رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ


"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."
Tampilkan postingan dengan label HR Abu Dawud. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HR Abu Dawud. Tampilkan semua postingan

Kamis, 27 Desember 2012

Dimakruhkan Mencari Benda Hilang, Jual Beli Dan Bersyair Didalam Masjid



Diriwayatkan Dari Abu Hurairah :

Bahwa Rasulullah SAW bersabda :
"Barang Siapa mencari sesuatu yang hilang di dalam Masjid, hendaklah Ia berkata kepadanya, 'Semoga Allah tidak mengembalikan barang itu kepadamu!' sebab masjid didirikan buka untuk mencari seperti itu"

(HR Muslim)

Diriwayatkan, Abdullah bin Umar  berkata :
"Rasulullah SAW melarang jual bel didalam masjid, mengucapkan syair dan mencari barang hilang, Beliau juga melarang berkerumun didalam Masjid sebelum Shalat Jum'at"

(HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa'i, dan Ibnu Majah, serta di sahihkan oleh Tirmidzi) 

Rabu, 26 Desember 2012

Sucinya Sisa Minuman Kucing

Sisa air minuman kucing adalah suci berdasarkan hadist Kabsyah binti Ka'ab yang tinggal bersama Abu Qatadah bahwa pada suatu ketika Abu Qatadah masuk kedalam rumah, kemudian Kabsyah menyediakan air minum untuknya. Tiba-tiba datang seekor kucing yang meminum air itu dan Abu Qatadah pun memiringkan mangkuk hingga binatang itu dapat meminumnya.
Ketika Abu Qatadah melihat Kabsyah memperhatikan tindakannya, ia pun bertanya, "Apakah engkau tercengang wahai anak saudaraku ?" " Benar " ujarnya. Abu Qatadah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda :
"Kucing itu tidak najis, Ia termasuk binatang yang berkeliling dalam lingkungan mu"

(HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tarmidzi, dan An Nasa'i)

Sent from my HTC One X+

Bertasbih dan Bertepuk tangan

Diperbolehkan bertasbih bagi laki-laki dan bertepuk tangan bagi wanita apabila timbul suatu masalah, misalnya untuk mengingatkan imam jika ia melakukan kesalahan, memberi izin kepada orang yang hendak masuk, memberi petunjuk kepada orang buta, dan sebagainya.

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'ad as Sa'idi bahwa Nabi SAW bersabda,

"Barang siapa terganggu oleh sesuatu shalatnya, hendaknya ia mengucapkan, 'Subhanallah'. Bertepuk tangan adalah untuk wanita, sedangkan bertasbih itu untuk kaum lelaki"

(HR Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i)


Sent from my HTC

Jumat, 12 Oktober 2012

Doa Ketika akan Memulai Usaha atau Pekerjaan

 “Allaahumma innii a’uudzubika minal hadami wataraddii wal ghammi wal gharaqi qal hariiq
Ya Allah,aku berlindung kepadaMu dari kehancuran (dalam usaha), terjatuh (bangkrut), tenggelam dan kebakaran.” (HR.Ahmad,Tirmidzi,dan Abu dawud)

Rabu, 10 Oktober 2012

Keutamaan Istighfar

Rasulullah SAW Bersabda :

Barang siapa membiasakan diri membaca Istighfar, Allah akan menjadikan kemudahan baginya dari segala kesulitan dan jalan keluar baginya dari segala masalah, dan memberinya Rizki dari arah yang tidak diduga.

(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

Keutamaan Menjenguk Orang Sakit

Rasulullah SAW Bersabda :
Tiada Seorang pun yang menjenguk orang sakit pada waktu sore hari, kecuali keluar bersamanya 70 ribu Malaikat yang memohonkan ampunan baginya hingga pagi hari, dan barang siapa menjenguk orang sakit pada waktu pagi hari, maka akan keluar bersamanya 70 ribu Malaikat yang memohon ampun baginya hingga sore hari.

(HR. Abu Dawud, Tarmidzi, dan Ibnu Majah).

Meninggalkan Keraguan

Rasullah SAW bersabda : "Tinggalkan apa yang kau ragukan pada apa yang tidak ada keraguan dalam dirimu. Karena kejujuran itu mendatangkan ketenangan dan dusta itu mendatangkan kegelisahan."

