رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ


"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."

Rabu, 13 Agustus 2014

Rahasia Surah Al-Fatihah



Anda masih bertanya: Mengapa Anda (Al-Ghazali) bermaksud
menghadapkan keunggulan dan keutamaan sebagian ayat Al-Qur’an atas ayat yang lain, sementara seluruh ayat tersebut juga Kalamullah. Bagaimana cara membedakan masing-masing ayat tersebut? Mengapa ayat yang satu Iebih mulia dibandingkan dengan ayat yang lainnya?

Perlu Anda ketahui, apabila bashirah (cahaya hati) tidak menunjukkan Anda atas perbedaan antara Ayat Kursi dan Ayat Utang-Piutang (Ayat Mudayanat), antara Surat Al-Ikhlas dan Tabbat (Al-Lahab), sementara Anda tidak mampu membedakan akidah Anda yang tenggelam dalam taklid, maka taklid-lah kepada pembawa risalah, Muhammad Saw. Karena beliaulah yang membawa Al-Qur’an, sekaligus memberi petunjuk lewat hadis-hadisnya yang berkaitan dengan keutamaan sebagian ayat dan pelipatan pahala dalam sebagian surat.

Rasulullah Saw. bersabda: Artinya: “Surat Pembuka AI-Kitab (Al-Fatihah) adalah surat paling utama dalam AI-Qur’an.”

Dalam sabda lain: Artinya: “Ayat Kursi merupakan pemuka (sayid) ayat-ayat Al-Qur’an.”

Begitu pula dengan Surat Yasin: Artinya: “(Surat) Yasin merupakan kalbu Al-Qur’an, dan (Surat) Qul Huwallahu Ahad, sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an.”

Hadis ini juga didukung oleh banyak hadis lain yang menjelaskan keutamaan dan keistimewaan surat dan ayat AI-Qur’an, disamping kelebihan pahala bagi yang membacanya. Anda perlu mencari dalam kitab-kitab hadis. Hadis-hadis di atas sekadar mengingatkan Anda mengenal keutamaan sebagian surat Al-Qur’an atas surat yang lain. Apabila Anda mau merenungkan dan merujuk pada sistematika pembagian dan penguraian Al-Qur’an, Allah akan memberikan petunjuk kepada Anda. Sementara, kami membatasi dalam pembagian dan penguraian Al-Qur’an dalam sepuluh macam bagian.

RAHASIA AL-FATIHAH DAN PENJELASAN SEJUMLAH HIKMAH ALLAH
Apabila Anda menganalisa, Anda akan menemukan keagungan Al-Fatihah, dimana terdapat delapan sistem:

(1) Firman Allah Swt.: “Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” (Q.s. AI-Fatihah: 1).
Ayat ini merupakan berita tentang Dzat.

(2) Ayat:

Mengungkapkan Sifat, dan sifat-sifat Allah yang khusus. Keistimewaannya, sifat-sifat tersebut menjadi alur seluruh sifat-sifat seperti sifat Al-Ilmu dan Al-Qudrah, serta sifat Iainnya. Sifat tersebut berkaitan dengan makhluk. Para makhluk mendapatkan kasih sayang-Nya, karena sifat tersebut, dan sebaliknya muncul suatu kerinduan dan kecintaan ibadat dan makhluk kepada Allah. Tidak seperti sifat amarah, jika dibandingkan dengan sifat kasih sayang, maka sifat amarah akan melahirkan kegelisahan dan ketakutan, disamping tidak meluaskan pandangan jiwa, sebaliknya malah mencengkeram kalbu.

(3) Ayat: “Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan seluruh semesta alam.” (Q.s. Al-Fatihah: 2).

Ayat ini mengandung dua hal: Pertama: Dasar pujaan, adalah syukur. Puji syukur inilah yang menjadi awal shirathal mustaqim. seakan-akan puji syukur sebagian dari shirathal mustaqim. Sementara, iman secara amaliah juga terbagi menjadi bagian sabar dan syukur. Secara terurai, jika Anda ingin mengetahui Secara detail, Anda dapat membuka Kitab Ihya’ Ulumuddin, dalam bab “Sabar dan Syukur”.

