"Barang siapa yang membaca surah ad-Dukhaan pada malam Jum'at, Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya".
"Barang siapa yang membaca surat ad-Dukhaan pada malam hari, 70.000 malaikat memohonkan ampunan untuknya".
(HR Tirmidzi)
"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."
Tampilkan postingan dengan label HR at-Tirmidzi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HR at-Tirmidzi. Tampilkan semua postingan
Kamis, 21 Februari 2013
Kamis, 27 Desember 2012
Dimakruhkan Mencari Benda Hilang, Jual Beli Dan Bersyair Didalam Masjid
Diriwayatkan Dari Abu Hurairah :
Bahwa Rasulullah SAW bersabda :
"Barang Siapa mencari sesuatu yang hilang di dalam Masjid, hendaklah Ia berkata kepadanya, 'Semoga Allah tidak mengembalikan barang itu kepadamu!' sebab masjid didirikan buka untuk mencari seperti itu"
(HR Muslim)
Diriwayatkan, Abdullah bin Umar berkata :
"Rasulullah SAW melarang jual bel didalam masjid, mengucapkan syair dan mencari barang hilang, Beliau juga melarang berkerumun didalam Masjid sebelum Shalat Jum'at"
(HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa'i, dan Ibnu Majah, serta di sahihkan oleh Tirmidzi)
Rabu, 26 Desember 2012
Sucinya Sisa Minuman Kucing
Sisa air minuman kucing adalah suci berdasarkan hadist Kabsyah binti Ka'ab yang tinggal bersama Abu Qatadah bahwa pada suatu ketika Abu Qatadah masuk kedalam rumah, kemudian Kabsyah menyediakan air minum untuknya. Tiba-tiba datang seekor kucing yang meminum air itu dan Abu Qatadah pun memiringkan mangkuk hingga binatang itu dapat meminumnya.
Ketika Abu Qatadah melihat Kabsyah memperhatikan tindakannya, ia pun bertanya, "Apakah engkau tercengang wahai anak saudaraku ?" " Benar " ujarnya. Abu Qatadah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda :
"Kucing itu tidak najis, Ia termasuk binatang yang berkeliling dalam lingkungan mu"
(HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tarmidzi, dan An Nasa'i)
Sent from my HTC One X+
Ketika Abu Qatadah melihat Kabsyah memperhatikan tindakannya, ia pun bertanya, "Apakah engkau tercengang wahai anak saudaraku ?" " Benar " ujarnya. Abu Qatadah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda :
"Kucing itu tidak najis, Ia termasuk binatang yang berkeliling dalam lingkungan mu"
(HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tarmidzi, dan An Nasa'i)
Sent from my HTC One X+
Rabu, 19 Desember 2012
Allah SWT Marah jika tidak diminta
Rasulullah SAW bersabda : " Sesungguhnya yang tidak meminta kepada Allah SWT maka Dia akan marah kepadanya. ( HR. Tarmidzi)
Sent from my HTC
Sent from my HTC
Senin, 15 Oktober 2012
Tempat Dimana Dajal Keluar
''Dajjal akan keluar dari muka bumi ini, di bagian timur yang bernama Khurasan". (HR Tirmidzi).
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, '' (Pasukan yang membawa) bendera hitam akan muncul dari Khurasan. Tak ada kekuatan yang mampu menahan laju mereka dan mereka akhirnya akan mencapai Yerusalem, di tempat itulah mereka akan mengibarkan benderanya.'' (HRTurmidzi).
Dalam kedua hadis itu tercantum kata ''Khurasan''. Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Al-Hadith Al-Nabawi , mengungkapkan, saat ini, Khurasan terletak di ujung timur Laut Iran. Pusat kotanya adalah Masyhad.
Sejarah peradaban Islam mencatat Khurasan dengan tinta emas. Betapa tidak. Khurasan merupakan wilayah yang terbilang amat penting dalam sejarah peradaban Islam. Jauh sebelum pasukan tentara Islam menguasai wilayah itu, Rasulullah SAW dalam beberapa haditsnya telah menyebut-nyebut nama Khurasan.
Letak geografis Khurasan sangat strategis dan banyak diincar para penguasa dari zaman ke zaman. Pada awalnya, Khurasan Raya merupakan wilayah sangat luas membentang meliputi; kota Nishapur dan Tus (Iran); Herat, Balkh, Kabul dan Ghazni (Afghanistan); Merv dan Sanjan (Turkmenistan), Samarkand dan Bukhara (Uzbekistan); Khujand dan Panjakent (Tajikistan); Balochistan (Pakistan, Afghanistan, Iran).
Kini, nama Khurasan tetap abadi menjadi sebuah nama provinsi di sebelah Timur Republik Islam Iran. Luas provinsi itu mencapai 314 ribu kilometer persegi. Khurasan Iran berbatasan dengan Republik Turkmenistan di sebelah Utara dan di sebelah Timur dengan Afganistan. Dalam bahasa Persia, Khurasan berarti 'Tanah Matahari Terbit.'
Jejak peradaban manusia di Khurasan telah dimulai sejak beberapa ribu tahun sebelum masehi (SM). Sejarah mencatat, sebelum Aleksander Agung pada 330SM menguasai wilayah itu, Khurasan berada dalam kekuasaan Imperium Achaemenid Persia. Semenjak itu, Khurasan menjelma menjadi primadona yang diperebutkan para penguasa.
Pada abad ke-1 M, wilayah timur Khurasan Raya ditaklukan Dinasti Khusan. Dinasti itu menyebarkan agama dan kebudayaan Budha. Tak heran, bila kemudian di kawasan Afghanistan banyak berdiri kuil. Jika wilayah timur dikuasai Dinasti Khusan, wilayah barat berada dalam genggaman Dinasti Sasanid yang menganut ajaran zoroaster yang menyembah api.
***
Khurasan memasuki babak baru ketika pasukan tentara Islam berhasil menaklukkan wilayah itu. Islam mulai menancapkan benderanya di Khurasan pada era Kekhalifahan Umar bin Khattab. Di bawah pimpinan komandan perang, Ahnaf bin Qais, pasukan tentara Islam mampu menerobos wilayah itu melalui Isfahan.
Dari Isfahan, pasukan Islam bergerak melalui dua rute yakni Rayy dan Nishapur. Untuk menguasai wilayah Khurasan, pasukan umat Islam disambut dengan perlawanan yang amat sengit dari Kaisar Persia bernama Yazdjurd. Satu demi satu tempat di Khurasan berhasil dikuasai pasukan tentara Islam. Kaisar Yazdjurd yang terdesak dari wilayah Khurasan akhirnya melarikan diri ke Oxus.
Setelah Khurasan berhasil dikuasai, Umar memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan konsolidasi di wilayah itu. Khalifah tak mengizinkan pasukan tentara Muslim untuk menyeberang ke Oxus. Umar lebih menyarankan tentara Islam melakukan ekspansi ke Transoxiana.
Sepeninggal Umar, pemberontakan terjadi di Khurasan. Wilayah itu menyatakan melepaskan diri dari otoritas Muslim. Kaisar Yazdjurd menjadikan Merv sebagai pusat kekuasaan. Namun, sebelum Yadzjurd berhadapan lagi dengan pasukan tentara Muslim yang akan merebut kembali Khurasan, dia dibunuh oleh pendukungnya yang tak loyal.
Khalifah Utsman bin Affan yang menggantikan Umar tak bisa menerima pemberontakan yang terjadi di Khurasan. Khalifah ketiga itu lalu memerintahkan Abdullah bin Amir Gubernur Jenderal Basra untuk kembali merebut Khurasan. Dengan jumlah pasukan yang besar, umat Islam mampu merebut kembali Khurasan.
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa, Khurasan merupakan bagian dari wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di Damaskus. Penduduk dan pemuka Khurasan turut serta membantu Dinasti Abbasiyah untuk menggulingkan Umayyah. Salah satu pemimpin Khurasan yang turut mendukung gerakan anti- Umayyah itu adalah Abu Muslim Khorasani antara tahun 747 M hingga 750 M.
***
Setelah Dinasti Abbasiyah berkuasa, Abu Muslim justru ditangkap dan dihukum oleh Khalifah Al-Mansur. Sejak itu, gerakan kemerdekaan untuk lepas dari kekuasaan Arab mulai menggema di Khurasan. Pemimpin gerakan kemerdekaan Khurasan dari Dinasti Abbasiyah itu adalah Tahir Phosanji pada tahun 821.
Ketika kekuatan Abbasiyah mulai melemah, lalu berdirilah dinasti-dinasti kecil yang menguasai Khurasan. Dinasti yang pertama muncul di Khurasan adalah Dinasti Saffariyah (861 M - 1003 M). Setelah itu, Khurasan silih berganti jatuh dari satu dinasti ke dinasti Iran yang lainnya. Setelah kekuasaan Saffariyah melemah, Khurasan berada dalam genggaman Dinasti Iran lainnya, yakni Samanid.
Setelah itu, Khurasan menjadi wilayah kekuasaan orang Turki di bawah Dinasti Ghaznavids pada akhir abad ke-10 M. Seabad kemudian, Khurasan menjadi wilayah kerajaan Seljuk. Pada abad ke-13 M, bangsa Mongol melakukan invasi dengan menghancurkan bangunan serta membunuhi penduduk di wilayah Khurasan.