(HR. Abu Daud dan Ahmad)


Dosa Yang Tidak Di Catat

Rasulullah SAW bersabda : "Pena itu diangkat (dosa tidak ditulis) atas tiga orang: Orang yang tidur hingga dia bangun, orang yang sakit hingga sembuh dan anak kecil hingga dia besar."

(HR. Ahmad dan Abu Daud)

Senin, 18 Juni 2012

Doa Memohon Kemudahan Dalam Segala Urusan

"Allahuma rahmataka arju fala takilni ila nafsi tharfata ‘ain, wa ashlihli sya’ni kullahu, la ilaha illa anta, “
Ya Allah, hanya kasih sayang-Mu yang aku harapkan, maka janganlah Engkau serahkan urusanku pada diriku sendiri meskipun hanya sekejap mata, dan perbaikilah semua urusanku. Tidak ada Tuhan selain Engkau.” (H.R. Abu Dawud dan Ahmad).

Sabtu, 16 Juni 2012

RIBA





1. Pengertian Riba
Kata Ar-Riba adalah isim maqshur, berasal dari rabaa yarbuu, yaitu akhir kata ini ditulis dengan alif.
Asal arti kata riba adalah ziyadah ‘tambahan’; adakalanya tambahan itu berasal dari dirinya sendiri, seperti firman Allah swt:


يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الأرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى الأرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ
"Hai manusia, kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur); maka (ketahuilah) sesungguhnya, Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya, dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepadamu, dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai pada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan, dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun, yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering pada awalnya, kemudian apabila Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu, dan suburlah tanahnya, dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah."
(QS Al-Hajj: 5).
Dan, adakalanya lagi tambahan itu berasal dari luar berupa imbalan, seperti satu dirham ditukar dengan dua dirham.

2. Hukum Riba
Riba, hukumnya berdasar Kitabullah, sunnah Rasul-Nya dan ijma’ umat Islam:



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka permaklumkanlah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kami tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” 
 (QS Al-Baqarah: 278-279).


الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan, lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya, larangan dari Rabb-nya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu ,(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."
(QS Al-Baqarah: 275).

 يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ


"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa."

(QS Al-Baqarah: 276).

Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda, “Jauhilah tujuh hal yang membinasakan.” Para sahabat bertanya, “Apa itu, ya Rasulullah?” Jawab Beliau, “(Pertama) melakukan kemusyrikan kepada Allah, (kedua) sihir, (ketiga) membunuh jiwa yang telah haramkan kecuali dengan cara yang haq, (keempat) makan riba, (kelima) makan harta anak yatim, (keenam) melarikan diri pada hari pertemuan dua pasukan, dan (ketujuh) menuduh berzina perempuan baik-baik yang tidak tahu menahu tentang urusan ini dan beriman kepada Allah.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari V: 393 no: 2766, Muslim I: 92 no: 89, ‘Aunul Ma’bud VIII: 77 no: 2857 dan Nasa’i VI: 257).

Dari Jabir ra, ia berkata. “Rasulullah saw melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksinya dan penulisnya.” Dan Beliau bersabda, “Mereka semua sama.” (Shahih: Mukhtasar Muslim no: 955, Shahihul Jami’us Shaghir no: 5090 dan Muslim III: 1219 no: 1598).

Dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Nabi saw bersabda, “Riba itu mempunyai tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan (dosanya) seperti seorang anak menyetubuhi ibunya.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3539 dan Mustadrak Hakim II: 37).

Dari Abdullah bin Hanzhalah ra dari Nabi saw bersabda, “Satu Dirham yang riba dimakan seseorang padahal ia tahu, adalah lebih berat daripada tiga puluh enam pelacur.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3375 dan al-Fathur Rabbani XV: 69 no: 230).

Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi saw, Beliau bersabda, “Tak seorang pun memperbanyak (harta kekayaannya) dari hasil riba, melainkan pasti akibat akhirnya ia jatuh miskin.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 5518 dan Ibnu Majah II: 765 no: 2279).