Keutamaan syukur dibanding sabar, seperti keutamaannya kasih sayang dibanding amarah. Rasa syukur muncul dan sukacita dan hentakan kerinduan. Sementara sabar terhadap kehendak Allah muncul dan rasa takut dan pengabdian, disertai cobaan dan kesusahan.

Merambah jalan lurus menuju kepada Allah melalui jalan mahabbah (kecintaan) Iebih utama daripada melalui jalan yang muncul dari khauf (takut). Secara rinci pula rahasia mahabbah dan khauf terdapat dalam Kitab Ihya’. Rasulullah Saw. bersabda: “Yang pertama kali dipanggil ke surga, adalah orang-orang yang selalu memuji kepada Allah dalam setiap kondisi dan situasi.”

Kedua: Mengisyaratkan seluruh Af’al Allah, yang diungkapkan dengan kalimat yang paling ringkas, namun sempurna, karena meliputi seluruh lingkup aktivitas Allah Swt.

Hubungan paling utama dan sifat af’al kepada Allah, adalah hubungan sifat Rububiyah. Ungkapan Rabbul Alamin lebih agung dan sempurna dibandingkan ungkapan Anda: A’lal Alamin atau Khaliqul Alamin.

(4) Firman Allah Swt.:“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” (Q.s. Al-Fatihah: 3).
Ayat tersebut mengisyaratkan sifat Allah, pada saat yang lain. Tetapi Anda jangan terburu-buru beranggapan apabila ungkapan ayat tersebut sifatnya mengulang ayat sebelumnya. Sebab ayat Al-Qur’an tidak pemah terulang. Setiap pengulangan itu sendiri, tidak mengandung faedah tambahan Penyebutan “Ar-Rahmah” setelah menyebutkan “Al-Alamin” dan sebelum “Maliki Yaumid Diin”, mengandung dua faedah yang agung dalam keutamaan sifat Ar-Rahmah.

Pertama: Anda memandang makhluk Tuhan semesta alam: Bahwasanya Allah mencipta masing-masing makhluk menurut kesempurnaan ragam dan keutamaannya. Allah juga mendatangkan apa-apa yang dibutuhkan makhluk itu. Salah satu di antara alam yang dicipta adalah alam binatang.

Yang terkecil di antara binatang itu antara lain, adalah nyamuk, lalat, laba-laba dan lebah.
Lihatlah nyamuk itu. Bagaimana Allah menciptakan anggota tubuhnya, tidak ubahnya seperti anggota tubuh gajah. Sehingga nyamuk pun memiliki belalai yang memanjang sampai menyentuh kepalanya.

Kemudian Allah menunjukkan makanannya, dengan menghisap darah manusia. Anda lihat binatang itu menukikkan belalainya, kemudian ia dapatkan makanannya. Allah juga menciptakan sepasang sayap bagi nyamuk sebagai alat untuk kabur (menghindar) ketika menghadapi bahaya.

Lihat pula (binatang) lalat. Bagaimana Allah menciptakan anggota tubuhnya, dan bagaimana menciptakan dua bola matanya yang terbuka tanpa pelupuk mata. Karena kepalanya yang kecil itu tidak termuati pelupuknya. Padahal pelupuk itu dibutuhkan untuk melindungi mata dari kotoran dan debu. Lihat, bagaimana Allah menciptakan pengganti pelupuknya. berupa tambahan sepasang tangan, selam empat (dua pasang) kakinya. Anda bisa melihatjelas ketika hinggap di tanah, binatang ini selalu mengusap-usap kedua pelupuknya dengan sepasang tangannya untuk membersihkannya dari debu.

Kemudian Anda lihat laba-laba. Bagaimana Allah menciptakan ujung-ujung tubuhnya dan mengajarinya menyulam sarang, menangkap buruannya tanpa sepasang sayap pun. Allah menciptakan pula benangsari yang lengket dan bisa melar memanjang hingga binatang mi bisa menggantungkan tubuhnya pada sarangnya. Disamping juga mampu menjaring mangsanya yang mendekat ke sarang itu, lalu laba-laba ini mengikat mangsanya dengan benangsarinya yang melar dan mulutnya. Ketika mangsanya sudah tidak berdaya, maka ia pun memakannya.