Pada abad ke-14 M hingga 15 M, Khurasan menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Timurid yang didirikan Timur Lenk. Khurasan berkembang amat pesat pada saat dikuasai Dinasti Ghaznavids, Ghazni dan Timurid. Pada periode itu Khuran menggeliat menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Tak heran, jika pada masa itu lahir dan muncul ilmuwan, sarjana serta penyair Persia terkemuka.
Sederet literatur Persia bernilai tinggi ditulis pada era itu. Nishapur, Herat, Ghazni dan Merv kota-kota penting di Khurasan menjadi pusat berkembangnya kebudayaan. Memasuki abad ke-16 M hingga 18, Khurasan berada dalam kekuasaan Dinasti Moghul. Di setiap periode, Khurasan selalu menjadi tempat yang penting.
Bangunan-bangunan bersejarah yang kini masih berdiri kokoh di Khurasan menjadi saksi kejayaan Khurasan di era kekhalifahan. Selain itu, naskah naskah penting lainnya yang masih tersimpan dengan baik membuktikan bahwa Khurasan merupakan tempat yang penting bagi pengembangan ajaran Islam.
(Republika Online - Dunia Islam)
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, '' (Pasukan yang membawa) bendera hitam akan muncul dari Khurasan. Tak ada kekuatan yang mampu menahan laju mereka dan mereka akhirnya akan mencapai Yerusalem, di tempat itulah mereka akan mengibarkan benderanya.'' (HRTurmidzi).
Dalam kedua hadis itu tercantum kata ''Khurasan''. Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Al-Hadith Al-Nabawi , mengungkapkan, saat ini, Khurasan terletak di ujung timur Laut Iran. Pusat kotanya adalah Masyhad.
Sejarah peradaban Islam mencatat Khurasan dengan tinta emas. Betapa tidak. Khurasan merupakan wilayah yang terbilang amat penting dalam sejarah peradaban Islam. Jauh sebelum pasukan tentara Islam menguasai wilayah itu, Rasulullah SAW dalam beberapa haditsnya telah menyebut-nyebut nama Khurasan.
Letak geografis Khurasan sangat strategis dan banyak diincar para penguasa dari zaman ke zaman. Pada awalnya, Khurasan Raya merupakan wilayah sangat luas membentang meliputi; kota Nishapur dan Tus (Iran); Herat, Balkh, Kabul dan Ghazni (Afghanistan); Merv dan Sanjan (Turkmenistan), Samarkand dan Bukhara (Uzbekistan); Khujand dan Panjakent (Tajikistan); Balochistan (Pakistan, Afghanistan, Iran).
Kini, nama Khurasan tetap abadi menjadi sebuah nama provinsi di sebelah Timur Republik Islam Iran. Luas provinsi itu mencapai 314 ribu kilometer persegi. Khurasan Iran berbatasan dengan Republik Turkmenistan di sebelah Utara dan di sebelah Timur dengan Afganistan. Dalam bahasa Persia, Khurasan berarti 'Tanah Matahari Terbit.'
Jejak peradaban manusia di Khurasan telah dimulai sejak beberapa ribu tahun sebelum masehi (SM). Sejarah mencatat, sebelum Aleksander Agung pada 330SM menguasai wilayah itu, Khurasan berada dalam kekuasaan Imperium Achaemenid Persia. Semenjak itu, Khurasan menjelma menjadi primadona yang diperebutkan para penguasa.
Pada abad ke-1 M, wilayah timur Khurasan Raya ditaklukan Dinasti Khusan. Dinasti itu menyebarkan agama dan kebudayaan Budha. Tak heran, bila kemudian di kawasan Afghanistan banyak berdiri kuil. Jika wilayah timur dikuasai Dinasti Khusan, wilayah barat berada dalam genggaman Dinasti Sasanid yang menganut ajaran zoroaster yang menyembah api.
***
Khurasan memasuki babak baru ketika pasukan tentara Islam berhasil menaklukkan wilayah itu. Islam mulai menancapkan benderanya di Khurasan pada era Kekhalifahan Umar bin Khattab. Di bawah pimpinan komandan perang, Ahnaf bin Qais, pasukan tentara Islam mampu menerobos wilayah itu melalui Isfahan.
Dari Isfahan, pasukan Islam bergerak melalui dua rute yakni Rayy dan Nishapur. Untuk menguasai wilayah Khurasan, pasukan umat Islam disambut dengan perlawanan yang amat sengit dari Kaisar Persia bernama Yazdjurd. Satu demi satu tempat di Khurasan berhasil dikuasai pasukan tentara Islam. Kaisar Yazdjurd yang terdesak dari wilayah Khurasan akhirnya melarikan diri ke Oxus.
Setelah Khurasan berhasil dikuasai, Umar memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan konsolidasi di wilayah itu. Khalifah tak mengizinkan pasukan tentara Muslim untuk menyeberang ke Oxus. Umar lebih menyarankan tentara Islam melakukan ekspansi ke Transoxiana.
Sepeninggal Umar, pemberontakan terjadi di Khurasan. Wilayah itu menyatakan melepaskan diri dari otoritas Muslim. Kaisar Yazdjurd menjadikan Merv sebagai pusat kekuasaan. Namun, sebelum Yadzjurd berhadapan lagi dengan pasukan tentara Muslim yang akan merebut kembali Khurasan, dia dibunuh oleh pendukungnya yang tak loyal.
Khalifah Utsman bin Affan yang menggantikan Umar tak bisa menerima pemberontakan yang terjadi di Khurasan. Khalifah ketiga itu lalu memerintahkan Abdullah bin Amir Gubernur Jenderal Basra untuk kembali merebut Khurasan. Dengan jumlah pasukan yang besar, umat Islam mampu merebut kembali Khurasan.
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa, Khurasan merupakan bagian dari wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di Damaskus. Penduduk dan pemuka Khurasan turut serta membantu Dinasti Abbasiyah untuk menggulingkan Umayyah. Salah satu pemimpin Khurasan yang turut mendukung gerakan anti- Umayyah itu adalah Abu Muslim Khorasani antara tahun 747 M hingga 750 M.
***
Setelah Dinasti Abbasiyah berkuasa, Abu Muslim justru ditangkap dan dihukum oleh Khalifah Al-Mansur. Sejak itu, gerakan kemerdekaan untuk lepas dari kekuasaan Arab mulai menggema di Khurasan. Pemimpin gerakan kemerdekaan Khurasan dari Dinasti Abbasiyah itu adalah Tahir Phosanji pada tahun 821.
Ketika kekuatan Abbasiyah mulai melemah, lalu berdirilah dinasti-dinasti kecil yang menguasai Khurasan. Dinasti yang pertama muncul di Khurasan adalah Dinasti Saffariyah (861 M - 1003 M). Setelah itu, Khurasan silih berganti jatuh dari satu dinasti ke dinasti Iran yang lainnya. Setelah kekuasaan Saffariyah melemah, Khurasan berada dalam genggaman Dinasti Iran lainnya, yakni Samanid.
Setelah itu, Khurasan menjadi wilayah kekuasaan orang Turki di bawah Dinasti Ghaznavids pada akhir abad ke-10 M. Seabad kemudian, Khurasan menjadi wilayah kerajaan Seljuk. Pada abad ke-13 M, bangsa Mongol melakukan invasi dengan menghancurkan bangunan serta membunuhi penduduk di wilayah Khurasan.
Pada abad ke-14 M hingga 15 M, Khurasan menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Timurid yang didirikan Timur Lenk. Khurasan berkembang amat pesat pada saat dikuasai Dinasti Ghaznavids, Ghazni dan Timurid. Pada periode itu Khuran menggeliat menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Tak heran, jika pada masa itu lahir dan muncul ilmuwan, sarjana serta penyair Persia terkemuka.
Sederet literatur Persia bernilai tinggi ditulis pada era itu. Nishapur, Herat, Ghazni dan Merv kota-kota penting di Khurasan menjadi pusat berkembangnya kebudayaan. Memasuki abad ke-16 M hingga 18, Khurasan berada dalam kekuasaan Dinasti Moghul. Di setiap periode, Khurasan selalu menjadi tempat yang penting.
Bangunan-bangunan bersejarah yang kini masih berdiri kokoh di Khurasan menjadi saksi kejayaan Khurasan di era kekhalifahan. Selain itu, naskah naskah penting lainnya yang masih tersimpan dengan baik membuktikan bahwa Khurasan merupakan tempat yang penting bagi pengembangan ajaran Islam.
(Republika Online - Dunia Islam)
Minggu, 14 Oktober 2012
Puasa Sunah Hari Senin Dan Kamis Dan Alasannya
"Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam sangat antusias dan bersungguh-sungguh dalam melakukan puasa pada hari Senin dan Kamis".
