Pada masa Timur Lenk, infrastruktur rusak, sehingga hasil pertanian
dan pekerjaan lain sangat menurun. Pajak yang diberikan daerah-daerah
tidak memuaskan bagi Timur Lenk. Maka para pejabat pemungut pajak
dikumpulkan. Mereka datang dengan membawa buku-buku laporan. Namun Timur
Lenk yang marah merobek-robek buku-buku itu satu per satu, dan menyuruh
para pejabat yang malang itu memakannya. Kemudian mereka dipecat dan
diusir keluar.
Timur Lenk memerintahkan Nasrudin yang telah dipercayanya untuk
menggantikan para pemungut pajak untuk menghitungkan pajak yang lebih
besar. Nasrudin mencoba mengelak, tetapi akhirnya terpaksa ia
menggantikan tugas para pemungut pajak. Namun, pajak yang diambil tetap
kecil dan tidak memuaskan Timur Lenk. Maka Nasrudin pun dipanggil.
Nasrudin datang menghadap Timur Lenk. Ia membawa roti hangat.
“Kau hendak menyuapku dengan roti celaka itu, Nasrudin ?” bentak
Timur Lenk. “Laporan keuangan saya catat pada roti ini, Paduka,” jawab
Nasrudin dengan gaya pejabat.
“Kau berpura-pura gila lagi, Nasrudin ?” Timur Lenk lebih marah lagi.
Nasrudin menjawab takzim, “Paduka, usiaku sudah cukup lanjut. Aku tidak
akan kuat makan kertas-kertas laporan itu. Jadi semuanya aku pindahkan
pada roti hangat ini.”