Lihatlah sulaman-sulaman rumah laba-laba, bagaimana Allah menunjukkan sulaman itu benar-benar sesuai dengan kerangka geometrik yang simetris.

Lalu keajaiban yang mengagumkan pada binatang lebah. Bagaimana madu terkumpul dan juga mengalir. Rumah lebah menggambarkan suatu bangunan kokoh, berbentuk segi enam agar sekawanan lebah lainnya tidak berdesakan. Sebab mereka berkumpul memenuhi satu tempat, karena banyaknya. Apabila ia harus membangun rumahnya secara melingkar pasti banyak yang tersisa di luar. Bentuk lingkaran itu tidak punya daya lekat. Begitu pula seluruh bentuk demikian adanya.

Berbeda, misalnya dalam bentuk segi empat yang lebih melekat. Namun, karena bentuk lebah itu sendiri agak bulat, sehmgga memungkinkan di dalam rumah-rumahnya ada tempat-tempat yang masih tersisa, seperti di luarnya terdapat lubang-lubang tersisa manakala berbentuk bulat. Tidak ada bentuk yang lebih lekat dalam bentuk lingkaran, kecuali bentuk segi enam Semua itu dapat dikenal (dipelajari) dalam ilmu ukur

Lihatlah bagaimana Allah menunjukkan keistimewaan bentuk tersebut, yang mengidentifikasikan keajaiban ciptaan, kelembutan dan kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya. Hal-hal yang lebih rendah menjadi bukti atas hal-hal yang lebih tinggi. Keunikan-keunikan itu tidak mungkin dihitung dalam jangka waktu yang panjang sekalipun. Dan sebenarnya sangat mudah manakala disandarkan pada hal-hal yang tidak terbuka di balik realita ini.

Hal-hal seperti itu bisa Anda temui dalam bab “Syukur” dan “Mahabbah”. Carilah di sana jika Anda memang pakarnya. Jika Anda tidak mampu, lebih balk Anda memejamkan mata dan realita rahmat Allah, dan jangan pula melihatnya. Anda jangan pula meluangkan waktu untuk menekuni pengetahuan penciptaan secara detail. Sibukkan saja din Anda dengan syair-syair Al-Mutanabbi, keunikan-keunikan ilmu nahwu nya Imam Sibaweh, atau fiqihnya Ibnul Haddad dalam Nawadirit Thalaq, serta menekuni rekayasa perdebatan dalam ilmu kalam. Hal itu lebih layak bagi Anda, sebab citra Anda memang sebatas cita-cita dan keinginan Anda sendiri.

Allah Swt. berfirman: “Dan tidaklah bermanfaat nasihatku jika aku memberi nasihat kepadamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu.” (Q.s. Hud: 34).

“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu.”  
(Q.s. Fathir: 2).

Kembalilah pada tujuan dan maksud peringatan di balik contoh-contoh rahmat Allah yang terdapat pada makhluk di seluruh alam raya ini.

Kedua: Keterkaitannya dengan ayat: “Yang menguasai di hari pembalasan.” (Q.s. AI-Fatihah: 4).
Mengisyaratkan pada rahmat di hari pembalasan di akhirat, sebagai pahala nikmat di sisi Allah Yang Abadi, sebagai pahala atas akidah dan ibadat. Dalam masalah ini, penjelasannya sangat panjang.
Bahwa ayat tersebut bukan merupakan pengulangan —walaupun Anda melihat secara lahiriah terulang— maka Anda perlu melihat dalam latar belakang dan tujuan yang relevan, agar terbuka faedah-faedah pengulangan bagi Anda.

