Rasulullah SAW bersabda :
"Orang yang cerdas adalah orang yang mampu menaklukkan hawa nafsunya dan bekerja untuk hal-hal setelah kematiannya, sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan kepada Allah SWT."
(HR. Hakim)
"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."
Tampilkan postingan dengan label HR Al Hakim. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HR Al Hakim. Tampilkan semua postingan
Jumat, 12 Oktober 2012
Kamis, 11 Oktober 2012
Sedekah Menjadi Pelindung di hari kiamat
Rasulullah SAW bersabda :
"Setiap orang akan berada di bawah Perlindungan sedekahnya hingga diputuskan perkaranya diantara manusia(di hari kiamat)."
(HR. Ahmad dan Hakim)
"Setiap orang akan berada di bawah Perlindungan sedekahnya hingga diputuskan perkaranya diantara manusia(di hari kiamat)."
(HR. Ahmad dan Hakim)
Sabtu, 22 September 2012
doa ini memohon Rezeki yang luas hingga akhir hayat
“Allaahummaj’al ausa ‘a rizqaka ‘alayya ‘inda kibari sinnii wan qithaa’i ‘umrii. Ya Allah,jadikanla h rezekiMu yang luas untuk diriku hingga usia tuaku dan akhir hayatku.” (HR.Hakim)
Jumat, 04 Mei 2012
Hukum Mendatangi dan Memanfaatkan Jasa Paranormal
Kekafiran dukun dan tukang ramal:- Meminta bantuan jin dengan melaksanakan syarat dan tuntutan yang diajukannya untuk mau membantu.- Mengaku mengetahui/bisa menyingkap ilmu ghaib yang menjadi hak Allah semata.
Hukum mendatangi dukun dan tukang ramal
Sesungguhnya
mendatangi dukun dan tukang ramal untuk menanyakan sesuatu kepadanya
berkaitan dengan sakit, nasib masa depan, atau untuk mengabarkan sesuatu
yang ghaib seperti barang hilang, dan yang semisalnya tidak
diperbolehkan dalam Islam. Hukumnya haram. Apalagi kalau sampai meyakini
dan membenarkan apa yang mereka katakan. Karena sesuatu yang mereka
katakan mengenai hal-hal yang ghaib itu hanya didasarkan atas perkiraan
belaka, atau dengan cara mendatangkan jin, dan meminta tolong kepada
jin-jin itu tentang sesuatu yang mereka inginkan. Dengan cara demikian
dukun-dukun tersebut telah melakukan perbuatan kufur dan kesesatan.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barang siapa mendatangi tukang ramal dan menanyakan sesuatu kepadanya, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari,
مَنْ أَتَى
كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا
أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barang
siapa mendatangi dukun atau rukang ramal, lalu membenarkan apa yang ia
katakana, maka sungguh dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.” (HR. Ahlussunan yang empat dan dishahihkan oleh Al-Hakim sesuai dengan syarat Bukhari – Muslim)
Dari Imran bin Hushain radhiyallaahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
لَيْسَ
مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ
لَهُ أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ
بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Bukan
dari golongan kami orang yang meramal nasib dan yang minta diramalkan,
orang yang melakukan praktek perdukunan dan yang memanfaatkan jasa
perdukunan, yang melakukan praktek sihir (tenung) atau yang memanfaatkan
jasa sihir (minta ditenungkan). Dan barangsiapa mendatangi dukun dan
membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir pada
apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.” (HR. Al-Bazzar dengan sanad Jayyid).
Dari
beberapa hadits di atas, dapat dipahami secara jelas haramnya mendatangi
dukun dan tukang ramal, menanyakan dan meyakini/membenarkan apa yang
disampaikannya. Hanya saja kalau sebatas mendatangi dan menanyakan, maka
hukumannya adalah tidak diterima shalat selama empat puluh hari empat
puluh malam. Kecuali kedatangannya tadi dengan tujuan untuk menguji atau
untuk menunjukkan kelemahan dan kedustaan dukun dan tukang ramal. Kalau
seperti ini dibolehkan, bahkan dianjurkan.