(HR. Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah, Imam Ahmad)
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam menyampaikan alasan puasanya pada kedua hari ini dengan sabdanya,
"Amal-amal manusia diperiksa pada setiap hari senin dan Kamis, maka aku menyukai amal perbuatanku diperiksa sedangkan aku dalam keadaan berpuasa." (HR. At Tirmidzi dan lainnya)
(HR. Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah, Imam Ahmad)
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam menyampaikan alasan puasanya pada kedua hari ini dengan sabdanya,
"Amal-amal manusia diperiksa pada setiap hari senin dan Kamis, maka aku menyukai amal perbuatanku diperiksa sedangkan aku dalam keadaan berpuasa." (HR. At Tirmidzi dan lainnya)
Jumat, 12 Oktober 2012
Doa Ketika akan Memulai Usaha atau Pekerjaan
“Allaahumma innii a’uudzubika minal hadami wataraddii wal ghammi wal gharaqi qal hariiq.
Ya Allah,aku berlindung kepadaMu dari kehancuran (dalam usaha), terjatuh (bangkrut), tenggelam dan kebakaran.” (HR.Ahmad,Tirmidzi,dan Abu dawud)
Kamis, 11 Oktober 2012
Taubat
Rasulullah SAW bersabda :
"Setiap anak Adam pasti ada salahnya dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah yang banyak bertaubat."
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
"Setiap anak Adam pasti ada salahnya dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah yang banyak bertaubat."
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Rabu, 10 Oktober 2012
Keutamaan Menjenguk Orang Sakit
Rasulullah SAW Bersabda :
Tiada Seorang pun yang menjenguk orang sakit pada waktu sore hari, kecuali keluar bersamanya 70 ribu Malaikat yang memohonkan ampunan baginya hingga pagi hari, dan barang siapa menjenguk orang sakit pada waktu pagi hari, maka akan keluar bersamanya 70 ribu Malaikat yang memohon ampun baginya hingga sore hari.
(HR. Abu Dawud, Tarmidzi, dan Ibnu Majah).
Tiada Seorang pun yang menjenguk orang sakit pada waktu sore hari, kecuali keluar bersamanya 70 ribu Malaikat yang memohonkan ampunan baginya hingga pagi hari, dan barang siapa menjenguk orang sakit pada waktu pagi hari, maka akan keluar bersamanya 70 ribu Malaikat yang memohon ampun baginya hingga sore hari.
(HR. Abu Dawud, Tarmidzi, dan Ibnu Majah).
Memohon Ampunan dan Kesehatan
Rasulullah SAW bersabda : "Mohonlah ampunan dan kesehatan kepada Allah SWT karena sesungguhnya tidak ada karunia yang lebih baik daripada kesehatan setelah karunia keyakinan."
(HR. Ahmad dan Tirmidzi)
(HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Senin, 07 Mei 2012
Adab-Adab Makan Rasulullah SAW
Rasulullah SAW adalah suri tauladan umat dalam berbagai aspek
kehidupan. Dalam hal kesehatan, ajaran-ajaran beliau sudah banyak
dibuktikan oleh penelitian-penelitian modern akan kebenaran manfaatnya
yang besar. Salah satu ajaran beliau adalah adab-adab makan yang membawa
kesehatan dan keberkahan sepanjang zaman.
Diantara adab-adab makan yang Rasulullah SAW ajarkan adalah :
1. Tidak mencela makanan yang tidak disukai.
Abu Hurairah ra. berkata : “Rasulullah SAW tidak pernah sedikit
pun mencela makanan. Bila beliau berselera, beliau memakannya. Dan jika
beliau tidak menyukainya, maka beliau meninggalkannya.” (HR. Bukhari Muslim)
Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW pernah berkata kepada keluarganya (istrinya) tentang lauk pauk. Mereka menjawab :
“Kami hanya punya cuka”. Lalu beliau memintanya dan makan dengannya,
seraya bersabda : “Sebaik-baik lauk pauk ialah cuka (al-khall),
sebaik-baik lauk pauk adalah (yang mengandung) cuka.” (HR. Muslim)
Penelitian Dr. Masaru Emoto dari Jepang dalam bukunya ’The True Power
of Water’ menemukan bahwa unsur air ternyata hidup. Air mampu merespon
stimulus dari manusia berupa lisan maupun tulisan. Ketika diucapkan
kalimat yang baik atau ditempelkan tulisan dengan kalimat positif, maka
air tersebut akan membentuk struktur kristal yang indah dan bisa
memiliki daya sembuh untuk berbagai penyakit. Sebaliknya, jika diucapkan
maupun ditempelkan kalimat umpatan, celaan atau kalimat negatif
lainnya, maka air tersebut akan membentuk struktur kristal yang jelek
dan bisa berpengaruh negatif terhadap kesehatan.
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.
Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang tertidur sedang di kedua
tangannya terdapat bekas gajih/lemak (karena tidak dicuci) dan ketika
bangun pagi ia menderita suatu penyakit, maka hendaklah dia tidak
menyalahkan kecuali dirinya sendiri.”
3. Membaca Basmalah dan Hamdalah.
Rasulullah SAW bersabda : “Jika seseorang di antara kamu hendak
makan, maka sebutlah nama Allah SWT. Dan jika ia lupa menyebut nama-Nya
pada awalnya, maka bacalah, ’Bismillahi awwalahu wa akhirahu’ (Dengan
menyebut nama Allah SWT pada awalnya dan pada akhirnya).”(HR. Abu Dawud)
Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW tersenyum, beliau menjelaskan ketika seorang Muslim tidak membaca Basmalah sebelum makan, maka syaitan akan ikut makan dengannya. Namun, ketika Muslim tersebut teringat dan menyebut nama Allah SWT, maka syaitan pun langsung memuntahkan makanan yang sudah dimakannya.
Rasulullah SAW juga bersabda : “Sesungguhnya Allah SWT meridhai
seorang hamba yang ketika makan suatu makanan lalu dia mengucapkan
Alhamdulillah. Dan apabila dia minum suatu minuman maka dia pun
mengucapkan Alhamdulillah.” (HR. Muslim, Ahmad dan Tirmidzi)
4. Makan menggunakan tangan kanan.
Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Jika salah seorang diantaramu makan, maka hendaklah ia makan dengan
tangan kanannya dan jika ia minum maka hendaklah minum dengan tangan
kanannya. Sebab syaitan itu makan dan minum dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim)
Kedua tangan manusia mengeluarkan tiga macam enzim, tetapi
konsentrasi di tangan kanan lebih banyak daripada tangan kiri. Enzim
tersebut sangat membantu dalam proses pencernaan makanan.
5. Tidak bersandar ketika makan.
Rasulullah SAW bersabda : “Aku tidak makan dengan posisi bersandar (muttaki-an).” (HR. Bukhari)
“Muttaki-an” ada
yang menafsirkan duduk bersilang kaki dan ada pula yang menafsirkan
bersandar kepada sesuatu, baik itu bersandar di atas salah satu tangan
atau bersandar pada bantal. Ada pula yang menafsirkan bersandar pada
sisi badan.
Rasulullah SAW jika makan, tidak makan dengan menggunakan alas duduk
seperti bantal duduk sebagaimana orang-orang yang ingin makan banyak
dengan menu makanan yang variatif. Rasulullah SAW menjadikan makannya
sebagai ibadah kepada Allah SWT. Karenanya beliau duduk tanpa alas dan
mengambil makanan secukupnya.
6. Memakan makanan yang terdekat dahulu.
Umar bin Abi Salamah ra. bercerita : “Saat aku belia, aku pernah
berada di kamar Rasulullah SAW dan kedua tanganku seringkali
mengacak-acak piring-piring. Rasulullah SAW bersabda kepadaku, ’Nak,
bacalah Bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari
makanan baik yang terdekat.” (HR. Bukhari)
7. Makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Dari Mikdam bin Ma’dikarib ra. menyatakan pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda :
“Tiada memenuhi anak Adam suatu tempat yang lebih buruk daripada
perutnya. Cukuplah untuk anak Adam itu beberapa suap yang dapat
menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak ada cara lain, maka sepertiga
(dari perutnya) untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minuman dan
sepertiganya lagi untuk bernafas.” (HR. Tirmidzi dan Hakim)
8. Menjilat tangan ketika makan tanpa sendok atau garpu.
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Jika salah
seorang diantaramu makan, maka hendaklah ia menjilati jari-jemarinya,
sebab ia tidak mengetahui dari jemari mana munculnya keberkahan.” (HR. Muslim)
Dalam hadits riwayat Imam Muslim
pula, Ka’ab bin Malik ra. memberikan kesaksian bahwa ia pernah melihat
Rasulullah SAW makan dengan menggunakan tiga jarinya dan beliau
menjilatinya selesai makan.
Penemuan kesehatan modern menunjukkan bahwa ketika kita makan dengan
jari dan menjilati jari untuk membersihkannya, maka jari tersebut
mengeluarkan enzim yang sangat membantu bagi kelancaran pencernaan.
9. Membuang kotoran dari makanan yang terjatuh lalu memakannya.
Dari Anas bin Malik ra. berkata bahwa Rasulullah SAW sering makan
dengan menjilati ketiga jarinya (Ibu jari, telunjuk dan jari tengah),
seraya bersabda : “Apabila ada makananmu yang terjatuh, maka
buanglah kotorannya dan hendaklah ia memakannya serta tidak
membiarkannya untuk syaitan.” Dan beliau juga memerintahkan kami untuk
menjilati piring seraya bersabda : “Sesungguhnya kamu tidak mengetahui
pada makanan yang mana adanya berkah itu.” (HR. Muslim)
Islam melarang hal-hal yang mubazir, termasuk dalam hal makanan.