3. Klasifikasi Riba
 
Riba ada dua macam yaitu riba nasiah dan riba fadhl.
Adapun yang dimaksud riba nasiah ialah tambahan yang sudah ditentukan di awal transaksi, yang diambil oleh si pemberi pinjaman dari orang yang menerima pinjaman sebagai imbalan dari pelunasan bertempo. Riba model ini diharamkan oleh Kitabullah, sunnah Rasul-Nya, dan ijma’ umat Islam.
Sedangkan yang dimaksud riba fadhl adalah tukar menukar barang yang sejenis dengan ada tambahan, misalnya tukar menukar uang dengan uang, menu makanan dengan makanan yang disertai dengan adanya tambahan.
Riba model kedua ini diharamkan juga oleh sunnah Nabi saw dan ijma’ kaum Muslimin, karena ia merupakan pintu menuju riba nasiah.

4. Beberapa Barang yang padanya Diharamkan Melakukan Riba
 
Riba tidak berlaku, kecuali pada enam jenis barang yang sudah ditegaskan nash-nash syar’i berikut:
Dari Ubaidah bin Shamir ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “(Boleh menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir (sejenis gandum) dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sebanding, sama dan tunai, tetapi jika berbeda jenis, maka juallah sesukamu, apabila tunai dengan tunai.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 949, dan Muslim III: 1211 no: 81 dan 1587).

Dengan demikian, apabila terjadi barter barang yang sejenis dari empat jenis barang ini, yaitu emas ditukar dengan emas, tamar dengan tamar, maka haram tambahannya baik secara riba fadhl maupun secara riba nasiah, harus sama baik dalam hal timbangan maupun takarannya, tanpa memperhatikan kualitasnya bermutu atau jelek, dan harus diserahterimakan dalam majlis.
Dari Abi Sa’id al-Khudri ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kamu menjual emas kecuali sama, janganlah kamu tambah sebagiannya atas sebagian yang lain, janganlah kamu menjual perak dengan perak kecuali sama, janganlah kamu tambah sebagiannya atas sebagian yang lain, dan janganlah kamu menjual emas dan perak yang barang-barangnya belum ada dengan kontan.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 379 no: 2177, Muslim III: 1208 no: 1584, Nasa’i VII: 278 dan Tirmidzi II: 355 no: 1259 sema’na).

Dari Umar bin Khattab ra bahwa Rasulullah saw bersabda. “Emas dengan emas adalah riba kecuali begini dengan begini (satu pihak mengambil barang, sedang yang lain menyerahkan) bur dengan bur (juga) riba kecuali begini dengan begini, sya’ir dengan sya’ir riba kecuali begini dengan begini, dan tamar dengan tamar adalah riba kecuali begini dengan begini.” (Muttafaqun’alaih: Fathul Bahri IV: 347 no: 2134, dan lafadz ini bagi Imam Bukhari, Muslim III: 1209 no: 1586, Tirmidzi II: 357 no: 1261, Nasa’i VII: 273 dan bagi mereka lafadz pertama memakai adz-dzahabu bil wariq (emas dengan perak) dan Aunul Ma’bud IX: 197 no: 3332 dengan dua model lafadz).

Dari Abu Sa’id ra, ia bertutur: Kami pada masa Rasulullah saw pernah mendapat rizki berupa tamar jama’, yaitu satu jenis tamar, kemudian kami menukar dua sha’ tamar dengan satu sha’ tamar. Lalu kasus ini sampai kepada Rasulullah saw maka Beliau bersabda, “Tidak sah (pertukaran) dua sha’ tamar dengan satu sha’ tamar, tidak sah (pula) dua sha’ biji gandum dengan satu sha’ biji gandum, dan tidak sah (juga) satu Dirham dengan dua Dirham.” (Muttafaqun ’alaih: Muslim III: 1216 no: 1595 dan lafadz ini baginya, Fathul Bari IV: 311 no: 2080 secara ringkas dan Nasa’i VII: 272).