Hukuman
berat tersebut dijatuhkan karena dalam tindakannya tersebur menimbulkan
kerusakan yang besar. Dukun dan tukang ramal semakin termotifasi dan
percaya diri. Sedangkan orang awam akan tertipu dengan kedatangannya
tersebut, seolah-olah hal tersebut legal dan halal karena orang yang
shalih juga mendatanginya. Selain itu, mereka akan penasaran dan
terdorong untuk memanfaatkan jasa dukun dan tukang ramal tersebut karena
banyaknya orang yang datang. Selain itu, perbuatan tersebut menunjukkan
keridhaannya terhadap sesuatu yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Sedangkan
bagi yang sampai meyakini dan membenarkan para dukun dan tukang ramal,
lalu melaksanakan titah dan anjuran mereka, maka ia telah kufur terhadap
Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an mengabarkan bahwa tidak ada yang mengetahui
perihal ilmu keghaiban kecuali Allah Ta’ala,
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
“Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah".” (QS. Al-Naml: 65)
Syaikh Utaimin rahimahullaah berkata dalam al-Qaul al-Mufid: 1/335, bahwa dalam ayat tersebut terdapat nafyun (peniadaan) dan itsbat (penetapan).
Peniadaan orang yang mengetahui ilmu ghaib. Dan penetapan bahwa yang
mengetahuinya hanya Allah semata. Maka orang yang membenarkan dukun dan
tukang ramal dalam kabar ghaib yang disampaikannya padahal dia tahu
hanya Allah semata yang mengetahui perihal ilmu ghaib, maka sungguh dia
telah melakukan kufur besar yang mengeluarkannya dari Islam. Dan apabila
dia jahil tidak meyakini bahwa di dalam Al-Qur’an tedapat kebohongan,
maka dia telah kufrun duna kufrin (kufur yang tidak mengeluarkan dari Islam.
Fatwa Syaikh Ibnu Bazz
Memperkuat
bahasan di atas kami sertakan fatwa seorang ulama besar kerajaan Saudi
Arabia, syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz. Beliau pernah ditanya
tentang mendatangi dukun dan tukang ramal (peramal), bertanya dan
berobat kepada mereka.
Beliau
menjawab, “Tidak boleh mendatangi dukun, tukang ramal, tukang sihir,
ahli nujum dan yang semisal mereka. Tidak boleh pula bertanya kepada
mereka dan membenarkan ucapan mereka. Berobat kepada mereka juga tidak
boleh walaupun menggunakan minyak dan selainnya. Karena Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam
telah melarang mendatangi, bertanya, dan membenarkan mereka. Sebabnya,
karena mereka mengaku mengetahui ilmu ghaib, membohongi manusia, dan
mengajak mereka untuk menyimpang dari akidah yang benar.
Terdapat kabar yang shahih dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Siapa yang mendatangi tukang ramal, lalu bertanya sesuatu kepadanya maka tidak akan diterima shalatnya selama 40 malam.” (HR. Muslim dalam Shahihnya)
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam besabda,
مَنْ أَتَى
عَرَّافاً أَوْ كَاهِناً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا
أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barang
siapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun kemudian membenarkan apa
yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap yang diturunkan kepada
Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.” (HR. Ahlussunan dan dishahihkan oleh Al-Hakim)
Dan juga bersabda,
لَيْسَ
مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ
لَهُ أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ
بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Bukan
dari golongan kami orang yang meramal nasib dan yang minta diramalkan,
orang yang melakukan praktek perdukunan dan yang memanfaatkan jasa
perdukunan . . . ” (HR. Bazzar dengan sanad Jayyid dari Imran bin Hushain)
Hadits-hadits yang semakna dalam masalah ini sangat banyak.
Dan
al-hamdulillah, sesungguhnya berobat dengan sesuatu yang dibolehkan oleh
Allah berupa ruqyah dan berobat-berobat yang dibolehkan kepada orang
yang dikenal memiliki akidah dan akhlak yang baik sudah cukup banyak.”
(Dinukil dari majalah al-Dakwah, edisi 1498, tanggal 8/2/ 1426 H.)
Mendatangi dukun:* Hanya iseng bertanya: tidak diterima shalatnya selama 40 hari/malam* Bertanya dan meyakini/membenarkan perkataannya: kafir terhadap Al-qur'an, keluar dari Islam
Penutup
Semoga
bahasan singkat ini menyadarkan umat Islam yang tertipu dengan
penampilan dan aksi-aksi para dukun dan tukang ramal. Mengembalikan
mereka ke dalam kebenaran. Mencari jalan keluar dari persoalan yang
dihadapi dengan sarana yang dihalalkan dan diperbolehkan.
Kepada
para penguasa dan mereka yang mempunyai pengaruh di negerinya
masing-masing, wajib bagi mereka mencegah segala bentuk praktek tukang
ramal, dukun, dan sebangsanya, dan melarang orang-orang mendatangi
mereka. Kepada yang berwenang supaya melarang mereka melakukan praktek
di pasar-pasar atau di tempat-tempat lainnya dan secara tegas menolak
segala yang mereka lakukan.
Dan
hendaknya umat Islam tidak tertipu dengan pengakuan segelintir manusia
bahwa apa yang diramalkannya benar terjadi. Karena orang–orang tersebut
tidak mengetahui tentang perkara yang dilakukan oleh dukun-dukun
tersebut. Bahkan kebanyakan mereka adalah orang-orang awam yang tidak
mengerti hukum, dan larangan terhadap perbuatan yang mereka lakukan.
Wallahu Ta’ala a’lam.
Voaislam
Voaislam
Dalil Menabur Bunga Saat Ziarah
Praktek yang sering dilakukan oleh masyarakat sering tidak ada
penjelasan syar`inya, sehingga sebaiknya kita tidak terlalu mudah
melakukan sesuatu yang kita tidak punya dalil atau ilmu pengetahuan
tentang hal itu.
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS Al-Isra`:36).
Yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap orang yang telah
dikubur adalah memberi salam dan mendoakan ahli kubur. Tentu saja hal
itu dilakukan pada kuburan muslim.
Dari Utsman bahwa Nabi SAW bila selesai menguburkan mayat, beliau
berdiri dan berkata, “Mintakan ampun untuk saudaramu ini dan doakanlah.
Karena sekarang ini dia sedang ditanya (oleh malaikat).” (HR Abu Daud dan Hakim)
Sedangkan yang berkaitan dengan menanam pohon di atas kuburan, memang
ada hadits yang menceritakan hal itu, meski para ulama berbeda pendapat
tentang masyru`iyahnya.
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW melewati dua kuburan dan
berkata, “Kedua orang ini disiksa, namun bukan karena dosa besar. Yang
satu ini karena tidak sempurna dalam istinja` (cebok) dan yang satu lagi
karena menyebar namimah (adu domba).” Kemudian beliau meminta ranting
pohon dan dipatahkan jadi dua lalu ditancapkan di masing-masing kuburan.
Lalu beliau berkata, “Semoga ini bisa mengurangi penderitaan mereka
selama belum kering.”
Sebagian mengatakan bahwa menanamkan pohon itu bukan termasuk masyru` (bagian dari syariat), karena sekedar tabarruk saja. Selain itu ternyata kejadian ini hanya sekali saja dan tidak pernah diriwayatkan bahwa makam para shahabat nabi selalu ditanami pohon.
Sebagian mengatakan bahwa menanamkan pohon itu bukan termasuk masyru` (bagian dari syariat), karena sekedar tabarruk saja. Selain itu ternyata kejadian ini hanya sekali saja dan tidak pernah diriwayatkan bahwa makam para shahabat nabi selalu ditanami pohon.
Sedangkan menaburkan bunga dan menyiram air di kuburan bukanlah hal
yang disyariatkan dalam Islam. Meski memang tidak ada dalil yang secara
langsung untuk mengharamkannya. Perkara itu menurut sebagian orang hanya
sekedar adat istiadat, yang tidak jelas asal usulnya. Namun tidak
sampai kepada perbuatan haram.
Sebagian kalangan ulama lainnya berpendapat agak berbeda. Dalam
pandangan mereka, apabila tidak ada perintahnya, maka hukumnya terlarang
alias haram. Termasuk salah satunya menaburkan bunga di atas kuburan.
Karena tidak ada tuntunannya dari Rasulullah SAW, sedangkan dari adat
istiadat juga tidak ada nilai rujukannya.
Dan kalau kita perhatikan praktek kebanyaka umat Islam, apalagi
menjelang datangnya bulan Ramadhan, banyak yang datang ke kubur. Bukan
ziarah yang syar’iyah, malah melakukan banyak bid’ah.
