رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ


"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."

Rabu, 15 Oktober 2014

Kisah Malaikat dan Pencatatan Amalan Buruk




DALAM Kehidupan, kita tidak terlepas dari beramal. Ada amal yang baik ada juga amal yang buruk. Semua amalan tersebut akan dicatat oleh malaikat yang ditugaskan Allah SWT. Yaitu Raqib dan Atid.
Diterangkan dalam sebuah hadits bahwa manusia dijaga oleh malaikat, salah satunya berada di sebelah kanan sebagai pencatat amal kebaikan tanpa kesaksian yang lain, dan yang satunya lagi berada di sebelah kiri sebagai pencatat amal yang jelek, dan dia tidak akan mencatat amal jelek tanpa kesaksian di sebelah kanannya.

Jika manusia duduk, satu malaikat berada di sebelah kanannya dan malaikat lainnya di sebelah kirinya.
Sedangkan jika manusia berjalan, maka satu malaikat berada di belakangnya dan malaikat yang lain berada di depannya, dan jika manusia tidur, malaikat yang satu berada di dekat kepalanya dan yang lain berada di dekat kirinya.

Dalam riwayat lain dijelaskan ada beberapa malaikat yang mendampingi manusia yaitu dua malaikat menjaga pada malam hari, dua malaikat menjaga pada siang hari, dan satu malaikat yang tidak pernah berpisah dengannya.

Hal tersebut sesuai dengan firman ALlah SWT,

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ 

Artinya:
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
(QS. Ar-Ra’d: 11).

Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat Hafazhah.
Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.

Yang dimaksud malaikat yang bergantian yaitu malaikat malam dan siang yang melindunginya dari jin, setan dan manusia.

Kedua ma;laikat menulis amal kebaikan dan kejelekan diantara kedua bahunya. Lidahnya sebagai pena, mulutnya sebagai tempat tinta, keduanya menulis amal manusia sampai datang hari kematiannya.
Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya malaikat di sebelah kanan itu lebih dapat dipercaya daripada malaikat di sebelah kiri. Maka jika manusia beramal jelek dan malaikat di sebelah kiri akan menulisnya, maka malaikat di sebelah kananya berkata kepadanya,
“Tunggu dulu, tunggulah selama 7 jam, jika dia beristighfar kepada Allah jangan kau tulis dan jika dia tidak beristighfar maka tulislah satu kejelekan.”
 hadits tersebut sebagaimana dikatakan oleh Imam al Munaawi dalam syarah Jami’ushshaghier, Faidhul Qadir 2/579 mengutip Majma’ Az Zawa`id:
رواه الطبراني بأسانيد أحدها رجاله وثقوا
rawaahuththabaraaniyyu bi asaanida ahaduhaa rijaaluhuu wutstsiquu.
HR. Thabrani dengan sanad yang salah satunya semua rawinya ditsiqahkan. Wallahu a’lam.



Islampos

Misteri Tafsir Mimpi





“Mimpi itu ada tiga : mimpi yang baik adalah khabar gembira dari Allah, mimpi yang menyedihkan dari Syetan, dan mimpi seseorang yang menceritakan hanya darinya,”  
(HR. Muslim dari Abi Hurairoh ; Maktabah ;2263).
 
MIMPI, orang biasa menyebutnya bunga tidur. Adakalanya  berisi kejadian yang bercampur aduk, kalut, kusut dan tidak tentu ujung pangkalnya.

Namun saat ini masih banyak sekali orang yang mencari-cari ta’wil atau arti dari mimpi yang dialami, bahkan tidak banyak yang terjatuh ke jurang Ke-Syirikan, dimana orang tersebut mempercai ucapan atau tafsiran dari seseorang yang tidak sama sekali mengetahui ilmu ta’wil ini.


Lalu bagaimana mimpi menurut islam? Sebab tidak ada suatu ilmu pun yang kadar kepastiannya melibihi ilmu islam—ilmu yang berdasarkan kepada firmah Allah yang terdapat di Al-qur’an.