Manakala terjadi barter di antara enam jenis barang ini dengan lain jenis, seperti emas ditukar dengan perak, bur dengan sya’ir, maka boleh ada kelebihan dengan syarat harus diserahterimakan di majlis:
Berdasar hadits Ubadah tadi:

“…tetapi jika berlainan jenis maka juallah sesukamu, apabila tunai dengan tunai.”
Dalam riwayat Imam Abu Daud dan lainnya dari Ubadah ra Nabi saw bersabda: “Tidak mengapa menjual emas dengan perak dan peraknya lebih besar jumlahnya daripada emasnya secara kontan, dan adapun secara kredit, maka tidak boleh; dan tidak mengapa menjual bur dengan sya’ir dan sya’irnya lebih banyak daripada burnya secara kontan dan adapun secara kredit, maka tidak boleh.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil V: 195 dan ‘Aunul Ma’bud IX: 198 no: 3333).
Apabila salah satu jenis di antara enam jenis ini ditukar dengan barang yang berlain jenis dan ‘illah ‘sebab’, seperti emas ditukar dengan bur, atau perak dengan garam, maka boleh ada kelebihan atau secara bertempo, kredit:
Dari Aisyah ra bahwa Nabi saw pernah membeli makanan dari seorang Yahudi secara bertempo, sedangkan Nabi saw menggadaikan sebuah baju besinya kepada Yahudi itu. (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 1393 dan Fathul Bari IV: 399 no: 2200).
Dalam kitab Subulus Salam III: 38, al-Amir ash-Sha’ani menyatakan. “Ketahuilah bahwa para ulama’ telah sepakat atas bolehnya barang ribawi (barang yang bisa ditakar atau ditimbang, edt) ditukar dengan barang ribawi yang berlainan jenis, baik secara bertempo meskipun ada kelebihan jumlah atau berbeda beratnya, misalnya emas ditukar dengan hinthah (gandum), perak dengan gandum, dan lain sebagainya yang termasuk barang yang bisa ditakar.”
Namun, tidak boleh menjual ruthab (kurma basah) dengan kurma kering, kecuali para pemilik ‘ariyah, karena mereka adalah orang-orang yang faqir yang tidak mempunyai pohon kurma, yaitu mereka boleh membeli kurma basah dari petani kurma, kemudian mereka makan dalam keadaan masih berada di pohonnya, yang mereka taksir, mereka menukarnya dengan kurma kering.
Dari Abdullah bin Umar ra, bahwa Rasulullah saw melarang muzabanah. Muzabanah ialah menjual buah-buahan dengan tamar secara takaran, dan menjual anggur dengan kismis secara takaran. (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 384 no: 2185, Muslim III: 1171 no: 1542 dan Nasa’i VII: 266)
Dari Zaid bin Tsabit ra bahwa Rasulullah saw memberi kelonggaran kepada pemilik ‘ariyyah agar menjualnya dengan tamar secara taksiran. (Muttafaqun‘alaih: Muslim III: 1169 no: 60 dan 1539 dan lafadz ini baginya dan sema’na dalam Fathul Bari IV: 390 no: 2192, ‘Aunul Ma’bud IX: 216 no: 3346, Nasa’i VII: 267, Tirmidzi II: 383 no: 1218 dan Ibnu Majah II: 762 no: 2269).
Sesungguhnya Nabi saw melarang menjual kurma basah dengan tamar hanyalah karena kurma basah kalau kering pasti menyusut.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra bahwa Nabi saw pernah ditanya perihal menjual kurma basah dengan tamar. Maka Beliau (balik) bertanya, “Apakah kurma basah itu menyusut apabila telah kering?” Jawab para sahabat, “Ya, menyusut.” Maka Beliaupun melarangnya. (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 1352, ‘Aunul Ma’bud IX: 211 no: 3343, Ibnu Majah II: 761 no: 2264, Nasa’i VII: 269 dan Tirmidzi II: 348 no: 1243).
Dan, tidak sah jual beli barang ribawi dengan yang sejenisnya sementara keduanya atau salah satunya mengandung unsur lain.
Riwayat Fadhalah bin Ubaid yang menjadi landasan kesimpulan ini dimuat juga dalam Mukhtashar Nailul Authar hadits no: 2904. Imam Asy-Syaukani, memberi komentar sebagai berikut, “Hadits ini menunjukkan bahwa tidak boleh menjual emas yang mengandung unsur lainnya dengan emas murni hingga unsur lain itu dipisahkan agar diketahui ukuran emasnya, demikian juga perak dan semua jenis barang ribawi lainnya, karena ada kesamaan illat, yaitu haram menjual satu jenis barang dengan sejenisnya secara berlebih.”
Dari Fadhalah bin Ubaid ia berkata: “Pada waktu perang Khaibar aku pernah membeli sebuah kalung seharga dua belas Dinar sedang dalam perhiasan itu ada emas dan permata, kemudian aku pisahkan, lalu kudapatkan padanya lebih dari dua belas Dinar, kemudian hal itu kusampaikan kepada Nabi saw, Maka Beliau bersabda, ‘Kalung itu tidak boleh dijual hingga dipisahkan.’” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 1356, Muslim III: 1213 no: 90 dan 1591, Tirmidzi II: 363 no: 1273, ‘Aunul Ma’bud IX: 202 no: 3336 dan Nasa’i VII: 279).