Di antaranya untuk shalat di kuburan atau menghadap ke kuburan, bahkan ada yang berputar (thawaf) mengelilingi kuburan itu.
Sebagian lainnya ada datang jauh-jauh dari pelosok desa sekedar
mencium dan mengusap-usapnya, mengambil sebagian dari tanah atau batunya
untuk tabaruk.
Yang
lainnya datang untuk memohon kepada penghuni kubur agar dapat memberi
pertolongan, kelancaran rizki, kesehatan, keturunan atau agar dapat
melunasi hutang dan terbebas dari segala petaka dan marabahaya.
Cukup sedih kita kalau melihat umat kita ini masih saja melakukan
hal-hal seperti itu. Sayangnya, mereka melakukannya dengan sepenuh
keyakinan, entah datang dari mana keyakinan itu. Yang jelas, begitu
banyak kuburan dan makam keramat ramai dikunjungi khalayak terutama
menjelang datangnya Ramadhan.
Wallahu a`lam bish-shawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wa barakatuh.
Rabu, 02 Mei 2012
Doa dan Zikir Saat Melihat Hujan Turun
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Pencipta dan pengatur alam raya dengan qudrah-Nya yang agung.
Menundukkan apa saja yang ada di dalamnya untuk manusia supaya mereka
menjadi khalifah-Nya di bumi dengan menegakkan ajaran dien-Nya yang
lurus dan suci yang telah disampaikan oleh hamba dan utusan-Nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Kemarau panjang sehingga menyebabkan
kekeringan, gagal panen, langkanya air bersih dan kesulitan-kesulitan
lainnya membuat masyarakat menderita dan mengalami kesulitan hidup.
Dalam kondisi seperti ini disunnahkan untuk memperbanyak istighfar dan
doa istisqa' (meminta hujan). Salah satunya melalui shalat istisqa' yang
telah dibahas pada tulisan sebelumnya.
Kenapa memperbanyak istighfar? Karena
kemarau panjang dan paceklik yang terjadi di suatu negeri disebabkan
oleh dosa penduduknya. Hal ini seperti yang sudah kami bahas dalam dua
tulisan sebelumnya.
Oleh sebab itulah, saat melihat angin kencang dan mendung hitam, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
khawatir kalau-kalau itu adalah sebab azab yang diutus oleh Allah
sebagai hukuman atas kemaksiatan manusia. Sehingga kekhawatiran itu
sangat tampak jelas di wajahnya, sebagaimana yang dituturkan Aisyah pada
hadits riwayat Muslim. Dan saat terjadi hujan, berarti perubahan
kondisi alam tadi bukan sebagai azab. Oleh karena itu, kekhawatiran
beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam hilang dan berganti gembira. Lalu beliau bersabda, "ini adalah rahmat."
Sedangkan melaksanakan doa istisqa'
dengan mengerjakan shalat istisqa' adalah karena hujan itu berada di
bawah kekuasaan Allah, tidak turun kecuali dengan perintah-Nya. Maka
jika lama tidak turun hujan, Islam memerintahkan untuk berdoa kepada
Dzat yang menciptakan dan menguasai hujan tersebut, yaitu Allah Ta'ala
semata. Mendirikan shalat istisqa' juga sebagai bentuk tawassul agar doa
dikabulkan dan permintaan dipenuhi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
"Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat. . ." (QS. Al-Baqarah: 153)
Jika Hujan Sudah Turun
Berkaitan dengan hujan, Allah
menjadikannya sebagai nikmat dan rahmat bagi makhluk-makhluk-Nya, tidak
terkecuali manusia. Bahkan Al-Qur'an menyebutkannya sebagai sumber
kehidupan.
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
"Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (QS. Al-Anbiya': 30)
Namun di satu sisi, Allah juga pernah
menjadikan hujan dan berlimpahnya air sebagai hukuman atas kaum
pembangkang, seperti yang menimpa kaum Nabi Nuh 'Alaihissalam.
