Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah seorang Sufi agung sekaligus
ahli ilmu kimia. Suatu hari beliau memohon kepada Allah swt, agar diberi
petunjuk bagaimana besi bisa jadi emas. Aklhirnya mendapatkan Ilham
dari Allah, agar membakar besi itu, dan setelah itu dikencingi.
Benar, apa yang terjadi, akhirnya besi itu berubah jadi emas.
Tidak jelas, kenapa harus dikencingi dan apa kandungan kencing. Apa
hubungan air kecing dengan benda-benda besi dan emas?
Akhirnya Syeikh Abul Hasan bermohon kepada Allah. “Ya Allah kenapa proses ini harus melalui najis?”
Lalu dijawab oleh Allah, swt, “Sesuatu yang kotor, prosesnya lewat jalan yang kotor pula…”.
Akhirnya emas itu dikencingi lagi, dan berubah jadi besi sebagaimana semua.
Emas adalah lambang kemewahan dan harta dunia. Dan dunia itu kotor, maka dilambangkan puila dengan proses najis secara kimiawi.
Anekdot emas 2
Ada
seorang ahli khalwat di daerah Madura yang luar bisaa. Konon hanya 35
hari sekali keluar. Orang aneh ini, menurut penduduk di sana, pusarnya
banyak sekali mengelilingi perutnya.
Yang menjadi masalah, banyak
orang menunggu kapan orang tersebut keluar dari tempat khalwatnya.
Bukannya orang-orang itu mohon didoakan, tetapi menunggu kapan sosok
aneh ini membuang air besar.
Kadang penduduk sekitar sana, melihat kadang-kadang tidak melihat. Kadang sosok aneh ini buang air besar kadang tidak.
Ketika buang air besar mereka berebut mengambil tinjanya. Lho?
Sebab
setiap yang keluar dari perutnya itu, bukan berupa tinja kuning seperti
layaknya kebanyakan orang. Tetapi yang keluar adalah warna kuning emas,
dan kenyataannya adalah emas.
Rupanya orang aneh ini pandai dan
arif mendidik masyarakat sekitarnya melalui tinja. Bahwa sehebat-hebat
harta dunia yang dilambangkan dengan emas, ternyata nilainya tak lebih
dari tinja manusia. Wuiih!
Anekdot emas 3
Seorang
ustadz di pesanren sedang menjelaskan tentang pandangan beberapa mazhab
fiqih mengenai perhiasan emas yang dipakai oleh lelaki muslim.
“Menurut Imam Syafi’i seorang laki-laki muslim haram hukumnya memakai perhiasan emas. Namun boleh menurut Imam Maliki….”
Diskusi
jadi panjang, ketika muncul pertanyaan bagaimana menurut mazhab
syafi’i, lelaki yang menggunakan batu permata seperti berlian yang
harganya lebih mahal dari emas, atau menggunakan batu zamrud yang
nilainya ratusan juta? Apakah halal atau haram?
Sang Ustadz memberi argumen ngalor ngidul, yang dinilai cukup masuk akal.
Tiba-tiba, seorang gadis dalam arena itu penasaran bertanya?
“Kenapa
sih Pak Ustadz, laki-laki tidak boleh menggunakan perhiasan emas,
sedangkan kami boleh? Apakah Allah membuat perbedaan gender dalam kasus
ini?”
“Ya, memang.…Tapi karena kaum lelaki sudah dipanggil Mas…Mas…Maaaaasss…untuk apa pakai emas segala?”
He he he…Nggak lucu ah!
Anekdot emas 4
Seorang Kyai Fadlun,
dari Jawa Timur, seringkali diomelin oleh isterinya (Ibu Nyai), karena
begitu banyak menolong ummat melalaui nasehat dan doa. Dan mereka yang
ditolong oleh Kyai itu sukses. Biasanya ketika sukses sudah tidak
kembali lagi.
“Pak Yai, kenapa orang-orang yang ditolong pada
sukses, tapi kehidupan kita cuma begini-begini saja. Apa tidak punya doa
atau apalah yang bisa membuat kita jadi sukses lebih hebat lagi, lebih
kaya lagi.
Kenapa mesti orang lain teruuus?” protes Ibu Nyai pada sang Kyai.
Rupanya sang Kyai hanya tersenyum belaka.