Senin, 07 Mei 2012

Adab-Adab Makan Rasulullah SAW

Rasulullah SAW adalah suri tauladan umat dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam hal kesehatan, ajaran-ajaran beliau sudah banyak dibuktikan oleh penelitian-penelitian modern akan kebenaran manfaatnya yang besar. Salah satu ajaran beliau adalah adab-adab makan yang membawa kesehatan dan keberkahan sepanjang zaman.
Diantara adab-adab makan yang Rasulullah SAW ajarkan adalah :

1. Tidak mencela makanan yang tidak disukai.

Abu Hurairah ra. berkata : “Rasulullah SAW tidak pernah sedikit pun mencela makanan. Bila beliau berselera, beliau memakannya. Dan jika beliau tidak menyukainya, maka beliau meninggalkannya.” (HR. Bukhari Muslim)


Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW pernah berkata kepada keluarganya (istrinya) tentang lauk pauk. Mereka menjawab : “Kami hanya punya cuka”. Lalu beliau memintanya dan makan dengannya, seraya bersabda : “Sebaik-baik lauk pauk ialah cuka (al-khall), sebaik-baik lauk pauk adalah (yang mengandung) cuka.” (HR. Muslim)

Penelitian Dr. Masaru Emoto dari Jepang dalam bukunya ’The True Power of Water’ menemukan bahwa unsur air ternyata hidup. Air mampu merespon stimulus dari manusia berupa lisan maupun tulisan. Ketika diucapkan kalimat yang baik atau ditempelkan tulisan dengan kalimat positif, maka air tersebut akan membentuk struktur kristal yang indah dan bisa memiliki daya sembuh untuk berbagai penyakit. Sebaliknya, jika diucapkan maupun ditempelkan kalimat umpatan, celaan atau kalimat negatif lainnya, maka air tersebut akan membentuk struktur kristal yang jelek dan bisa berpengaruh negatif terhadap kesehatan.

2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.

Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang tertidur sedang di kedua tangannya terdapat bekas gajih/lemak (karena tidak dicuci) dan ketika bangun pagi ia menderita suatu penyakit, maka hendaklah dia tidak menyalahkan kecuali dirinya sendiri.”

3. Membaca Basmalah dan Hamdalah.

Rasulullah SAW bersabda : “Jika seseorang di antara kamu hendak makan, maka sebutlah nama Allah SWT. Dan jika ia lupa menyebut nama-Nya pada awalnya, maka bacalah, ’Bismillahi awwalahu wa akhirahu’ (Dengan menyebut nama Allah SWT pada awalnya dan pada akhirnya).”(HR. Abu Dawud)

Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW tersenyum, beliau menjelaskan ketika seorang Muslim tidak membaca Basmalah sebelum makan, maka syaitan akan ikut makan dengannya. Namun, ketika Muslim tersebut teringat dan menyebut nama Allah SWT, maka syaitan pun langsung memuntahkan makanan yang sudah dimakannya.