(5) Ayat: “Yang Maha menguasai di hari pembalasan.” (Q.s. Al-Fatihah: 4).
Adalah suatu isyarat menuju akhirat ketikamanusia “kembali”. Ayat ini termasuk bagian yang mendasar, dengan munculnya isyarat terhadap makna Al-Malak (kekuasaan Ilahi) dan Al-Malik (Yang Maha Menguasai), sebagai salah satu dan sekian sifat-sifat keagungan.

(6) Ayat: “Hanya hepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” (Q.s. Al-Fatihah: 5).

Ayat ini mengandung dua pokok pengertian yang agung:
Pertama: Ibadat secara ikhlas hanya kepada Allah Swt. Ibadat tersebut merupakan spirit dari shirathal mustaqim (jalan lurus), sebagaimana kami uraikan panjang lebar dalam bab “Jujur dan lkhlas”, serta bab “Pengecaman terhadap Pencari Pangkat dan Riya”, dari Kitab Al-Ihya’.

Kedua: Suatu akidah bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuaii Allah Swt. yang merupakan intisari akidah tauhid. Hal yang demikian, muncul secara bebas dari usaha dan kekuatan baik bersifat potensial maupun aktual, disamping mengenal bahwa Allah itu sendiri dalam keesaanNya, dalam setiap hal. Sementara seorang hamba tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa adanya pertolongan
“Iyyaakana’budu”, menunjukkan periasan jiwa melalui ibadat dan keikhlasan.
Sedangkan “Wa iyyaa kanasta’iina”, menunjukkan pembersihan jiwa dari syirik, dan berpaling pada usaha dan kekuatan.

Kami telah mengingatkan bahwa orientasi merambah shirathal mustaqim terbagi dua:
(a) Pembersihan diri dari segala hal yang tidak layak, dan
(b) Melakukan segala hal yang layak. Keduanya terkandung dalam ayat tersebut.

(7) Ayat: “Tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus.” (Q.s. Al-Fatihah: 6).
Ayat ini merupakan doa dan permohonan. sekaligus sebagai nurani ibadat. Lebih jelas lagi kami uraikan dalam Kitab Al-Ihya, perihal hajat manusia pada rasa tunduk dan butuh kepada Allah Swt., Inilah yang kami sebut dengan ruh ubudiyah, sekaligus peringatan betapa manusia sangat butuh terhadap hidayah menuju shirathal mustaqim. Karena melalui jalan inilah manusia bisa sampai kepada Allah Swt. sebagaimana kami Sebutkan di atas.

(8) Ayat: “Jalannya orang-orang yang Engkau anugerahi nikmat atas mereka, dan bukan jalannya orang-orang yang Engkau beri amarah atas mereka, dan bukan pula jalannya orang-orang yang sesat.” (Q.s. AI-Fatihah: 7).

Inilah ayat yang mengingatkan kita atas nikmat-nikmat-Nya yang dianugerahkan kepada hamba-hamba yang terkasih, dan sebaliknya mengingatkan atas siksa serta amarah atas musuh-musuh-Nya, agar muncul rasa cinta dan hormat dari lubuk hati yang dalam. Kami telah menyebutkan di atas bahwa kisah-kisah para Nabi dan musuh-musuh-Nya masing-masing merupakan bagian dari AI-Qur’an.

Dan sistem sepuluh bagian dalam Al-Qur’an, maka Al-Fatihah mengandung delapan substansi esensial:
(1) Dzat,
(2) Sifat,
(3) Af’al,
(4) Penyebutan hari akhirat,
(5) Shirathal mustaqim dengan dimensi-dimensinya, yakni pembersihan dan periasan jiwa,
(6) Penyebutan nikmat terhadap para auliya’ (kekasih Allah),
(7) Amarah terhadap musuh-musuh Allah,
(8) Penyebutan tempat kembalinya ummat manusia.

Dalam kaitan ini muncul dua bidang:
(a) Mengalahkan hujjah orang-orang kafir, dan
(b) Hukum-hukum fiqih dan para fuqaha’ Masing-masing berkembang dalam Ilmu Kalam dan Ilmu Fiqih.