Seringkali kita menyaksikan orang yang mengambil makanan berlebihan
sehingga tidak habis dimakan. Makanan yang mubazir itu akhirnya
dibiarkan untuk syaitan, padahal bisa jadi sebenarnya pada makanan
tersebut terdapat keberkahan. Oleh karena itu, ketika mengambil makanan
harus berdasarkan perhitungan bahwa makanan tersebut akan habis dimakan.
10. Makan dan minum sambil duduk.
Rasulullah SAW suatu ketika melarang seorang lelaki minum sambil berdiri. Berkata Qatadah : “Bagaimana dengan makan?” Rasul menjawab : “Itu lebih buruk lagi.” (HR. Muslim)
11. Tidak bernafas ketika minum dan menjauhkan mulut dari tempat minum ketika bernafas.
Dari Abu Al-Mutsni Al-Jahni ra berkata, aku pernah berada di rumah
Marwan bin Hakam, tiba-tiba datang kepadanya Abu Sa’id ra. Marwan
berkata kepadanya : “Apakah engkau pernah mendengar Rasulullah SAW
melarang bernafas di tempat minum?”. Abu Sa’id menjawab : “Ya. Ada
seseorang pernah berkata kepada Rasulullah SAW, ”Aku tidak kenyang
dengan air hanya satu kali nafas.” Lalu Rasulullah SAW
bersabda,“Jauhkanlah tempat air (gelas) dari mulutmu, lalu bernafaslah!”
Orang itu berkata lagi, “Sesungguhnya aku melihat ada kotoran pada
tempat minum itu”. Lalu Rasulullah SAW bersabda, ”Kalau begitu,
tumpahkanlah! (HR. Abu Dawud)
Dan juga dari Ibnu Abbas ra. berkata : “Rasulullah SAW telah melarang untuk menghirup udara di dalam gelas (ketika minum) dan meniup di dalamnya.” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah SAW melarang bernafas ketika minum. Apabila minum sambil
bernafas, tubuh kita mengeluarkan CO2 (Karbondioksida), apabila
bercampur dengan H2O (Air) dapat menjadi H2CO3 (Cuka) sehingga
menyebabkan minuman menjadi acidic (Asam). Hal ini dapat terjadi juga
ketika meniup air panas. Makanan dan minuman panas sebaiknya tidak
didinginkan dengan ditiup, tapi cukup dikipas.
12. Tidak berprasangka buruk jika makan ditemani orang yang berpenyakit.
Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW pernah memegang tangan orang yang
majdzum (kusta), beliau meletakkan tangannya pada piring makan seraya
bersabda : “Makanlah, yakinlah kepada Allah SWT dan bertawakkallah.” (HR. Abu Dawud)
13. Tidak duduk pada meja yang dihidangkan makanan haram.
Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : “Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia tidak
duduk pada meja makan yang padanya diedarkan minuman khamr.” (HR. Imam Tirmidzi)
14. Mendo’akan yang mengundang makan.
Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah SAW pernah datang ke Sa’ad
bin Ubadah ra. yang menghidangkan roti dan mentega. Rasulullah SAW
memakannya, lalu beliau bersabda : “Telah berbuka di sisimu
orang-orang yang berpuasa. Hidanganmu telah dimakan oleh orang-orang
shalih (baik) dan malaikat pun mendo’akan kebaikan untukmu.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
15. Menutup tempat makan dan minum.
Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : “Tutuplah tempat makanan dan tempat minuman!” (HR. Bukhari Muslim)
Rabu, 02 Mei 2012
Doa Saat Melihat Petir dan Mendengar Guntur
سُبْحَانَ الَّذِي يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ
SUBHAANAL LADZI YUSABBIHUR RO'DU BIHAMDIHII WAL MALAAIKATU MIN KHIIFATIH
"Maha Suci Allah yang
telah menjadikan kilat ini memuji-Nya dan juga Malaikat karena takut
kepada-Nya." (HR. Malik dalam Muwatha'nya dari hadits Amir bin Abdullah
bin al-Zubair Radhiyallahu 'Anhu. Imam Nawawi menyebutkannya
dalam al-Adzkar, hal. 164. Isnadnya adalah hasan sebagaimana disebutkan
Syaikh Al-Albani dalam al-Kalim al-Thayyib dengan tahqiqkannya, hal.
156)
______________________
Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Di musim hujan seperti sekarang ini,
kilatan petir dan gemuruh guntur menjadi pemandangan rutin. Sebagian
orang merasa takut dan merinding saat petir menyambar. Kaget saat guntur
menggelegar. Dan bagi seorang muslim, kedatangannya semakin
meningkatkan imannya karena melihat bagian dari tanda-tanda kekuasaan
dan kebesaran Tuhannya. Kemudian ia bertasbih (menyucikan)-Nya, memuji
dan mengagungkan-Nya. Sehingga hal itu menjadi ladang pahala baginya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
هُوَ
الَّذِي يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنْشِئُ السَّحَابَ
الثِّقَالَ وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ
خِيفَتِهِ وَيُرْسِلُ الصَّوَاعِقَ فَيُصِيبُ بِهَا مَنْ يَشَاءُ وَهُمْ
يُجَادِلُونَ فِي اللَّهِ وَهُوَ شَدِيدُ الْمِحَالِ
"Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan
kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia
mengadakan awan mendung. Dan guntur itu bertasbih dengan memuji Allah,
(demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah
melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia
kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah
Tuhan Yang Maha keras siksa-Nya." (QS. Al-Ra'du: 12-13)
Ibnu Katsir rahimahullah
berkata, "Allah Ta'ala mengabarkan bahwa Dialah yang menundukkan kilat,
yaitu cahaya terang mengkilat yang terlihat keluar dari celah-celah
awan."
Sedangkan maksud Khaufa wa Thama'a (ketakutan dan harapan),
menurut Qatadah, "Ketakutan adalah untuk orang bepergian yang takut
tertimpa bahaya dari kilat itu dan kesulitan yang ditimbulkannya. Sedang
harapan adalah untuk orang muqim yang berharap berkah dan manfaatnya
serta mengharap rizki Allah."
Keberadaan petir dan guntur menjadi
suatu peringatan keras bagi penduduk bumi. Dan dijadikan juga untuk
menghukum sebagian manusia yang Allah kehendaki. Hal ini sebagaimana
yang terdapat pada ayat di atas, "dan Allah melepaskan Guntur/halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki."
Oleh karena itu petir banyak terjadi di akhir zaman sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari hadits Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
تَكْثُرُ
الصَّوَاعِقُ عِنْدَ اقْتِرَابِ السَّاعَةِ حَتَّى يَأْتِيَ الرَّجُلُ
الْقَوْمَ فَيَقُولَ مَنْ صَعِقَ تِلْكُمْ الْغَدَاةَ فَيَقُولُونَ صَعِقَ
فُلَانٌ وَفُلَانٌ
"Petir akan banyak terjadi saat
dekatnya kiamat sehingga ada seseorang datang kepada kaumnya lalu
bertanya: 'Siapa di antara kalian yang tersambar petir pagi ini.'
Kemudian mereka menjawab: 'si fulan dan si fulan tersambar petir'."
Diriwayatkan dari Amir bin Abdullah bin al-Zubair, jika ia mendengar guntur, maka ia berhenti berbicara, lalu membaca:
سُبْحَانَ الَّذِي يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ
"Mahasuci Allah yang Guntur itu bertasbih dengan memuji-Nya, demikian malaikat karena takut kepada-Nya."
Kemudian beliau berkata, "Sesungguhnya Guntur itu adalah ancaman yang keras bagi penduduk bumi." (HR. Malik dalam al-Muwatha' dan Imam al-Bukhari dalam kitab al-Adab al-Mufrad, no. 724)
Lalu apa yang dituntunkan oleh Islam saat terjadi petir agar orang beriman selamat darinya?
Sebagian ulama menuturkan, pada dasarnya tidak ada bacaan khusus yang bersumber dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
dalam masalah ini. Tetapi kalau seseorang berzikir kepada Allah atas
keagungan Allah dan penciptaan makhluk-Nya maka, insya Allah, ini tidak
mengapa. Hal ini didasarkan kepada petunjuk dari ayat di atas, "Dan guntur itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya."
Imam Abu Ja'far bin Jarir al-Thabari meriwayatkan hadits yang dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu –beliau merafa'kannya- berkata: Apabila beliau mendengar guntur maka membaca:
سُبْحَانَ مَنْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ
"Mahasuci Dzat yang guruh itu bertasbih dengan memuji-Nya."
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'Anhu, apabila beliau mendengar suara guntur, beliau membaca:
سُبْحَانَ مَنْ سَبَّحَتْ لَهُ
"Mahasuci Dzat yang Guntur itu bertasbih kepada-Nya."
Bacaan demikian ini juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas, al-Aswad bin
Yaszid, dan Thawus: bahwa mereka semua membaca seperti itu. (Keterangan
bahwa Imam Thawus membaca tasbih di atas diriwayatkan oleh Imam Syafi'i
dalam Al-Umm dan al-Baihaqi dengan sanad shahih sebagaimana yang
diutarakan oleh Imam Nawawi dalam al-Azkar, hal. 263).
Al-Auza'i rahimahullah berkata: Adalah Ibnu Abi Zakaria berkata: Siapa yang saat mendengar Guntur membaca:
سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ
"Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya," maka petir tidak akan menyambarnya.
Dan dalam riwayatkan dari Amir bin
Abdullah bin al-Zubair di atas, jika ia mendengar guntur, maka ia
berhenti berbicara, lalu membaca:
سُبْحَانَ الَّذِي يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ
"Mahasuci Allah yang guntur itu bertasbih dengan memuji-Nya, demikian malaikat karena takut kepada-Nya."
Kemudian beliau berkata, "Sesungguhnya guntur itu adalah ancaman yang keras bagi penduduk bumi." (HR. Malik dalam al-Muwatha' dan Imam al-Bukhari dalam kitab al-Adab al-Mufrad, no. 724)
Terdapat sebuah riwayat dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhu, bahwa apabila Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mendengar لuntur dan petir, beliau berdoa:
اللَّهُمَّ لَا تَقْتُلْنَا بِغَضَبِكَ وَلَا تُهْلِكْنَا بِعَذَابِكَ وَعَافِنَا قَبْلَ ذَلِكَ
"Ya Allah, janganlah engkau membunuh
kami dengan kemurkaan-Mu, jangan hancurkan kami dengan siksa-Mu, dan
berilah kami kesehatan sebelum itu." (HR. Al-Tirmidzi, Ahmad,
Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, al-Nasai dalam 'Amal al-Yaum wa
al-Lailah, dan al-Hakim dalam Mustadraknya)
Penutup
Saat melihat kilatan petir menghias
langit dan mendengar guntur menggelegar maka dianjurkan untuk membaca
tasbih. Di antara sifatnya, sebagaimana yang telah dipraktekkan salaful
ummah, tidak hanya satu macam saja, seperti yang disebutkan dalam
beberapa riwayat di atas. Atau berdoa kepada Allah dengan memohon
keselamatan kepada-Nya dari sambaran petir, seperti dalam hadits
terakhir yang dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma.
Doa Saat Angin Bertiup Kencang
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلَتْ
بِهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيهَا وَشَرِّ مَا
أُرْسِلَتْ بِهِ
”Allahumma Innii As’aluka
Khairaha wa Khaira Maa Fiihaa wa Khaira Maa Ursilat Bihi wa ’Udzu Bika
Min Syarriha wa Syarri Maa Fiihaa wa Syarri Maa Ursilat Bihi”
"Ya Allah sesungguhnya aku memohon
kepada-Mu kebaikan angin ini dan kebaikan yang ada padanya dan kebaikan
yang dibawanya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini,
keburukan yang ada padanya dan keburukan yang dibawanya."
Sumber Doa
Doa di atas bersumber dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, ia berkata: Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam apabila angin bertiup kencang beliau berdoa,
اللَّهُمَّ
إِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلَتْ
بِهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيهَا وَشَرِّ مَا
أُرْسِلَتْ بِهِ
"Ya Allah sesungguhnya aku memohon
kepada-Mu kebaikan angin ini dan kebaikan yang ada padanya dan kebaikan
yang dibawanya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini,
keburukan yang ada padanya dan keburukan yang dibawanya." (HR.
Muslim, no. 2122, Kitab Shalatil Istisqa', bab berlindung saat melihat
angin (kencang), cetakan Daar al-Jil dan daar al-Afaq al-Jadidah,
Beirut.
Dalam Sunan al-Tirmizi, dari Ubai bin Ka'ab dengan redaksi lain. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam: janganlah kalian mencaci angin. Lalu apabila engkau melihat yang tidak menyenangkan, maka berdoalah:
اللَّهُمَّ
إِنِّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هَذِهِ الرِّيْحَ وَخَيْرِ مَا فِيْهَا
وَخَيْرِ مَا أُمِرَتْ بِهِ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذِهِ الرِّيْحَ
وَشَرِّ مَا فِيْهَا وَشَرِّ مَا أُمِرَتْ بِهِ
"Ya Allah, sesungguhnya kami memohon
kepada-Mu kebaikan angin ini dan kebaikan yang ada padanya dan kebaikan
yang dibawanya. Dan kami berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini,
keburukan yang ada padanya dan keburukan yang dibawanya." (HR. Al-Tirmidzi)
Keterangan
Kondisi di musim penghujan seperti
sekarang ini, angin besar menjadi pemandangan tak terelakkan. Satu sisi
ia menjadi pertanda segera turunnya hujan, namun sisi lain menimbulkan
ketakutan dan kekhawatiran. Karena angin kencang ada kalanya
menumbangkan pohon, merobohkan bangunan, merebahkan tanam-tanaman, dan
menjadi sebab terjadinya banjir. Dalam kondisi semacam ini kita tidak
boleh mencelanya, karena ia bertiup demikian dengan ketentuan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tetapi disyariatkan mengucapkan zikir dan doa seperti yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam.
Dari Ubai bin Ka'ab dengan redaksi lain. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam: janganlah kalian mencaci angin. Lalu apabila engkau melihat yang tidak menyenangkan, maka berdoalah:
اللَّهُمَّ
إِنِّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هَذِهِ الرِّيْحَ وَخَيْرِ مَا فِيْهَا
وَخَيْرِ مَا أُمِرَتْ بِهِ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذِهِ الرِّيْحَ
وَشَرِّ مَا فِيْهَا وَشَرِّ مَا أُمِرَتْ بِهِ
"Ya Allah, sesungguhnya kami memohon
kepada-Mu kebaikan angin ini dan kebaikan yang ada padanya dan kebaikan
yang dibawanya. Dan kami berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini,
keburukan yang ada padanya dan keburukan yang dibawanya." (HR. Al-Tirmidzi)
Pergerakan angin merupakan bagian dari tanda kebesaran Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Adakalanya bertiup sepoi-sepoi dan menyejukkan. Ada kalanya juga
kencang dan ribut sehingga menimbulkan sesuatu yang tidak kita suka. Ini
semua berlaku dengan qadha' dan qadar Allah 'Azza wa Jalla.
Tentunya dengan hikmah yang Allah kehendaki. Oleh sebab itu tidak pantas
jika seorang muslim mencaci angin. Karena mencaci angin itu berimbas
mencaci terhadap Zat yang mencipta dan mengutusnya. Karena angin itu
makhluk Allah dan tunduk kepada perintah-Nya.
Allah Ta'ala berfirman,
وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ
"Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan)." (QS. Al-A'raf: 57)
وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا
"Dialah yang meniupkan angin
(sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-nya
(hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih." (QS. Al-furqan: 48)
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ يُرْسِلَ الرِّيَاحَ مُبَشِّرَاتٍ وَلِيُذِيقَكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ
"Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita
gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya . . ." (QS. Al-Ruum: 46)
فَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي بِأَمْرِهِ رُخَاءً حَيْثُ أَصَابَ
"Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakinya." (QS. Shaad: 36)
Penutup
Angin terbagi dalam dua jenis. Pertama, angin yang bertiup tenang maka tidak disyariatkan berzikir khusus padanya. Kedua,
angin ribut yang bertiup kencang sehingga menimbulkan ketakutan,
menumbangkan pepohonan, merobiohkan bangunan, dan semisalnya. Pada yang
kedua ini dilarang mencacinya, karena tidaklah menjalankan angin,
mengutusnya, dan menentukan bentuk bertiupnya kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak ada seorangpun yang mampu mengendalikan angin kecuali penciptanya, yakni Allah 'Azza wa Jalla.
Bahkan sebaliknya diperintahkan untuk berzikir dan berdoa kepada Allah
saat terjadi angin kencang, di antaranya adalah doa di atas. Wallahu
Ta'ala A'lam.
Doa Agar Mendapat Husnul Khatimah
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam untuk Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Husnul
khatimah menjadi dambaan kita semua. Karena nilai kita ditentukan saat
kematian datang. Jika kita mengakhiri hidup di dunia ini dalam kondisi
beriman dan dihiasi dengan ketaatan, maka itulah husnul khatimah.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
إِذَا
أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قَالُوا وَكَيْفَ
يَسْتَعْمِلُهُ قَالَ يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ مَوْتِهِ
“Apabila
Allah menghendaki kebaikan atas hamba-Nya, maka Dia memperkerjakannya?”
Para sahabat bertanya, ‘Bagaimana Allah memperkerjakannya?’ Beliau
menjawab, ”Allah memberinya taufiq untuk beramal shalih sebelum
kematiannya.” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, Imam al-Hakim
menshahihkannya dalam al-Mustadrak. Syaikh Al-Albani menshahihkannya
dalam Al-Shahihah, no. 1334)
Tidak Mudah Menggapai Husnul Khatimah
Saat
menjelang kematian merupakan saat kesempatan terakhir bagi setan untuk
menyesatkan hamba Allah. Setan berusaha sekuat tenaga untuk
menyesatkannya, bahkan terkadang menjelma dalam rupa ayah dan ibunya.
Imam Ibrahim bin Muhammad bin Muflih al-Maqdisi al-Hambali dalam kitabnya Mashaaib al-Insan min Makaa-id al-Syaithan
pada Bab ke-22 mengupas tentang usaha setan untuk menyesatkan orang
mukmin pada saat kematian. Dalam bab tersebut, beliau menukilkan hadits
yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunannya bahwa Iblis berkata kepada
bala tentaranya pada saat kematian manusia: Berusahalah saat sekarang,
karena jika kalian gagal tidak akan ada kesempatan lagi.