Rasulullah SAW juga bersabda : “Sesungguhnya Allah SWT meridhai seorang hamba yang ketika makan suatu makanan lalu dia mengucapkan Alhamdulillah. Dan apabila dia minum suatu minuman maka dia pun mengucapkan Alhamdulillah.” (HR. Muslim, Ahmad dan Tirmidzi)

4. Makan menggunakan tangan kanan.

Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Jika salah seorang diantaramu makan, maka hendaklah ia makan dengan tangan kanannya dan jika ia minum maka hendaklah minum dengan tangan kanannya. Sebab syaitan itu makan dan minum dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim)

Kedua tangan manusia mengeluarkan tiga macam enzim, tetapi konsentrasi di tangan kanan lebih banyak daripada tangan kiri. Enzim tersebut sangat membantu dalam proses pencernaan makanan.

5. Tidak bersandar ketika makan.

Rasulullah SAW bersabda : “Aku tidak makan dengan posisi bersandar (muttaki-an).” (HR. Bukhari)

“Muttaki-an” ada yang menafsirkan duduk bersilang kaki dan ada pula yang menafsirkan bersandar kepada sesuatu, baik itu bersandar di atas salah satu tangan atau bersandar pada bantal. Ada pula yang menafsirkan bersandar pada sisi badan.

Rasulullah SAW jika makan, tidak makan dengan menggunakan alas duduk seperti bantal duduk sebagaimana orang-orang yang ingin makan banyak dengan menu makanan yang variatif. Rasulullah SAW menjadikan makannya sebagai ibadah kepada Allah SWT. Karenanya beliau duduk tanpa alas dan mengambil makanan secukupnya.

6. Memakan makanan yang terdekat dahulu.

Umar bin Abi Salamah ra. bercerita : “Saat aku belia, aku pernah berada di kamar Rasulullah SAW dan kedua tanganku seringkali mengacak-acak piring-piring. Rasulullah SAW bersabda kepadaku, ’Nak, bacalah Bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari makanan baik yang terdekat.” (HR. Bukhari)

7. Makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang.

Dari Mikdam bin Ma’dikarib ra. menyatakan pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Tiada memenuhi anak Adam suatu tempat yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah untuk anak Adam itu beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak ada cara lain, maka sepertiga (dari perutnya) untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minuman dan sepertiganya lagi untuk bernafas.” (HR. Tirmidzi dan Hakim)

8. Menjilat tangan ketika makan tanpa sendok atau garpu.

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Jika salah seorang diantaramu makan, maka hendaklah ia menjilati jari-jemarinya, sebab ia tidak mengetahui dari jemari mana munculnya keberkahan.” (HR. Muslim)

Dalam hadits riwayat Imam Muslim pula, Ka’ab bin Malik ra. memberikan kesaksian bahwa ia pernah melihat Rasulullah SAW makan dengan menggunakan tiga jarinya dan beliau menjilatinya selesai makan.

Penemuan kesehatan modern menunjukkan bahwa ketika kita makan dengan jari dan menjilati jari untuk membersihkannya, maka jari tersebut mengeluarkan enzim yang sangat membantu bagi kelancaran pencernaan.

9. Membuang kotoran dari makanan yang terjatuh lalu memakannya.

Dari Anas bin Malik ra. berkata bahwa Rasulullah SAW sering makan dengan menjilati ketiga jarinya (Ibu jari, telunjuk dan jari tengah), seraya bersabda : “Apabila ada makananmu yang terjatuh, maka buanglah kotorannya dan hendaklah ia memakannya serta tidak membiarkannya untuk syaitan.” Dan beliau juga memerintahkan kami untuk menjilati piring seraya bersabda : “Sesungguhnya kamu tidak mengetahui pada makanan yang mana adanya berkah itu.” (HR. Muslim)

Islam melarang hal-hal yang mubazir, termasuk dalam hal makanan. Seringkali kita menyaksikan orang yang mengambil makanan berlebihan sehingga tidak habis dimakan. Makanan yang mubazir itu akhirnya dibiarkan untuk syaitan, padahal bisa jadi sebenarnya pada makanan tersebut terdapat keberkahan. Oleh karena itu, ketika mengambil makanan harus berdasarkan perhitungan bahwa makanan tersebut akan habis dimakan.

