Sesekali, Timur Lenk ingin juga mempermalukan Nasrudin. Karena
Nasrudin cerdas dan cerdik, ia tidak mau mengambil resiko beradu
pikiran. Maka diundangnya Nasrudin ke tengah-tengah prajuritnya. Dunia
prajurit, dunia otot dan ketangkasan.
“Ayo Nasrudin,” kata Timur Lenk, “Di hadapan para prajuritku,
tunjukkanlah kemampuanmu memanah. Panahlah sekali saja. Kalau panahmu
dapat mengenai sasaran, hadiah besar menantimu. Tapi kalau gagal, engkau
harus merangkak jalan pulang ke rumahmu.”
Nasrudin terpaksa mengambil busur dan tempat anak panah. Dengan
memantapkan hati, ia membidik sasaran, dan mulai memanah. Panah melesat
jauh dari sasaran. Segera setelah itu, Nasrudin berteriak, “Demikianlah
gaya tuan wazir memanah.”
Segera dicabutnya sebuah anak panah lagi. Ia membidik dan memanah
lagi. Masih juga panah meleset dari sasaran. Nasrudin berteriak lagi,
“Demikianlah gaya tuan walikota memanah.”
Nasrudin segera mencabut sebuah anak panah lagi. