رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لا يَنْبَغِي لأحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ


"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."

Rabu, 17 September 2014

Pinjam - Meminjam Barang Menurut Islam



ORANG hidup, tentu saja suatu waktu akan bermuamalah dengan orang lain. Salah satunya adalah pinjam-meminjam. Soal ini, Islam agama kita yang mulia sudah mengaturnya.

`Ariyah adalah memberikan manfaat dari suatu barang kepada orang lain, tanpa mengurangi nilai barang tersebut. Dengan kata lain, barang tersebut boleh dipinjam untuk dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya, dan setelah itu harus dikembalikan dalam keadaan semula, dengan catatan tidak boleh terjadi kerusakan sedikit pun. Jadi, setiap barang yang dapat diambil manfaatnya tanpa mengakibatkannya rusak atau berkurang nilainya, boleh dipinjamkan.

Kewajiban mengembalikan barang pinjaman dalam keadaan seperti semula ini ditegaskan dalam hadis. Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda :

 “Pinjaman wajib dikembalikan, dan orang yang menjamin sesuatu harus membayar.” 
(HR. Abu Dawud dan Tirmizi)

Hukum meminjamkan suatu barang, ada empat.
1. sunnah dengan tujuan saling tolong-menolong antar sesama.
2. wajib, misalnya meminjamkan mukena untuk sholat bagi orang yang membutuhkannya.
3. haram, apabila meminjamkan suatu barang untuk keperluan maksiat atau kejahatan.

Rukun pinjam-meminjam.

1. syarat bagi yang meminjamkan, adalah memiliki hak sepenuhnya atas barang tersebut. Oleh karena itu si peminjam dilarang meminjamkan barang pinjaman kepada orang lain, karena barang tersebut bukan miliknya. Dalam hal ini anak kecil dan orang yang dipaksa, tidak sah meminjamkan.
2. yang meminjam haruslah orang yang berhak menerima kebaikan dan bertanggung-jawab. Dengan demikian anak kecil dan or­ang gila tidak berhak mendapatkan pinjaman.
3. barang yang dipinjam haruslah:
a. memberi manfaat.
b. tidak rusak akibat dimanfaatkan sesuai fungsinya.
4. ijab qobul, kesepakatan antara peminjam dan pemilik barang yang meminjamkan.

Apabila barang yang dipinjam itu rusak, selama dimanfaatkan sebagaimana fungsinya, si peminjam tidak diharuskan mengganti, Sebab pinjam-meminjam itu sendiri berarti saling percaya-memercayai. Akan tetapi kalau kerusakan barang yang dipinjam akibat dari pemakaian yang tidak semestinya atau oleh sebab lain, maka wajib menggantinya.

Shofwan bin Umaiyah menginformasikan, sesungguhnya Nabi SAW telah meminjam beberapa baju perang dari Shofwan pada waktu Perang Hunain. Shofwan bertanya: “Paksaankah, ya Muhammad?” Rasulullah SAW menjawab: “Bukan, tetapi pinjaman yang dijamin”. Kemudian (baju perang itu) hilang sebagian, maka Rosulullah SAW mengemukakan kepada Shofwan akan menggantinya. Shofwan berkata: “Aku sekarang telah mendapat kepuasan dalam Islam.”  
(HR. Ahmad dan Nasai).