وَنُوحًا
إِذْ نَادَى مِنْ قَبْلُ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ
مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ وَنَصَرْنَاهُ مِنَ الْقَوْمِ الَّذِينَ
كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمَ سَوْءٍ فَأَغْرَقْنَاهُمْ
أَجْمَعِينَ
"Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum
itu ketika dia berdoa, dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami
selamatkan dia beserta pengikutnya dari bencana yang besar. Dan Kami
telah menolongnya dari kaum yang telah mendustakan ayat-ayat Kami
Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat, maka Kami tenggelamkan
mereka semuanya." (QS. Al-Anbiya': 76-77)
Maka saat turun hujan, kaum muslimin
yang menyaksikannya berharap agar hujan tersebut membawa kebaikan dan
menjadi rahmat sebagaimana yang pernah diajarkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Di antara doa/dzikir tersebut adalah:
Pertama: Membaca doa:
اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
ALLAHUMMA SHAYYIBAN NAAFI'A
Artinya: Ya Allah, (jadikan hujan ini) hujan yang membawa manfaat (kebaikan).
Diriwayatkan dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ : اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
"Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam apabila melihat hujan beliau berdoa: ALLAHUMMA SHAYYIBAN
NAAFI'A (Ya Allah, -jadikan hujan ini- hujan yang membawa manfaat
-kebaikan-." (HR. Al-Buhari)
Kedua: membaca:
رَحْمَةٌ
rahmatun
Artinya: ini adalah rahmat.
Diriwayatkan dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
apabila terjadi angin kencang dan awan tebal maka beliau sangat
khawatir yang dapat diketahui melalui wajah beliau. Beliau
mondar-mandir. Dan jika turun hujan, maka beliau terlihat senang dan
hilang kekhwatiran tadi. Lalu 'Aisyah menanyakan kepada beliau perihal
tadi. Maka beliau menjawab, "Sungguh aku khawatir kalau itu menjadi azab
yang ditimpakan kepada umatku." Dan apabila beliau melihat hujan,
beliau bersabda: rahmatun (ini adalah rahmat). (HR. Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim menjelaskan
tentang makna hadits di atas, "Di dalamnya terdapat anjuran bersiaga
dengan mendekatkan diri kepada Allah dan berlindung kepada-Nya saat
terjadi perubahan kondisi alam dan munculnya penyebab musibah.
Kekhawatiran beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam kalau-kalau diazab dengan maksiatnya ahli maksiat. Dan gembiranya beliau karena hilangnya sebab kekhawatiran."
Ketiga: Menisbatkan hujan kepada Allah, bukan kepada selainnya seperti kepada bintang.
Dari Zaid bin Khalid Radhiyallahu 'Anhu menceritakan, kami keluar bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada
tahun Hudaibiyah, lalu pada suatu malam kami mendapat hujan. Maka pada
seusai beliau mengimami kami pada shalat shubuhnya, beliau menghadap
kepada kami, lalu bersabda: 'Tahukah kalian apa yang dikatakan oleh
Rabba kalian?' Kami menjawab: 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.'
Kemudian beliau bersabda:
قَالَ
اللَّهُ أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ بِي فَأَمَّا مَنْ
قَالَ مُطِرْنَا بِرَحْمَةِ اللَّهِ وَبِرِزْقِ اللَّهِ وَبِفَضْلِ اللَّهِ
فَهُوَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا
بِنَجْمِ كَذَا فَهُوَ مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ كَافِرٌ بِي
"Allah berfirman: di pagi ini ada di
antara hamba-hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan yang ingkar kepada-Ku.
Adapun orang yang mengatakan, 'kami diberi hujan karena rahmat Allah,
rizki dan karunia-Nya,' maka ia beriman kepada-Ku dan kufur terhadap
bintang-bintang. Adapun orang yang mengatakan, 'kami diberi hujan karena
bintang ini dan bintang itu,' maka ia beriman kepada bintang-bintang
dan kufur kepada-Ku." (HR. al-Bukhari dan Muslim, lafaz milik Al-Bukhari)
Keempat: memperbanyak doa saat turun hujan, karena termasuk waktu yang mustajab. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
اطلبوا استجابة الدعاء عند التقاء الجيوش و إقامة الصلاة و نزول الغيث
"Carilah pengabulan doa pada saat bertemunya dua pasukan, pada saat iqamah shalat, dan saat turun hujan."
(HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak: 2/114 dan dishahihkan olehnya. Lihat
Majmu' fatawa: 7/129. Dishahihkan Al-Albani dalam al-Silsilah
al-Shahihah no. 1469 dan Shahih al-Jami' no. 1026)
Penutup
Islam mengajarkan banyak zikir dan doa
pada beberapa kondisi. Semua itu agar hamba Allah selalu ingat dan
kembali kepada-Nya. Menyadari bahwa semua kebaikan ada di tangan-Nya.