10. Makan dan minum sambil duduk.

Rasulullah SAW suatu ketika melarang seorang lelaki minum sambil berdiri. Berkata Qatadah : “Bagaimana dengan makan?” Rasul menjawab : “Itu lebih buruk lagi.” (HR. Muslim)

11. Tidak bernafas ketika minum dan menjauhkan mulut dari tempat minum ketika bernafas.

Dari Abu Al-Mutsni Al-Jahni ra berkata, aku pernah berada di rumah Marwan bin Hakam, tiba-tiba datang kepadanya Abu Sa’id ra. Marwan berkata kepadanya : “Apakah engkau pernah mendengar Rasulullah SAW melarang bernafas di tempat minum?”. Abu Sa’id menjawab : “Ya. Ada seseorang pernah berkata kepada Rasulullah SAW, ”Aku tidak kenyang dengan air hanya satu kali nafas.” Lalu Rasulullah SAW bersabda,“Jauhkanlah tempat air (gelas) dari mulutmu, lalu bernafaslah!” Orang itu berkata lagi, “Sesungguhnya aku melihat ada kotoran pada tempat minum itu”. Lalu Rasulullah SAW bersabda, ”Kalau begitu, tumpahkanlah! (HR. Abu Dawud)

Dan juga dari Ibnu Abbas ra. berkata : “Rasulullah SAW telah melarang untuk menghirup udara di dalam gelas (ketika minum) dan meniup di dalamnya.” (HR. Tirmidzi)

Rasulullah SAW melarang bernafas ketika minum. Apabila minum sambil bernafas, tubuh kita mengeluarkan CO2 (Karbondioksida), apabila bercampur dengan H2O (Air) dapat menjadi H2CO3 (Cuka) sehingga menyebabkan minuman menjadi acidic (Asam). Hal ini dapat terjadi juga ketika meniup air panas. Makanan dan minuman panas sebaiknya tidak didinginkan dengan ditiup, tapi cukup dikipas.

12. Tidak berprasangka buruk jika makan ditemani orang yang berpenyakit.

Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW pernah memegang tangan orang yang majdzum (kusta), beliau meletakkan tangannya pada piring makan seraya bersabda : “Makanlah, yakinlah kepada Allah SWT dan bertawakkallah.” (HR. Abu Dawud)

13. Tidak duduk pada meja yang dihidangkan makanan haram.

Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia tidak duduk pada meja makan yang padanya diedarkan minuman khamr.” (HR. Imam Tirmidzi)

14. Mendo’akan yang mengundang makan.

Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah SAW pernah datang ke Sa’ad bin Ubadah ra. yang menghidangkan roti dan mentega. Rasulullah SAW memakannya, lalu beliau bersabda : “Telah berbuka di sisimu orang-orang yang berpuasa. Hidanganmu telah dimakan oleh orang-orang shalih (baik) dan malaikat pun mendo’akan kebaikan untukmu.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

15. Menutup tempat makan dan minum.

Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : “Tutuplah tempat makanan dan tempat minuman!” (HR. Bukhari Muslim)

Menutup tempat makan dan minum sangat bermanfaat untuk menghindarkan makanan dari polusi udara, kotoran atau zat-zat berbahaya yang dapat masuk ke dalam makanan atau minuman yang tidak titutupi

Jumat, 04 Mei 2012

Dalil Menabur Bunga Saat Ziarah

Praktek yang sering dilakukan oleh masyarakat sering tidak ada penjelasan syar`inya, sehingga sebaiknya kita tidak terlalu mudah melakukan sesuatu yang kita tidak punya dalil atau ilmu pengetahuan tentang hal itu.

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS Al-Isra`:36).

Yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap orang yang telah dikubur adalah memberi salam dan mendoakan ahli kubur. Tentu saja hal itu dilakukan pada kuburan muslim.
Dari Utsman bahwa Nabi SAW bila selesai menguburkan mayat, beliau berdiri dan berkata, “Mintakan ampun untuk saudaramu ini dan doakanlah. Karena sekarang ini dia sedang ditanya (oleh malaikat).” (HR Abu Daud dan Hakim)

Sedangkan yang berkaitan dengan menanam pohon di atas kuburan, memang ada hadits yang menceritakan hal itu, meski para ulama berbeda pendapat tentang masyru`iyahnya.
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW melewati dua kuburan dan berkata, “Kedua orang ini disiksa, namun bukan karena dosa besar. Yang satu ini karena tidak sempurna dalam istinja` (cebok) dan yang satu lagi karena menyebar namimah (adu domba).” Kemudian beliau meminta ranting pohon dan dipatahkan jadi dua lalu ditancapkan di masing-masing kuburan. Lalu beliau berkata, “Semoga ini bisa mengurangi penderitaan mereka selama belum kering.”