Kedua bidang tersebut muncul dalam kenyataan sejarah struktur Iimu-ilmu Agama. Namun, disayangkan, munculnya lebih banyak dilatari oleh ambisi harta dan popularitas pangkat belaka.

AL-FATIHAH MERUPAKAN KUNCI DELAPAN PINTU SURGA

Kami akan uraikan kepada Anda secara detail soal ini. Bahwasanya Surat Al-Fatihah merupakan pembuka Al-Qur’an dan sekaligus kunci surga. Mengapa disebut kunci, karena pintu-pintu surga itu ada delapan. dan esensi Al-Fatihah sendiri kembali pada delapan makna.

Perlu diketahui, setiap bagian dari delapan esensi tersebut merupakan kunci-kunci pintu surga sebagaimana tersebut dalam Hadis-hadis Nabi Saw. Manakala Anda tidak melapisi hati Anda dengan iman dan pembenaran terhadap hal ini, sementara Anda masih menuntut suatu hubungan-hubungan tertentu di dalamnya, maka Anda perlu meninggalkan pemahaman Anda terhadap surga secara empirik. Anda tidak lagi samar, bahwa setiap bagian tersebut membuka pintu taman-taman pengetahuan, seperti kami tunjukkan dalam keajaiban-keajaiban makhluk Allah di atas.

Anda juga membuat dugaan bahwa ruh orang arif yang telah dibukakan taman ma’rifatnya, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan orang yang masuk surga yang diliputi hasrat konsumtif dan seksual. Tentu, tidak bisa disamakan. Bahkan tidak dipungkiri, kecintaan ahli ma’rifat terhadap surga berada pada pintu-pintu ma’rifat itu sendiri, untuk melihat kerajaan langit dan bumi, keagungan ciptaan dan gerakannya, lebih dari sekadar kecintaannya terhadap orang yang dinikahi, makanan yang dimakan dan pakaian yang dipakai.

Bagaimana tidak? Kecintaan yang demikian lebih banyak melingkupi orang-orang arif yang memandang dengan lubuk jiwanya, sedangkan mereka di surga berkawan dengan para malaikat di Firdaus yang tinggi. Sementara para malaikat sendiri tidak pernah mengonsumsi makanan, minuman, pernikahan maupun pakaian. Mungkin saja, kenikmatan hewani dengan konsumsi makanan, minuman dan hasrat seksual merupakan nilai tambah atas hedonitas manusia. Apabila Anda memandang bahwa bergaul dengan binatang dengan perikebinatangannya sebagai Sesuatu yang lebih berhak untuk diraih, dibandingkan pergaulan kemalaikatan, dalam hal kebahagiaan dan kecintaan ketika berada di hadirat Rububiyah; maka, betapa Anda sangat bodoh dan tergoda. Betapa rendah cita-cita dan citra Anda dalam batas hasrat Anda!

Sementara ketika dibukakan pintu-pintu surga kema’rifatan bagi orang-orang arif, mereka merasa tentram di dalamnya, sama sekali tiada pernah berpaling pada surge orang-orang bodoh. Sebab, memang, mayoritas ahli surga adalah orang-orang bodoh dengan cakrawala surganya. Sedangkan surga orang-orang yang luhur derajatnya, adalah surga bagi mereka yang memiliki lubuk jiwa keagamaan, sebagaimana disebutkan oleh Hadis Nabi Saw.

Sedangkan Anda yang terlalu membatasi cita-cita Anda, hanya pada kelezatan dan hasrat hewani, tidak lebih atau bahkan sepadan dengan kelas binatang-binatang. Anda tidak mungkin memungkiri bahwa derajat-derajat surga itu, dapat diperoleh melalui ketekunan ma’rifat. Apabila taman-taman ma’rifat tidak berhak dinamakan sebagai surga, maka justru surgalah yang berhak atas taman-taman ma’rifat tersebut, sehingga menjadi kunci-kunci surga. Anda pun akhirnya tidak dapat mengingkari lagi bahwa di dalam Al-Fatihah itu, terdapat kunci-kunci seluruh pintu surga

Sufinews