Sehingga dia senantiasa berharap dan memohon kebaikan hanya kepada-Nya
semata. lalu diikuti dengan syukur kepada-Nya dengan menggunakan nikmat
untuk taat kepada-Nya. Dan seperti itu pula saat melihat hujan turun.
Saat Galau, Bacalah Doa Ini Semoga Tenang dan Gembira
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Istilah galau sedang ngetren.
Banyak dipakai dan digunakan, khususnya dikalangan ABG (remaja dan
pelajar). Ada istilah SMS Galau, Status Galau, Pesan galau, kata-kata
galau dan semisalnya. Intinya, menggambarkan kondisi perasaan atau
pikiran yang tidak enak. Perasaan tidak menentu. Rasanya ada yang
kurang. Ada yang tidak beres. Tidak jelas apa sebabnya.
Kalau menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia edisi IV (2008) halaman 407, dikatakan “galau” itu berarti
kacau (tentang pikiran); “bergalau” berarti (salah satu artinya) kacau
tidak keruan (pikiran); dan “kegalauan” berarti sifat (keadaan hal)
galau. Jika merujuk ke definisi ini, keadaan galau adalah saat pikiran
sedang kacau tak keruan. Orang yang tengah galau pikirannya sedang
kacau.
Hampir setiap orang pernah mengalami
galau. Karena tabiat manusia sering berdosa. Dan dosa menjadi sesuatu
yang tak bisa lepas dalam kehidupan manusia. berdosa juga menjadi tanda
akan insaniyahnya. Karena setiap manusia pastilah berdosa sehingga dia
harus menunduk dan merendahkan diri bertaubat dan memohon ampunan kepada
Tuhannya.
Berikut ini ini penawar yang diajarkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
saat galau datang, kesedihan hinggap, perasaan tak menentu menyerang.
Sangat mujarab dan ampuh dosa ini sebagaimana yang dikabarkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "melainkan Allah akan menghilangkan kesedihan dan kegelisahan (kegundahan)-nya serta menggantikannya dengan kegembiraan."
__________________
__________________
اللَّهُمَّ
إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ
مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ
هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ
عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ
الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ
صَدْرِي وَجِلَاءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي
Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya aku
adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu.
Ubun-ubunku berada di tangan-Mu. Hukum-Mu berlaku pada diriku.
Ketetapan-Mu adil atas diriku. Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama
yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau
Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seorang
dari makhluk-Mu, atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada
di sisi-Mu, agar Engkau jadikan Al-Qur'an sebagai penyejuk hatiku,
cahaya bagi dadaku dan pelipur kesedihanku serta pelenyap bagi
kegelisahanku."
________________
________________
Doa di atas didasarkan pada hadits dari Abdullah bin Mas'ud radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah
seseorang tertimpa kegundahan (galau) dan kesedihan lalu berdoa (dengan
doa di atas) . . . melainkan Allah akan menghilangkan kesedihan dan
kegelisahan (keundahan)-nya serta menggantikannya dengan kegembiraan.
Ibnu Mas'ud berkata, "Ada yang bertanya, 'Ya Rasulallah, bolehkah kita mempelajarinya?' Beliau menjawab,
'Ya, sudah sepatutnya orang yang mendengarnya untuk mempelajarinya'."
(HR. Ahmad dalam Musnadnya I/391, 452, Al-Hakim dalam Mustadraknya
I/509, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya VII/47, Ibnu Hibban dalam
Shahihnya no. 2372, Al-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir no. 10198 –dari
Maktabah Syamilah-. Hadits ini telah dishahihkan oleh Ibnu Taimiyah dan
muridnya Ibnul Qayyim, keduanya banyak menyebutkannya dalam kitab-kitab
mereka. Juga dihasankan oleh Al-Hafidz dalam Takhriij Al-Adzkaar dan
dishahihkan oleh Al-Albani dalam al-Kalim al Thayyib hal. 119 no. 124
dan Silsilah Shahihah no. 199.)
