رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ


"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."

Selasa, 22 Juli 2014

Berpuasa Masih Suka Bohong, Puasanya Tidak Diterima dan Tidak Diberi Pahala






Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Bohong atau dusta termasuk dosa besar dan jalan pintas menghantarkan ke neraka. “Jauhilah perbuatan dusta, dan perbuatan dosa menunjukkan kepada neraka, dan sesungguhnya seseorang yang biasa berdusta, ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (Muttafaq ‘Alaih)

Tuntutan ibadah Shiyam bukan hanya meninggalkan makan, minum, hubungan suami istri, dan pembatal-pembatal puasa lainnya. Tapi juga perkara-perkara maksiat dan perbuatan dosa, di antaranya berbohong atau berdusta. Karena tujuan dari puasa itu untuk membentuk pribadi yang bertakwa. Dan tujuan tersebut bisa tercapai jika dalam pelaksanaanya, seorang shaim membiasakan diri dengan amal-amal takwa.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengabarkan tentang nilai puasa kebanyakan manusia, hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Hal tersebut tidak lain karena kurangnya perhatian kepada subtansi, ruh, dan tujuan ibadah.

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
Betapa banyak orang yang ebrpuasa tidak mendapatkan dari puasanya kecuali lapar,” (HR. Ibnu Majah, dari Abu Hurairah. Hadits ini dishahihkan Syaikh Al-Albani)

Dalam riwayat lain,

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ
Betapa banyak orang berpuasa, bagiannya dari puasanya hanya lapar dan dahaga.” (HR. Al-Thabrani dalam Al-Mu’jam al-Kabir, Imam Ahmad dalam al-Musnad, Al-Hakim dalam Mustadraknya, dan selainnya)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah memperingatkan bahaya dusta dan perkataan buruk lisan lainnya dari orang yang berpuasa. Tidak lain agar mereka tidak merugi dalam puasanya, tidak hanya mendapatkan lapar dan dahaga semata.
 Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
 
وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
Dan apabila di hari puasa salah seorang kalian maka janganlah ia berkata jorok dan berteriak-teriak (membentak-bentak karena emosi); apabila ada seseorang yang mencaci atau mengajaknya kelahi hendakanya ia mengatakan: Sungguh aku ini sedang berpuasa.” (Muttafaq ‘Alaih)

Masih dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya maka Allah tidak butuh pada ia meninggakan makan dan minumnya.” (HR. Al-Bukhari)

Maknanya, puasa yang disertai berkata bohong atau dusta bukanlah puasa yang Allah kehendaki dari hamba. Allah menolak puasa yang demikian dan tidak mau menerimanya (Ibnul Munir dalam Al-Hasyiyah). Makna ini seperti firman Allah (artinya),Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya,” (QS. Al-Hajj: 37) 
Yang maknanya: Tidak mendapatkan keridhaan Allah yang menyebabkan Allah menerimanya.
Ibnul ‘Arabi berkata: Konsekuensi hadits ini bahwa orang yang melakukan apa yang telah disebutkan maka ia tidak akan diberi pahala atas puasanya.”
 Hadits di atas mewajibkan atas orang yang berpuasa untuk meninggalkan setiap perkataan dan perbuatan haram. Karena Allah mewajibkan puasa supaya pelakunya bertakwa. Yaitu agar orang-orang beriman yang berpuasa itu bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan meninggalkan apa-apa yang diharamkan-Nya. Bukan tujuan Allah untuk mempersulit hidup mereka dengan tidak makan, minum, dan jima’. Tapi menginginkan agar mereka melaksanakan perintah-Nya dan mejauhi larangan-larangan-Nya sehingga puasa menjadi madrasah untuk membiasakan diri meninggalkan perkara-perkara haram dan melaksanakan perkara-perkara wajib. Apabila hal ini berjalan sempurna selama satu bulan; ia menjaga agamanya, melaksanakan kewajiban dan meninggalkan keharaman maka akan ada perubahan besar pada kehidupannya kepada yang lebih baik. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]