Dari Wailah bin al-Asqa’ berkata bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Talkin (tuntun)-lah orang yang hendak meninggal dengan Laa Ilaaha Illallaah
dan berilah kabar gembira dengan surga. Sesungguhnya orang yang mulia,
dari kaum laki-laki dan wanita kebingungan dalam menghadapi kematian dan
diuji. Sesungguhnya setan paling dekat dengan manusia pada saat
kematian. Sedangkan melihat malaikat maut lebih berat daripada seribu
kali tebasan pedang.” (HR. Abu Nu’aim)
Abdullah
bin Ahmad berkata, “Pada saat saya hadir dalam kematian bapakku, saya
membawakan kain untuk mengikat jenggotnya, sementara beliau dalam
keadaan tidak sadar. Kemudian pada saat beliau sadar, mengatakan,
‘Belum, belum!’ Beliau mengucapkan itu berkali-kali. Saya bertanya
kepada beliau, ‘wahai bapakku, apa yang tampak padamu?’ Beliau menjawab,
‘setan berdiri di depanku sambil menggigit jarinya seraya mengatakan,
‘aku gagal menggodamu wahai Ahmad.’ Saya katakan, ‘Belum, sebelum saya
benar-benar meninggal’.”
Abu
Hasan al-Qabisi dalam Risalah Ibnu Abi Zaid meriwayatkan bahwa seorang
hamba tatkala sedang menghadapi kematian ada dua setan yang menggoda
dari atas kepalanya. Salah satunya berada di sebelah kanan dan satunya
lagi di sebelah kiri. Adapun yang di sebelah kanan menyerupai bapaknya
lalu berkata, “Wahai anakku, saya sangat sayang dan cinta kepadamu. Jika
kamu mau mati, maka matilah dengan membawa agama Nasrani sebab dia
adalah sebaik-baik agama.” Dan yang berada di sebelah kiri menyerupai
ibunya dan berkata, “Wahai anakku, perutku dahulu tempat hidupmu dan air
susuku sebagai minumanmu serta pangkuanku sebagai tempat tidurmu, maka
saya minta hendaknya kamu mati dengan membawa agama Yahudi sebab dia
adalah sebaik-baik agama.”
Maka
menurut Imam al-Ghazali, pada saat itu Allah menggelincirkan orang-orang
yang dikehendaki oleh-Nya tergelincir. Demikian itu yang dimaksud
dengan firman Allah,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (QS. Ali Imran: 8)
Maksudnya,
Ya Allah janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan
pada saat kematian setelah Engkau beri petunjuk kepada kami beberapa
kurun waktu.
Jika
Allah menghendaki hidayah dan keteguhan pada hamba-Nya, maka datanglah
rahmat dan Malaikat Jibril untuk mengusir setan dan mengatakan kepada
orang beriman, “Wahai orang mukmin, mereka itu adalah musuh-musuhmu dari
kalangan setan, maka meninggallah kamu dalam keadaan membawa agama yang
hanif dan syariat Muhammad.” Dan tidak ada sesuatu yang paling dicintai
oleh orang beriman kecuali Malaikat itu dan itulah yang dimaksud firman
Allah,
وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).”
(QS. Ali Imran: 8).” Selesai perkataan Imam al-Ghazali yang dinukil
Imam Ibrahim bin Muhammad al-Maqdisi dalam Menelanjangi Setan, hal.
277-278)
Ibnu Al-Jauzi dalam Shaid al-Khathir
berkata, “Saya berwasiat kepada diriku dan kepada orang yang mendengar
wasiatku ini agar teguh saat menghadapi kematian –tiada daya dan tiada
upaya kecuali dengan izin Allah- sebab godaan dan bisikan kematian
banyak syubhatnya. Dan saya merasa kasihan terhadap orang yang sakit
semoga tidak tenggelam dalam sakaratul maut sehingga tidak sadar. Dan
saya berlindung kepada Allah dari kematian masih dalam keadaan sadar
tidak teguh dengan godaan.”
Sebab-sebab Meraih Husnul Khatimah
Husnul
khatimah merupakan karunia terbesar dari Allah untuk seorang hamba.
Penjagaan Allah dan meneguhkannya di atas iman lah yang menjadikannya
mendapat husnul khatimah saat banyak godaan dan syubuhat menjelang
kematian.
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat..” (QS. Ibrahim: 27)
Namun
demikian hamba juga punya peran usaha sebagai sebab Allah
menganugerahkan husnul khatimah kepadanya. Walaupun usaha hamba tidak
bisa lepas dari kehendak Allah juga.
Imam
Sufyan al-Tsauri pernah berpesan saat menghadapi kematian agar menjaga
akidah, membaca istighfar, dan bertaubat dari dosa agar bertemu Allah
dalam keadaan bersih. (Menelanjangi Syetan, Ibrahim al-Maqdisi, hal.
279)
Maka di antara upaya yang bisa dilakukan hamba untuk meraih husnul khatimah, adalah:
1.
Menjaga iman dan tuntutannya berupa ketaatan dan takwa kepada Allah.
Hendaknya dia menjauhi benar-benar pembatal-pembatal iman dan yang
mengurangi kesempurnaannya dari berbagai maksiat. Dia bertaubat dari
segala dosa dan maksiat, khususnya syirik besar amaupun yang kecil. Di
antaranya dengan membaca doa yang diajarkan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,
اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك أَنْ أُشْرِكَ بِك وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُك لِمَا لَا أَعْلَمُ
"Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik
(menyekutukan-Mu) sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun
kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku ketahui." (HR. Ahmad dan Shahih Abi Hatim serta yang lainnya, shahih)
2.
Berusaha sungguh-sungguh untuk memperbaiki zahir dan batinnya. Niat dan
tujuan amalnya untuk mewujudnya keshalihan zahir dan batinnya tersebut.
Sesungguhnya sunnah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang abadi bahwa
pencari kebenaran akan diberi petunjuk memperolehnya, diteguhkan di
atasnya, dan ditutup hidupnya dengan kebenaran.
3. Senantiasa memohon dan berdoa kepada Allah agar diwafatkan di atas iman dan takwa.
Beberapa Doa Supaya Diwafatkan Husnul Khatimah
Sangat banyak doa yang diabadikan Al-Qur’an dan sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam yang bermakna permintaan agar akhir hayat husnul khatimah;
1. Doa agar diwafatkan di atas Islam,
- Doa Nabi Yusuf 'alaihis salam:
تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
“Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shaleh.” (QS. Yuusuf: 101)
- Doa tukang sihir Fir’an yang telah bertaubat,
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ
“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” (QS. Al-A’raaf: 126)
2. Doa diteguhkan di atas hidayah,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan
sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami
rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi
(karunia)." (QS. Ali Imran: 8)
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu." (HR. Ahmad dan at Tirmidzi)
3. Doa agar diselamatkan dari godaan setan saat mengalami sakaratul maut.
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَرَمِ وَالتَّرَدِّي وَالْهَدْمِ وَالْغَمِّ
وَالْحَرِيقِ وَالْغَرَقِ وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِي
الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ وَأَنْ أُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا
وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ لَدِيغًا
“Ya
Allah, sunguh aku berlindung kepada-Mu dari pikun, terjatuh dari
ketinggian, keruntuhan bangunan, kedukaan, kebakaran, dan tenggelam.
Aku berlindung kepada-Mu dari penyesatan setan saat kematian, terbunuh
dalam kondisi murtad dan aku berlindung kepada-Mu dari mati karena
tersengat binatang berbisa.” (HR. Al-Nasai dan Abu Dawud. Hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Al-Jami’: no. 1282)
Makna
berlindung dari penyesatan syetan ketika datang kematian adalah dikuasai
olehnya ketika berpisah dari dunia sehingga setan berhasil
menyesatkannya, menghalanginya dari taubat, menghambatnya dari
memperbaiki dirinya dan meninggalkan kezaliman yang telah diperbuat
sebelumnya. Atau menjadikannya putus asa dari rahmat Allah, membenci
kematian dan berat meninggalkan dunia sehingga dia tidak ridha dengan
ketentuan Allah padanya berupa kematian dan berpindah ke negeri akhirat.
Akibatnya dia mengakhiri hidupnya dengan keburukan dan bertemu Allah
dalam kondisi murka kepadanya. (Disarikan dari keterangan Imam
al-Khathabi dalam Hasyiyah al-Suyuthi).
Penutup
Sesungguhnya
akhir hayat kita memiliki kaitan dengan amal kita sejak sekarang. Siapa
yang senantiasa menjaga ketaatan kepada Allah dengan penuh keikhlasan,
insya Allah dia akan mengakhiri hidupnya di atas kondisi tersebut.
Sebaliknya, siapa yang mengotori hidupnya dengan maksiat dan kejahatan,
atau bahkan sengaja menympang. Kesempatan taubat sering disia-siakan
dengan menunda-nunda, atau bahkan mencari-cari pembenaran atas
kesalahan, maka biasanya dia akan mengahiri hidupnya dengan su'ul
khatimah. Semoga Allah menyelamatkan kita dari kondisi semacam ini.