Apabila yang Berdoa Seorang Wanita
Bentuk lafadz doa di atas untuk mudzakar (laki-laki), Ana 'Abduka (aku hamba laki-laki-Mu), Ibnu 'Abdika Wabnu Amatik
(anak laki-laki dari hamba-laki-laki-Mu dan anak laki-laki dari hamba
perempuan-Mu). Kalau yang berdoa adalah laki-laki tentunya lafadz
tersebut tepat dan tidak menjadi persoalan. Namun, bila yang berdoa
seorang muslimah, apakah dia harus mengganti lafadz di atas dengan
bentuk mu'annats (untuk perempuan), yaitu dengan Allaahumma Inni Amatuk, Ibnatu 'Abdika, Ibnatu Amatik (Ya Allah aku adalah hamba wanita-Mu, anak perempuan dari hamba laki-laki-Mu dan anak perempuan dari hamba perempuan-Mu)?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah
ditanya tentang seorang wanita yang mendengar doa di atas, tapi dia
tetap berpegang dengan lafadz hadits. Lalu ada yang berkata padanya,
ucapkan, "Allahumma Inni Amatuk . . . ." namun dia menolak dan tetap memilih lafadz dalam hadits, apakah dia dalam posisi yang benar ataukah tidak?
Kemudian beliau menjawab, "Selayaknya dia mengucapkan dalam doanya, "Allahumma Inni Amatuk, bintu amatik . . ." dan ini adalah yang lebih baik dan tepat, walaupun ucapannya, 'Abduka, ibnu 'abdika
memiliki pembenar dalam bahasa Arab seperti lafadz zauj (pasangan; bisa
digunakan untuk suami atau istri-pent), wallahu a'lam." (Majmu' Fatawa
Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah: 22/488)
Syaikh Abdul 'Aziz bin Baaz rahimahullah pernah juga ditanya tentang cara berdoanya seorang wanita dengan doa tersebut. Apakah wanita itu tetap mengucapkan, "wa ana 'abduka wabnu 'abdika" (dan saya adalah hamba laki-laki-Mu dan anak laki-laki dari hamba laki-laki-Mu) ataukah harus mengganti dengan, "Wa ana amatuk, ibnu 'andika atau bintu 'abdika"?
Beliau rahimahullah menjawab,
"Persoalan ini luas Insya Allah, Persoalan dalam masalah ini luas.
Apabila wanita itu berdoa sesuai dengan hadits, tidak apa-apa. Dan jika
berdoa dengan bentuk yang ma'ruf bagi wanita, Allahumma innii amatuk, wabnutu 'abdika, juga tidak apa-apa, semuanya baik."
Kandungan Doa
Doa di atas mengandung persoalan-persoalan pokok dalam akidah Islam di antaranya:
1. Rasa galau, gundah dan sedih yang menimpa seseorang akan menjadi kafarah (penghapus dari dosanya) berdasarkan hadits Mu'awiyah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sabda,
مَا مِنْ شَيْءٍ يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ فِي جَسَدِهِ يُؤْذِيهِ إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ
"Tidak ada sesuatu yang menimpa
seorang mukmin pada tubuhnya sehingga membuatnya sakit kecuali Allah
akan menghapuskan dosa-dosanya." (HR. Ahmad 4/98, Al-Hakim 1/347
dan beliau menyatakan shahih sesuai syarat Syaikhain. Imam al-Dzahabi
menyepakatinya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Shahihah
5/344, no. 2274)
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
مَا
يُصِيبُ الْمُسْلمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ
وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ
اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
"Tidaklah menimpa seorang muslim
kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan duka, sampai pun
duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan menghapus dengannya
dosa-dosanya.” (Muttafaqun alaih)
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata dalam Syarh Riyadhish Shalihin
(1/94): “Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau
berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun
duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala
akan menggantikan dengan yang lebih baik (pahala) dan menghapuskan
dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon menggugurkan
daun-daunnya. Ini merupakan nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sehingga, bila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa musibah itu:
a. Dia mengingat pahala dan
mengharapkannya, maka dia akan mendapatkan dua balasan, yaitu menghapus
dosa dan tambahan kebaikan (sabar dan ridha terhadap musibah).
b. Dia lupa (akan janji Allah Subhanahu wa Ta'ala), maka akan sesaklah dadanya sekaligus menjadikannya lupa terhadap niat mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala.
