah



DALAM buku yang berjudul “Alam Jin Menurut Al Qur’an dan As Sunnah”, Abdul Hakim menjelaskan sepuluh hal tentang alam jin menurut Al Qur’an dan Sunnah.

  • PERTAMA
Jin dikenakan taklif (kewajiban) seperti halnya manusia. Dalilnya ayat Al Qur’an (yang artinya) :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
 “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku 
(Adz Dzaariyaat(51) : 56)

  • KEDUA
Jin ada yang mukmin dan ada juga yang kafir. Dalilny ayat Al Qur’an (yang artinya) :

وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُونَ وَمِنَّا دُونَ ذَلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا
“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang orang yang shalih dan diantara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda beda.” 
(Al Jin(72) : 11).

Berkata Ust. Abdul Hakim : “Ada yang mukmin pengikut tariqah ahlus sunnah wal jama’ah menurut pemahaman salafush shalih, ada yang mukmin pengikut mu’tazilah dan ada yang mukmin pengikut ahlul bid’ah lainnya. 

  • KETIGA
Jin itu diciptakan lebih dahulu daripada manusia. Dalilnya Al Qur’an (yang artinya) :

 وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ
وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُومِ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.  
(Al Hijr(15) : 26-27).

  • KEEMPAT
Jin adalah satu bangsa yang besar dan terbagi bagi, sehingga Iblis termasuk salah satu bangsa jin. Dalilnya Al Qur’an (yang artinya) :

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلا
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan keturunan keturunannya sebagai pemimpin selain daripada Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang orang yang zalim.” 
(Al Kahfi(18): 50)

  • KELIMA
Manusia lebih mulia daripada jin. Dalilnya adalah Al Qur’an (yang artinya) :

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang orang yang kafir.” 
(Al Baqarah(2) : 34).

Berkata Ust. Abdul Hakim, “Oleh karena itu apabila ada manusia yang memohon pertolongan kepada jin, maka ia membuat jin semakin sombong, takabur, dan besar kepala.” 

  • KEENAM
Jin, termasuk Iblis beserta kaumnya tidak bisa dilihat oleh mata kepala kita, manusia tidak bisa melihat jin (dalam rupa aslinya). Dalilnya Al Qur’an (yang artinya) :

يَا بَنِي آدَمَ لا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لا تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ
“Hai anak Adam, janganlah sekali kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan setan itu pemimpin pemimpin bagi orang orang yang tidak beriman.”
(Al A’raaf(07): 27).

  • KETUJUH
Manusia itu dapat dirasuki oleh jin, dengan kata lain “kesurupan”. Dalilnya adalah Al Qur’an Surat Al Baqarah : 275 (yang artinya) :

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan, lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya, larangan dari Rabb-nya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu ,(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."
(Al Baqarah(2) : 275)

  • KEDELAPAN
Bahwa jin atau setan itu ada yang laki dan ada yang perempuan dan mereka sama dengan kita, kawin dan bercampur antara laki laki dan perempuan. Dalilnya Al Qur’an (yang artinya) :

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الإنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
 “Dan bahwasannya ada beberapa orang laki laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki laki diantara jin, maka jin jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” 
(Al Jin(72): 6).
Juga hadits yang merupakan do’a yang kita baca ketika masuk WC (yang artinya) : “Ya Allah aku berlindung kepada Mu dari jin yang laki laki dan yang perempuan”.

  • KESEMBILAN
Bangsa jin itu juga makan seperti kita, hanya saja makanannya tidak sama dengan makanan kita dan adakalanya dia mencuri makanan kita sebagaimana  setan mencuri makanan zakat dari Abu Hurairah yang diperintah oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjaganya.
Pada footnote-nya disebutkan makanan jin diantaranya adalah tulang dan kotoran, makanan manusia yang tidak menyebut nama Allah, dan minuman yang terlarang.

  • KESEPULUH
Setan juga bermalam dan bertempat tinggal, ada kalanya mereka tinggal di rumah rumah kita. Untuk itulah perlu membaca do’a ketika masuk rumah agar setan tidak bermalam di rumah kita. Dalilnya adalah hadits dalam Shahih Muslim no. 2018 (yang artinya) : “Bila seseorang masuk rumahnya, lalu menyebut nama Allah ketika masuk dan ketika makan, maka setan berkata (kepada kelompoknya) : Tidak ada penginapan bagi kamu dan tidak ada makanan malam bagi kamu. Jika seseorang itu masuk rumahnya dan tidak menyebut nama Allah, maka setan berkata (kepada kelompoknya) : Kamu mendapatkan penginapan. Dan jika seseorang tidak menyebut nama Allah ketika makan, maka setan berkata (kepada kelompoknya) : Kamu akan mendapatkan penginapan dan makanan untuk malam.”