Ya
Allah, jadikanlah amal terbaik kami pada penutupnya, jadikan sebaik-baik
umur kami pada saat kami mengakhirinya, dan jadikan hari terbaik kami
pada saat kami bertemu dengan-Mu. Ya Allah berilah taufik kepada kami
semua untuk senantiasa berbuat kebajikan dan menjauhi
kemungkaran-kemungkaran.
Segala
puji hanya bagi-Nya dan semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan
untuk nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Doa Bila Tertimpa Sesuatu yang Tidak Diinginkan
قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ
Qaddarallahu Wamaa Syaa-a Fa'ala
"Allah telah mentakdirkannya, dan apa yang Dia kehendaki Dia Perbuat."
Boleh juga diucapkan:
قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ
Qadarulluhi Wamaa Syaa-a Fa'ala
"ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki Dia Perbuat."
Sumber Doa:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ
وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ
أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا.
وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ
عَمَلَ الشَّيْطَانِ
"Mukmin yang kuat lebih baik dan
lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun
masing-masing ada kebaikan. Semangatlah meraih apa yang manfaat untukmu
dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan bersikap lemah. Jika
engkau tertimpa suatu musibah janganlah mengatakan, "Seandainya aku
berbuat begini dan begitu, niscaya hasilnya akan lain." Akan tetapi
katakanlah, "Allah telah mentakdirkannya, dan apa yang Dia kehendaki Dia
Perbuat." Sebab, mengandai-andai itu membuka pintu setan." (HR. Muslim)
Keterangan
Seorang muslim semestinya menjadi orang
yang dinamis dan penuh semangat. Karena setiap dari amalnya tidak akan
disia-siakan oleh Rabb-nya. Kerjanya mencari nafkah untuk keluarganya
dan semua usahanya untuk kebaikan dunia dan akhiratnya dinilai sebagai
shadaqah untuknya, ibadah yang berpahala. Namun perlu diingat, ia tidak
boleh hanya bersandar kepada usahnya semata. Tapi haruslah ia
mentawakkalkan usahanya kepada Allah dengan berdoa, berharap, dan
menyerahkan hasil puncaknya kepada Tuhannya. Sehingga ia berada pada
maqam Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in.
Kemudian kesungguhan usaha dan isti'anah tadi diikuti dengan husnudzan (prasangkan
baik kepada-Nya), bahwa Dia akan memberikan yang terbaik kepada
dirinya. Setiap ketetapan Allah mengandung hikmah yang boleh jadi tak
diketahuinya dan tak terlihat oleh matanya. Sehingga saat terjadi
sesuatu yang berbeda ia tetap tenang dan semangat. Ia tidak melemah dan
menyesali usahanya tersebut. Karena penyesalan hanya akan menghapuskan
amal kebaikan yang sudah dikumpulkannya. Apalagi sampai mengandai-andai,
kalau saja ia memilih usaha atau melakukan sesuatu yang lain tentu
tidak terjadi apa yang sudah terjadi. Padahal apa yang sudah terjadi itu
adalah takdir yang sudah sudah dicatat jauh-jauh sebelum itu diperbuat,
diketahui dan dikehendaki oleh-Nya. Karenanya ucapan semacam itu
termasuk bagian yang bertentangan dengan rukun iman ke enam, iman kepada
takdir yang baik dan yang buruk (menurut kita).
Mengandai-andai di kala terjadi sesuatu
yang tidak sesuai keinginan akan membuka pintu syetan, yakni akan
menyebabkan cacian, lemah semangat, marah, was-was, merana dan sedih.
Semua ini termasuk dari perbuatan syetan sehingga Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang membuka kesempatan pada syetan untuk menggoda hamba dengan kalimat pengandaian ini. Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
memerintahkan agar melihat kejadian itu dari sudut pandang takdir. Ia
meyakini, apa yang sudah Allah takdirkan atasnya pasti itu akan
menimpanya, tak seorangpun yang sanggup menghalau dan menolaknya.
. . . Mengandai-andai di kala terjadi sesuatu yang tidak sesuai keinginan akan membuka pintu syetan, yakni akan menyebabkan cacian, lemah semangat, marah, was-was, merana dan sedih. . .
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menasihatkan kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, "Ketahuilah,
seandainya semua umat berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu,
maka mereka tidak bisa memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu
yang telah Allah tetapkan untukmu. Sebaliknya, seandainya mereka
berkumpul untuk menimpakan kemadharatan kepadamu, maka mereka tidak bisa
menimpakan kemadharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yang Allah
tetapkan atasmu. Pena (takdir) telah diangkat dan lembaran-lembaran
telah kering." (HR. al-Tirmidzi)
Benar, urusan telah usai. Tidak mungkin
yang sudah terjadi bisa berubah lagi. Perkara ini sudah tercatat di Lauh
Mahfudz lima puluh tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.
Akan terjadi apa yang sudah tercatat bagaimanapun ia berbuat. Oleh sebab
itu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menganjurkan untuk
berkata: "Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki Dia
Perbuat." Artinya: ini yang terjadi adalah takdir dan qadha' (ketetapan)
Allah. Apa yang Allah 'Azza wa Jalla kehendaki maka Dia
lakukan, tak seorangpun yang bisa melarang dan menahan-Nya dari
melakukan keinginan-Nya dalam kekuasaan yang Dia miliki. Maka Setiap
yang Dia kehendaki pastilah Dia akan melakukannya.
إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ
"Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki." (QS. Huud: 107)
Meyakini Hikmah dalam Takdir
Mengembalikan kenyataan yang tidak
sesuai keinginan kepada takdir haruslah disertai dengan keyakinan bahwa
setiap takdir Allah mengandung hikmah yang dikehendaki oleh-Nya. Boleh
jadi hikmah tersebut tak mampu kita baca atau tidak nampak oleh kita.
Meyakini ini hukumnya wajib berdasarkan firman Allah Ta'ala,
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
"Dan kamu tidak mampu (menempuh
jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah
Maha Mengetahui lagi Maha Hikmah." (QS. al-Insan: 30)
Allah menjelaskan bahwa Masyi'ahnya
(kehendak-Nya) diiringi dengan hikmah dan ilmu. Berapa banyak kenyataan
yang dibenci orang tapi akibatnya baik untuk dirinya. Sebagaimana firman
Allah Ta'ala, "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu." (QS. Al-Baqarah; 216) dan banyak kejadian-kejadian yang
membenarkan ayat ini.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
menuturkan dalam Syarh Riyadhus Shalihin, pernah terjadi kecelakaan
pesawat yang berangkat dari Riyadh menuju Jeddah. Di dalamnya terdapat
penumpang sangat banyak, lebih dari 300 penumpang. Terdapat salah
seorang calon penumpang yang sudah membeli tiket berada di ruang tunggu
sampai tertidur. Tatkala diumumkan bahwa pesawat segera berangkat, para
penumpang memasuki pesawat. Sementara seorang penumpang tadi masih
terlelap dalam tidurnya. Saat ia bangun, pintu pesawat sudah tertutup.
Ia sangat menyesal dan jengkel. Kemudian Allah menetapkan takdir-Nya
dengan hikmah-Nya, pesawat tersebut mengalami kecelakaan, terbakar.
Semua penumpangnya tewas. Subhanallah, laki-laki yang tertidur tadi
selamat dari kecelakaan karena tertidur. Ia marah karena tertinggal
pesawat, tapi kejadian itu malah membawa kebaikan untuk dirinya. Semoga
kita menjadi orang cerdas yang senantiasa beriman kepada Allah dan
takdir-Nya, serta selalu berbaik sangka kepada-Nya. Amiin.
Senin, 23 Januari 2012
Sebab-Sebab Turunnya Rezeki
Akhir-akhir ini banyak orang yang mengeluhkan masalah penghasilan
atau rizki, entah karena merasa kurang banyak atau karena kurang berkah.
Begitu pula berbagai problem kehidupan, mengatur pengeluaran dan
kebutuhan serta bermacam-macam tuntutannya. Sehingga masalah penghasilan
ini menjadi sesuatu yang menyibukkan, bahkan membuat bingung dan stress
sebagian orang. Maka tak jarang di antara mereka ada yang mengambil
jalan pintas dengan menempuh segala cara yang penting keinginan
tercapai. Akibatnya bermunculanlah koruptor, pencuri, pencopet,
perampok, pelaku suap dan sogok, penipuan bahkan pembunuhan, pemutusan
silaturrahim dan meninggal kan ibadah kepada Allah untuk mendapatkan
uang atau alasan kebutuhan hidup.
Mereka lupa bahwa Allah telah menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya sebab-sebab yang dapat mendatangkan rizki dengan penjelasan yang amat gamblang. Dia menjanjikan keluasan rizki kepada siapa saja yang menempuhnya serta menggunakan cara-cara itu, Allah juga memberikan jaminan bahwa mereka pasti akan sukses serta mendapatkan rizki dengan tanpa disangka-sangka.
Diantara sebab-sebab yang melapangkan rizki adalah sebagai berikut:
- Takwa Kepada Allah
Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan menjadikannya terus bertambah. Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya,
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya.” (At Thalaq 2-3)
Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah dalam segala kondisi maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan di akhirat. Dan salah satu dari sekian banyak pahala yang dia peroleh adalah Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dalam setiap permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya rizki secara tidak terduga.