Yang perlu kita yakini saat ini adalah, bahwa mimpi itu ada dua macam, mimpi baik yang datangnya dari Allah dan mimpi buruk yang datangnya dari syaitan, tidak perlu kita mencari-cari arti mimpi kita, karena kebanyakan jawaban dari penta’wil mimpi saat ini adalah salah, apalagi bersumber dari sesuatu yang salah seperti ramalan china, ramalan kejawen, bahkan berasal dari cerita orang dulu yang tidak jelas sumbernya.

Pada masa Kota Makkah dikuasai Musyrikin Quraisy, Rasulallah SAW pernah bermimpi bahwa beliau pergi ke kota itu bersama kaum muslimin untuk melakukan umroh, thowaf, sa’i dan bercukur, kemudian ternyata mimpi tu menjadi kenyataan beliau dan umat islam dapat masuk kota Makkah seperti dalam mimpinya.

Ada pula yang merupakan kembang atau rumusan seperti yang dialami Nabi Yusuf AS, beliau bermimpi ketia belum dewasa melihat sebelas bintang, matahari dan bulan menghormati (sujud) kepada beliau. Ayahnya melarang menceritakan hal itu kepada saudara-saudaranya, karena khawatir ada kecemburuan diantara mereka. Ternyata mimpi itu menjadi kenyataan, yaitu setelah beliau berkuasa di Mesir, saudara-saudara beliau dan orang tuanya datang berkunjung dan menghormatinya (QS. Yusuf: 2-3)

Bermimpi sepert itu bukan hanya dialami orang-orang yang sholeh saja, orang kafirpun dapat bermimpi seperti itu, misalnya Fir’aun , dia bermimpi pada zaman Nabi Yusuf AS, melihat ujuh ekor sapi yang kurus menelan tujuh ekor sapi yang gemuk. Demikian juga yang dialami oleh kedua kawan Nabi Yusuf sewaktu dipenjara, yang seorang bermimpi memeras anggur, dan yang seorang lagi bermimpi membawa roti diatas kepalanya , lalu ditemukan oleh burung. Semua itu diterangkan Nabi Yusuf AS , bahkan beliau berkata :

“Aku dapat menerangkan takwilnya (tafsir) sebelum makanan itu sampai kepada kamu, karena yang demkian itu adalah sebagian dari apa yang diajarkan Tuhan kepadaku,” (QS. Yusuf: 36-37)

Kemudian syarat apa? Dan rumus apa? Untuk mengetahui takwil mimpi itu, tidak ada penjelasan dalam agama tenang syarat dan rumus mimipi tersebut. Yang bisa mengetahui takwil/tafsir mimipi itu hanya para Nabi dengan seizing Allah SWT, seperti Nabi Yusuf AS.

Sekarang banyak kitab dan buku-buku yang menerangkan lambang-lambang dan isyarat-isyarat dari sebuah mimpi dengan bermacam-macam arti atapun maknanya, akan tetapi semua itu tidak dapat dijadikan pegangan, mengingat banyak yang tidak cocok dengan kenyataan.

Adapun orang yang menakwilkan/mentafsirkan mimpi hukumnya musyrik, baik secara langsung maupun dalam membuat buku-buku tafsir mimpi. Begitu pula dengan mentafsirkan mitos-mitos yang turun temurun di masyarakat kita.

Tidak ada yang tahu akan kenyataan takwil atau tafsir mimpi seseorang secara pasti sebelum betul-betul terjadi. Hal ini adalah perkara ghaib, sedangkan perkara ghaib tidak ada yang tahu kecuali Allah SWT, dan orang-orang yang diberi tahu berdasarkan wahyu, sedangkan  kita hanya bisa mengetahui arti mimpi itu jika suatu peristiwa telah terjadi seperti yang diimpikan.

Apabila kita bermimpi baik, dianjurkan untuk tetap memiliki sangka yang baik kepada Allah, dengan disertai harapan yang baik dan tidak usah menakwilkan mimpi tersebut, karena kita bukan ahlinya, dan hal itu boleh diceritakan kepada yang orang lain. Demikian juga bila kita bermimpi yang buruk, berprasangka yang baik kepada Allah tidak boleh lepas, jangan terpengaruh dengan mimpi buruk itu, karena hal tersebut gangguan dari Syetan, hendaknya tidak menceritakannya kepada siapapun, yakinkan pada diri kita bahwa hal itu tidak akan ada pengaruhnya, dan bukan pertanda suatu keburukan, oleh karena itu diperintahkan untuk berlindung kepada Allah dari gangguan syetan.