Maraknya tayangan tayangan tentang jin di media hanya memasyhurkan setan. Yang berakibat semakin membesarkan dan mengagungkan Iblis dengan penuh rasa takut. Oleh karena itu buku ini perlu sekali dibaca dan dipahami oleh kaum muslimin. Agar kaum muslimin memahami permasalahan tentang alam jin sesuai Al Qur’an dan Sunnah menurut pemahaman para shahabat.

Secara khusus, buku yang ditulis oleh Ustadz Abdul Hakim ini membantah buku yang telah terbit sebelumnya yang ditulis oleh seorang wartawan Mesir, dengan judul terjemahan Indonesia “Dialog dengan Jin Muslim”. Wartawan Mesir yang bernama Muhammad Isa Dawud ini mengambil semua khabar untuk bukunya dari Jin Muslim sahabatnya. Yang berakibat mementahkan argumentasi ilmiah
dalam beragama, dengan hanya merujuk dari perkataan Jin Muslim sahabatnya itu. Salah satu contohnya adalah penetapan suatu hadits itu sah atau tidak dengan hanya merujuk pada perkataan Jin Muslim sahabatnya itu.



Islampos

Para Syuhada Perang Uhud



Para syuhada Uhud adalah orang-orang dekat Rasul yang mulia. Allah telah melapangkan dada mereka untuk masuk Islam, maka mereka beriman kepada risalah beliau. Mukjizat-mukjizat beliau yang mereka lihat menambah keyakinan mereka. Maka kehidupan mereka pun berubah, mereka membentuk diri mereka menjadi pribadi-pribadi baru.

Mereka tinggalkan setiap perkara yang menentang syariat Allah di atas jalan Islam yang mulia. Kesenangan mereka adalah di dalam beribadah kepada Rabb mereka dan taat kepada Rasul-Nya. Tubuh mereka seperti tubuh kita, tersusun dari bahan yang sama. Tubuh kita dan tubuh mereka menjadi tempat hidupnya makhluk-makhluk Allah yang berupa organisme mikroskopik. Namun, ruh mereka bersih dan jiwa mereka besar . Tubuh mereka bekerja keras untuk menggapainya. Hal itulah yang membuat mereka menjadi generasi istimewa. Mereka bagaikan para pendeta di waktu malam dan penunggang kuda di waktu siang. Jika ada penyeru yang memanggil untuk berjihad, mereka tinggalkan segala sesuatu dibelakang mereka untuk mentaati Allah yang menciptakan mereka, dengan penuh keyakinan bahwa pahala yang ada di sisi Allah itu lebih baik dan lebih kekal. Bahkan, diantara mereka ada yang pergi berjihad dalam keadaan junub, mereka tidak sempat mandi janabah karena kuatnya keterikatan mereka untuk segera memenuhi panggilan jihad.

Para sahabat mulia yang berlaku shiddiq kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala itu mendapatkan ujian yang baik pada perang Uhud. Mereka mengangan-ngangankan mati syahid dengan penuh kejujuran dan beramal untuk mendapatkannya, maka Allahpun memilih mereka untuk diletakkan di sisi-Nya dan mengambil mereka sebagai syuhada’ dalam keadaan maju dan tidak mundur. Mereka beruntung mendapatkan keridhaan Allah san Jannah yang luasnya seluas langit dan bumi. Merekapun juga memiliki karomah-karomah yang besar, di antara karomah itu ada yang bias diketahui oleh manusia dan ad juga karomah yang lebih besar yang tidak dapat dimengerti oleh manusia.

Jabir bin Abdullah r.a berkata, “Pada malam hari menjelang terjadinya Perang Uhud, aku dipanggil ayahku, beliau berkata, “ Aku merasa bahwa aku akan menjadi orang yang pertama kali terbunuh diantara para sahabat Nabi SAW. Dan sepeninggalanku, aku tidak meninggalkan orang yang lebih penting dari dirimu selain Rasulullah SAW. Aku memiliki hutang, maka lunasilah hutang-hutang itu. Perlakukanlah saudara-saudara perempuan dengan baik.  Dan benar, pada pagi harinya beliau menjadi orang pertama yang terbunuh. Beliau dikubur bersama orang lain dalam satu liang. Namun, aku merasa tidak nyaman membiarkan beliau dikubur bersama orang lain dalam satu liang, maka enam bulan kemudian aku membongkar kuburnya, dan aku mendapati keadaan jasadnya seperti ketika dulu aku menguburkannya.”(HR. Bukhari)