Imam Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah di atas, “Yaitu barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang Dia larang maka Allah akan memberikan jalan keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas sama sekali sebelumnya.”
Allah swt juga berfirman, artinya,
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. 7:96)
- Istighfar dan Taubat
Termasuk sebab yang mendatang kan rizki adalah istighfar dan taubat, sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam ,
“Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”(QS. 71:10-12)
Al-Qurthubi mengatakan, “Di dalam ayat ini, dan juga dalam surat Hud (ayat 52,red) terdapat petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab turunnya rizki dan hujan.”
Ada seseorang yang mengadukan kekeringan kepada al-Hasan al-Bashri, maka beliau berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”, lalu ada orang lain yang mengadukan kefakirannya, dan beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Ada lagi yang mengatakan, “Mohonlah kepada Allah agar memberikan kepadaku anak!” Maka beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang kering kerontang, beliau pun juga menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah.”
Maka orang-orang pun bertanya, “Banyak orang berdatangan mengadukan berbagai persoalan, namun anda memerintahkan mereka semua agar beristighfar.” Beliau lalu menjawab, “Aku mengatakan itu bukan dari diriku, sesungguhnya Allah swt telah berfirman di dalam surat Nuh,(seperti tersebut diatas, red)
Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana yang diharapkan.
- Tawakkal Kepada Allah
Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. 65:3)
Nabi saw telah bersabda, artinya,
“Seandainya kalian mau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya maka pasti Allah akan memberikan rizki kepadamu sebagaimana burung yang diberi rizki, pagi-pagi dia dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani)
Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa hanya Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang ada di alam berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat, kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan selainnya adalah dari Allah semata.
Maka hakikat tawakkal adalah sebagaimana yang di sampaikan oleh al-Imam Ibnu Rajab, yaitu menyandarkan hati dengan sebenarnya kepada Allah Azza wa Jalla di dalam mencari kebaikan (mashlahat) dan menghindari madharat (bahaya) dalam seluruh urusan dunia dan akhirat, menyerahkan seluruh urusan hanya kepada Allah serta merealisasikan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberi dan menahan, tidak ada yang mendatangkan madharat dan manfaat selain Dia.
- Silaturrahim
Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa silaturrahim merupakan salah satu sebab terbukanya pintu rizki, di antaranya adalah sebagai berikut:
-Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya,
“Dari Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim.” (HR Al Bukhari)
-Sabda Nabi saw, artinya,
“Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Ketahuilah orang yang ada hubungan nasab denganmu yang engkau harus menyambung hubungan kekerabatan dengannya. Karena sesungguhnya silaturrahim menumbuhkan kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta dan memperpanjang umur.” (HR. Ahmad dishahihkan al-Albani)
Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris atau tidak, mahram atau bukan mahram.
- Infaq fi Sabilillah
Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. 34:39)
Ibnu Katsir berkata, “Yaitu apapun yang kau infakkan di dalam hal yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah) akan memberikan ganti kepadamu di dunia dan memberikan pahala dan balasan di akhirat kelak.”
Juga firman Allah yang lain,artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:267-268)
Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah saw bersabda, Allah swt berfirman, “Wahai Anak Adam, berinfaklah maka Aku akan berinfak kepadamu.” (HR Muslim)
- Menyambung Haji dengan Umrah
Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Mas”ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya,
“Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani)
Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji.
- Berbuat Baik kepada Orang Lemah
Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah, beliau bersabda, artinya,
“Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian.” (HR. al-Bukhari)
Dhu”afa” (orang-orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada fuqara, yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar, hamba sahaya dan lain sebagainya.
- Serius di dalam Beribadah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya,
“Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu.”
Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam beribadah, tunduk dan khusyu” hanya kepada Allah, merasa sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan Bumi.
Dan masih banyak lagi pintu-pintu rizki yang lain, seperti hijrah, jihad, bersyukur, menikah, bersandar kepada Allah, meninggalkan kemaksiatan, istiqamah serta melakukan ketaatan, yang tidak dapat di sampaikan secara lebih rinci dalam lembar yang terbatas ini. Mudah-mudahan Allah memberi kan taufik dan bimbingan kepada kita semua. Amin
Mereka lupa bahwa Allah telah menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya sebab-sebab yang dapat mendatangkan rizki dengan penjelasan yang amat gamblang. Dia menjanjikan keluasan rizki kepada siapa saja yang menempuhnya serta menggunakan cara-cara itu, Allah juga memberikan jaminan bahwa mereka pasti akan sukses serta mendapatkan rizki dengan tanpa disangka-sangka.
Diantara sebab-sebab yang melapangkan rizki adalah sebagai berikut:
- Takwa Kepada Allah
Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan menjadikannya terus bertambah. Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya,
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya.” (At Thalaq 2-3)
Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah dalam segala kondisi maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan di akhirat. Dan salah satu dari sekian banyak pahala yang dia peroleh adalah Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dalam setiap permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya rizki secara tidak terduga.
Imam Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah di atas, “Yaitu barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang Dia larang maka Allah akan memberikan jalan keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas sama sekali sebelumnya.”
Allah swt juga berfirman, artinya,
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. 7:96)
- Istighfar dan Taubat
Termasuk sebab yang mendatang kan rizki adalah istighfar dan taubat, sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam ,
“Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”(QS. 71:10-12)
Al-Qurthubi mengatakan, “Di dalam ayat ini, dan juga dalam surat Hud (ayat 52,red) terdapat petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab turunnya rizki dan hujan.”
Ada seseorang yang mengadukan kekeringan kepada al-Hasan al-Bashri, maka beliau berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”, lalu ada orang lain yang mengadukan kefakirannya, dan beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Ada lagi yang mengatakan, “Mohonlah kepada Allah agar memberikan kepadaku anak!” Maka beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang kering kerontang, beliau pun juga menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah.”
Maka orang-orang pun bertanya, “Banyak orang berdatangan mengadukan berbagai persoalan, namun anda memerintahkan mereka semua agar beristighfar.” Beliau lalu menjawab, “Aku mengatakan itu bukan dari diriku, sesungguhnya Allah swt telah berfirman di dalam surat Nuh,(seperti tersebut diatas, red)
Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana yang diharapkan.
- Tawakkal Kepada Allah
Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. 65:3)
Nabi saw telah bersabda, artinya,
“Seandainya kalian mau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya maka pasti Allah akan memberikan rizki kepadamu sebagaimana burung yang diberi rizki, pagi-pagi dia dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani)
Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa hanya Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang ada di alam berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat, kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan selainnya adalah dari Allah semata.
Maka hakikat tawakkal adalah sebagaimana yang di sampaikan oleh al-Imam Ibnu Rajab, yaitu menyandarkan hati dengan sebenarnya kepada Allah Azza wa Jalla di dalam mencari kebaikan (mashlahat) dan menghindari madharat (bahaya) dalam seluruh urusan dunia dan akhirat, menyerahkan seluruh urusan hanya kepada Allah serta merealisasikan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberi dan menahan, tidak ada yang mendatangkan madharat dan manfaat selain Dia.
- Silaturrahim
Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa silaturrahim merupakan salah satu sebab terbukanya pintu rizki, di antaranya adalah sebagai berikut:
-Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya,
“Dari Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim.” (HR Al Bukhari)
-Sabda Nabi saw, artinya,
“Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Ketahuilah orang yang ada hubungan nasab denganmu yang engkau harus menyambung hubungan kekerabatan dengannya. Karena sesungguhnya silaturrahim menumbuhkan kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta dan memperpanjang umur.” (HR. Ahmad dishahihkan al-Albani)
Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris atau tidak, mahram atau bukan mahram.
- Infaq fi Sabilillah
Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. 34:39)
Ibnu Katsir berkata, “Yaitu apapun yang kau infakkan di dalam hal yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah) akan memberikan ganti kepadamu di dunia dan memberikan pahala dan balasan di akhirat kelak.”
Juga firman Allah yang lain,artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:267-268)
Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah saw bersabda, Allah swt berfirman, “Wahai Anak Adam, berinfaklah maka Aku akan berinfak kepadamu.” (HR Muslim)
- Menyambung Haji dengan Umrah
Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Mas”ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya,
“Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani)
Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji.
- Berbuat Baik kepada Orang Lemah
Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah, beliau bersabda, artinya,
“Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian.” (HR. al-Bukhari)
Dhu”afa” (orang-orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada fuqara, yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar, hamba sahaya dan lain sebagainya.
- Serius di dalam Beribadah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya,
“Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu.”
Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam beribadah, tunduk dan khusyu” hanya kepada Allah, merasa sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan Bumi.
Dan masih banyak lagi pintu-pintu rizki yang lain, seperti hijrah, jihad, bersyukur, menikah, bersandar kepada Allah, meninggalkan kemaksiatan, istiqamah serta melakukan ketaatan, yang tidak dapat di sampaikan secara lebih rinci dalam lembar yang terbatas ini. Mudah-mudahan Allah memberi kan taufik dan bimbingan kepada kita semua. Amin
Langganan:
Postingan (Atom)