“Coba kamu ambil gentheng di rumah kita yang ada dekat wuwungan pojok...” kata Kyai itu.
“
Sebelll akh… Masak minta fasilitas lebih malah disuruh naik gentheng.
Nanti apa kata tetangga. Ibu Nyai kok naik-naik wuwungan, lagi nyari
apaan tuh.…Nggak lucu akh…”
“Sudahlah..Ikuti saja. Katanya kamu mau minta harta emas berlian.”
Ibu
Nyai akhirnya nekad naik gentheng. Dengan bersungut-sungut agar tidak
dilihat tetangga, nekad juga akhirnya. Begitu ia dapatkan gentheng itu,
ia bolak balik, sembari membatin, apa sih istemewanya gentheng tanah
ini?
Setelah tuerun membawa gentheng, ia serahkan benda itu ke suaminya, dengan muka masem.
Genteng
itu dipegang oleh Pak Kyai, lalu dibungkus kain. Kemudian Kyai itu
memberikan kembali ke isterinya, agar dibuka. Ternyata begitu terjeutnya
sang Bu Nyai, gentheng tanah tadi berubah jadi emas semua.
Ibu Nyai kaget bukan main. Dengan muka pucat ia tak bisa bicara.
“Kamu pilih mana, nikmat-nikmat Allah disegerakan di dunia, atau nanti di akhirat?”
Ibu
Nyai menyadari kesalahannya, dan menangis memohon ampun kepada Allah
Ta’ala. Seketika genheng emas tadi berubah jadi gentheng tanah. Sejak
saat itu, ia kapok protes pada suaminya.
Siapa yang Menggoda Syetan?
Syetan
rupanya sangat bangga dengan tugasnya, menggoda manusia untuk berbuat
jahat. Namun manusia yang satu ini rupanya juga penasaran. Kalau begitu,
siapa yang menggoda syetan? katanya dalam hati.
Orang itu tak
lain Mukidin, pertugas pentakmir masjid di dekat rumahnya. Dia sekarang
makmur karena bisa korupsi di sana sini. Suatu ketika Mukidin bertanya
pada seorang Kiai Sufi.
“Pak Kiai, syetan itu kan punya tugas menggoda manusia, lalau siapa yang menggoda syetan?” tanyanya agak sombong
“Ya kamu itu yang menggoda syetan!” kata Kiai seraya mengumbar tawa.
Mukidin pun ikut tertawa sampai-sampai perutnya yang buncit itu berguncang-guncang.
Suasana
sejenak hening, dan Mukidin hanya tertunduk sambil merenungi dirinya.
Benarkah dirinya bisa menggoda syetan, sedangkan syetan dari ujung
rambut hingga kakinya pun belum ia kenal?
Setelah beberapa bulan ia menyadari akan tindakan buruknya selama ini, ia bertobat lalu mendatangi Kiai Sufi itu.
“Benar Pak Kiai, saya memang sering menggoda syetan,” katanya.
“Ya, kalau kamu tidak menggodanya, syetan tidak berani menggodamu,” kata Kiai itu yang disambut manggut-manggut Mukidin
Memanggil Iblis
Abu
Sa’id al-Kharraz (w. 277 H/890 M) adalah Sufi terkenal dengan sejumlah
karya monumentalnya. Ia berasal dari Baghdad dan berguru pada Dzun Nun
al-Mishri dan an-Nabaji, juga berguru kepada Abu Ubaid al-Bishri dan
Bishri Ibnu al-Harits.
Suatu hari, al-Kharraz bermimpi bertemu iblis.
Iblis kelihatan menjauh darinya. Melihat iblis semakin menjauh lalu
al-Kharraz pun memanggilnya.
“Hai Iblis! Kemarilah, apa sebenarnya maumu?,” katanya.
“Apa
yang akan kulakukan padamu, sedangkan dirimu telah membuang dari dirimu
sendiri, padahal yang kau buang itu bisa kugunakan untuk menipu
manusia,” jawab sang Iblis.
“Apa itu?”
“Dunia!”
“Iblis kelihatan sangat segan dengan al-Kharraz, tapi pelan-pelan ia menoleh kepadanya.
“Tapi aku masih punya sesuatu berupa bisikan halus untukmu,” kata Iblis.
“Apa itu?”
“Bergaul dengan orang yang banyak bicaranya.” jawab Iblis.