Dalam riwayat Ahmad disebutkan, “…Pada masa kekhilafan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, ada seseorang yang mendekatiku seraya berkata, “ Wahai Jabir, para pekerja Mu’awiyah telah membangkitkan ayahmu (menggali kuburannya), hingga terlihat sebagian jasadnya.” Maka aku segera mendatanginya dan kudapati keadaan jasad beliau sama seperti aku menguburkannya, tidak berubah sama sekali… maka aku menimbunnya kembali.” (HR. Ahmad)

Jarir bin Abdullah r.a berkata, “ Ketika ayahku terbunuh pada Perang Uhud, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Jabir, maukah aku beritahukan apa yang dikatakan Allah kepada ayahmu?” Jabir menjawab, “Iya.” Beliau bersabda, “Allah tidak mengajak bicara seseorang kecuali dari balik hijab, kecuali kepada ayahmu. Allah mengajak berbicara ayahmu dengan berhadap-hadapan, Dia berfirman, “Wahai Abdullah, berangan-anganlah, niscaya Aku penuhi.” Abdullah menjawab, “Wahai Rabbku, kembalikanlah aku ke dunia, sehingga aku terbunuh di jalanmu sekali lagi.” Allah berfirman, “Aku telah memutuskan bahwa seseorang yang telah mati tidak akan kembali ke dunia lagi.” Abdullah berkata,  “Wahai Rabbku, kalu begitu kabarkanlah keadaanku kepada orang-orang yang ada di belakangku.” Maka Allah SWT menurunkan ayat,
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Rabbnya dengan mendapat rezki.”

Dalam riwayat Imam Malik dari Abdullah bin Abi Sha’sha’ah, disebutkan bahwa Amru bin Jamuh dan Abdullah bin Amru adalah dua orang dari golongan Anshar. Kuburan keduanya digali karena dilewati proyek aliran air. Mereka berdua dikuburkan dalam satu liang. Keduanya termasuk orang-orang yang mati syahid dalam Perang Uhud. Ketika kuburan mereka digali untuk dipindahkan ke tempat lain, keadaan mereka tidak berubah, seolah-olah mereka baru saja meninggal kemarin. Salah seorang dari mereka ada yang terluka, dia meletakkan tangannya pada lukanya tersebut dan dikuburkan dalam keadaan seperti itu. Ketika tangan itu ditarik dari lukanya, tangan itu kembali lagi seperti sedia kala. Padahal jarak antara Perang Uhud dan waktu penggalian kubur tersebut empat puluh enam tahun.

Al- Qurthubi menyebutkan riwayat ini dengan judul ‘Bumi tidak akan memakan jasad para syuhada’  karens mereka pada hakikatnya itu hidup. Kisah seperti itu terdapat di dalam hadis-hadis shahih tentang para syuhada’ Uhud dan selain mereka. Diriwayatkan bahwa ketika Mu’awiyah r.a ingin mengalirkan air dari mata air di kota madinah melalui kuburan para syuhada Uhud, beliau memerintahkan manusia untuk memindahkan jenazah keluarga mereka yang dikubur disana. Peristiwa ini terjadi pada masa kekhilafan beliau, yaitu lima puluh tahun setelah perang Uhud. Namun mereka mendapati keadaan jasad mereka seperti mereka ketika dikuburkan, sampai-sampai semua yang hadir melihat ketika sekop  melukai kaki Sayyidus Syuhada’ Hamzah bin Abdul Muthalib, darahnya masih tetap mengalir

Penduduk Madinah telah meriwayatkan bahwa pada masa kekhilafan Al-Wahid bin Abdul Malik bin Marwan dan gubernur Madinah pada saat itu adalah Umar bin Abdul Aziz, dinding kuburan Nabi SAW runtuh, mereka melihat kaki di balik reruntuhan itu. Mereka takut, kalau-kalau itu adalah kaki Rasulullah SAW.. Sampai Salim bin Abdullah bin Umar bin Al-Khathab datang dan dia mengenali  bahwa itu adalah kaki kakeknya Umar r.a. Beliau terbunuh sebagai syahid.

Pensyarah Aqidah Thahawiyah berkata, “Allah telah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para nabi… adapun para syuhada’, di antara mereka ada yang disaksikan (jasadnya masih utuh) setelah beberapa tahun dari waktu dia dikuburkan. Ada kemungkinan jasadnya akan tetap kekal di dalam tanah hingga hari kiamat. Dan mungkin juga, jasadnya akan rusak bersama berlalunya waktu yang panjang. Seolah-olah-wallahu ‘alam  -, semakin sempurna kesyahidan seseorang, maka orang yang mati syahid itu lebih utama dan kekekalan jasadnya akan lebih lama.”



Eramuslim