Sebagian mengatakan bahwa menanamkan pohon itu bukan termasuk masyru` (bagian dari syariat), karena sekedar tabarruk saja. Selain itu ternyata kejadian ini hanya sekali saja dan tidak pernah diriwayatkan bahwa makam para shahabat nabi selalu ditanami pohon.
Sedangkan menaburkan bunga dan menyiram air di kuburan bukanlah hal yang disyariatkan dalam Islam. Meski memang tidak ada dalil yang secara langsung untuk mengharamkannya. Perkara itu menurut sebagian orang hanya sekedar adat istiadat, yang tidak jelas asal usulnya. Namun tidak sampai kepada perbuatan haram.
Sebagian kalangan ulama lainnya berpendapat agak berbeda. Dalam pandangan mereka, apabila tidak ada perintahnya, maka hukumnya terlarang alias haram. Termasuk salah satunya menaburkan bunga di atas kuburan. Karena tidak ada tuntunannya dari Rasulullah SAW, sedangkan dari adat istiadat juga tidak ada nilai rujukannya.
Dan kalau kita perhatikan praktek kebanyaka umat Islam, apalagi menjelang datangnya bulan Ramadhan, banyak yang datang ke kubur. Bukan ziarah yang syar’iyah, malah melakukan banyak bid’ah.
Di antaranya untuk shalat di kuburan atau menghadap ke kuburan, bahkan ada yang berputar (thawaf) mengelilingi kuburan itu.
Sebagian lainnya ada datang jauh-jauh dari pelosok desa sekedar mencium dan mengusap-usapnya, mengambil sebagian dari tanah atau batunya untuk tabaruk.
Yang lainnya datang untuk memohon kepada penghuni kubur agar dapat memberi pertolongan, kelancaran rizki, kesehatan, keturunan atau agar dapat melunasi hutang dan terbebas dari segala petaka dan marabahaya.
Cukup sedih kita kalau melihat umat kita ini masih saja melakukan hal-hal seperti itu. Sayangnya, mereka melakukannya dengan sepenuh keyakinan, entah datang dari mana keyakinan itu. Yang jelas, begitu banyak kuburan dan makam keramat ramai dikunjungi khalayak terutama menjelang datangnya Ramadhan.
Wallahu a`lam bish-shawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wa barakatuh.

Rabu, 02 Mei 2012

DOA AGAR TERBEBAS DARI KEMISKINAN

'Allahumma inni a'udzubika minal faqri wal qillati wadz-dzillati wa a'udzubika min an azhlima aw uzhlama' Artinya 'Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kefakiran, kekurangan & kehinaan. Dan aku berlindung kepadaMu dari mendzalimi & didzalimi orang lain.' (H.R Abu Dawud & Nasa'i)

Senin, 23 Januari 2012

Doa Mohon Dijauhkan dari siksa kubur

Allahuma inni a'udzubika minal 'ajzi wal kasali waljubni walharom wa a'udzibika minal fitnatil makhya wamamati wa a'dzubika min 'adzabil qobr. Ya Allah, aku berlindung kpdMu dari sifat lemah & malas, penakut & tua. Aku belindung kpdMu dari fitnah hidup & mati, aku juga berlindung dari siksa kubur. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud)

Jumat, 20 Januari 2012

Rasul Allah (sal Allahu alaihi wa sallam) said: “Good behaviour towards parents by which one can be courteous to them after their demise are to pray namaz-e-janaza upon them, make dua of forgiveness for them, fulfill their religious bequests, maintain relationship with those relatives linked through them and honour their friends. [Abu Daud]

Selasa, 17 Januari 2012

Tdk ada sesuatu yg lebih berat dlm timbangan (pada hari kiamat) dari akhlak yg baik (HR Abu Dawud)