Dari penjelasan ini, ada dua pilihan
bagi seseorang yang tertimpa musibah: beruntung dengan mendapatkan
penghapus dosa dan tambahan kebaikan, atau merugi, tidak mendapatkan
kebaikan bahkan mendapatkan murka Allah Ta’ala karena dia marah dan
tidak sabar atas taqdir tersebut.”
2. Kedudukan ubudiyah
merupakan tingkatan iman tertinggi. Karenanya, seorang muslim wajib
menjadi hamba Allah semata dan senantiasa beribadah kepada-Nya, Dzat
yang tidak memiliki sekutu. Hal ini ditunjukkan lafadz, Inni 'Abduka Wabnu 'Abdika Wabnu Amatik (Sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu).
3. Semua urusan hamba berada di tangan Allah yang diarahkan sekehandak-Nya. Dan masyi'ah (kehendak) hamba mengikuti kehendak Allah. hal ini ditunjukkan oleh lafadz, Naashiyatii biyadik (Ubun-ubunku berada di tangan-Mu).
4. Allah yang berhak
mengadili dan memutuskan perkara hamba-hamba-Nya dalam perselisihan di
antara mereka. Hal ini ditunjukkan oleh lafadz, 'Adlun fiyya qadla-uka (Ketetapan-Mu adil atas diriku). Allah Ta'ala berfirman,
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
"Keputusan itu hanyalah kepunyaan
Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.
Itulah agama yang lurus, . ." (QS. Yuusuf: 40)
5. Ketetapan takdir-Nya
adil dan baik bagi seorang muslim. Jika dia mendapat kebaikan,
bersyukur, dan itu baik baginya. Sebaliknya, bila tertimpa keburukan
(musibah atau bencana) dia bersabar, dan itupun baik baginya. Semua
perkara orang mukmin itu baik, dan hal itu tidak dimiliki kecuali oleh
ornag beriman. (HR. Muslim)
6. Anjuran untuk
bertawassul dengan Asmaul Husna (Nama-nama Allah yang Mahaindah) dan
sifat-sifatnya yang Mahatinggi. Allah perintahkan sendiri bertawassul
dengannya dalam firman-Nya,
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
"Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu . ." (QS. Al-A'raaf: 180)
7. Nama-nama Allah dan sifat-sifatnya adalah tauqifiyyah yang
tidak diketahui kecuali melalui wahyu. Allah sendiri yang menamakan
diri-Nya dengan nama-nama tersebut dan mengajarkannya kepada para
hamba-Nya.
8. Nama-nama Allah tidak terbatas pada 99 nama. Hal ini ditunjukkan oleh lafadz, awis ta'tsarta bihii fii 'ilmil ghaibi 'indaka (atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu).
Sedangkan hadits yang menerangkan jumlah nama Allah ada 99,
إنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
"Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu, siapa yang menghafalnya pasti masuk surga."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut imam al-Khathabi dan lainnya, maknanya
adalah seperti orang yang mengatakan "Saya memiliki 1000 dirham yang
kusiapkan untuk sedekah," yang bukan berarti uangnya hanya 1000 dirham
itu saja. (Majmu' Fatawa: 5/217)
9. Al-Qur'an memberi
petunjuk kepada jalan yang paling lurus. Keberadaannya laksana musim
semi bagi hati orang mukmin, memberi kenyamanan pada hatinya, menjadi
cahaya bagi dadanya, sebagai pelipur kesedihannya, dan penghilang bagi
kesusahannya. Hal ini menunjukkan kedudukan Al-Qur'an yang sangat tinggi
dalam kehidupan manusia, baik individu, masyarakat, atau suatu umat.
10. Siapa yang datang
kepada Allah pasti Allah akan mencukupkannya, siapa yang menghaturkan
kefakirannya kepada Allah, Dia pasti mengayakannya. Siapa yang meminta
kepada-Nya, pasti Dia akan memberinya. Hal ini ditunjukkan lafadz
hadits, "Melainkan Allah akan menghilangkan kesedihan dan kesusahannya
serta menggantikannya dengan kegembiraan."
11. Wajib mempelajari Al-Sunnah dan mengamalkan serta mendakwahkannya. Sesungguhnya Sunnah memuat petunjuk kehidupan manusia secara keseluruhan. Hal ini ditunjukkan oleh kalimat di ujung hadits, "Ya, sudah sepatutnya orang yang mendengarnya untuk mempelajarinya."
Langganan:
Postingan (Atom)