Tidak ada orang yang bermimpi kecuali disaat tidur. Pada waktu tidur jiwa seseorang itu telah diterima Allah SWT, lalu ketika bangun jiwa itu dikembalikan lagi, sebagaimana firman-Nya :

 اللَّهُ يَتَوَفَّى الأنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الأخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Allah-lah yang menerima jiwa-jiwa ketika matinya, dan jiwa yang tidak mati dalam tidurnya, lalu Ia menahan jiwa yang Ia hukumkan mati atasnya, dan Ia melepaskan jiwa-jiwa yang lain, hinga satu masa yang telah ditentukan , sesunguhnya dalam kejadian demikian itu ada beberapa tanda bagi orang-orang yang mau berpikir,” .
(QS. Azumar: 42)


Nur Allah



Jika dunia memerlukan cahaya matahari, demikian pula halnya dengan akal, jiwa, dan indra manusia. Semuanya membutuhkan cahaya yang murni dan mampu mengantarkan frame berpikir dan perilaku manusia tepat secara konsisten berada dalam kebenaran, yaitu cahaya dari Allah (Nur Allah).

Mengenai Nur Allah ini, alat ukurnya sungguh tidak sulit. Bahkan, sangat-sangat mudah bagi setiap jiwa untuk melihat dan memahaminya. Hal ini berdasarkan pada apa yang Allah Ta'ala jelaskan di dalam firman-Nya.

أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أُولَئِكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ

“Maka, apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam, lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka, kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.”
(QS az-Zumar [39]: 22)

Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan orang yang dengan riang gembira menerima Islam sebagai way of life adalah termasuk orang-orang yang mendapat dan menangkap Nur Allah sehingga terhadap apa pun yang menjadi ketentuan agama Islam, baginya adalah anugerah besar yang mesti diimplementasikan.

Sedangkan, orang yang tidak mendapat Nur Allah adalah mereka yang jiwanya lebih memilih kebatilan sebagai jalan hidup sehingga hati yang merupakan perangkat terpenting untuk menangkap Nur Allah menjadi tidak berfungsi dan terus berada dalam kegelapan demi kegelapan.

Dengan kata lain, setiap Muslim sebenarnya bisa mendeteksi keberadaan hatinya, sudah atau belum menangkap Nur Allah atau malah menolaknya. Jika menangkap Nur Allah, tentunya hati, pikiran, dan gerak badan akan sangat ringan dalam menjalankan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.

Akan tetapi, jika sebaliknya, tentu akan muncul pikiran negatif terhadap aturan Islam sehingga pada akhirnya enggan menjalankan aturan Islam.

Apabila kita ingin Nur Allah itu terus menyinari jiwa raga kita hingga akhir hayat, langkah yang mesti kita lakukan adalah menaati Allah dengan cara terus meningkatkan ketakwaan dan beriman kepada Rasul-Nya dengan mengikuti sunahnya penuh keikhlasan. Sebab, hanya cara itulah yang akan menjamin hati kita tetap disinari oleh Nur Allah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS al-Hadid [57]: 28)

Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan siapa yang bertakwa kepada Allah dan beriman kepada Rasul-Nya dijamin akan mendapat cahaya (Nur Allah) yang dengannya jiwanya akan terhindar dari kebutaan dan kebodohan.

Bahkan, ada ampunan yang Allah sediakan bagi hamba-hamba-Nya yang benar-benar memelihara Nur Allah. Untuk itu, di dalam Alquran, Allah menuntun kita untuk senantiasa berdoa agar Allah menyempurnakan nur-Nya di dalam relung sanubari.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ يَوْمَ لا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb-kamu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu, dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari, ketika Allah tidak menghinakan Nabi, dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: 'Ya Rabb-kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu'."
(QS 66: 8)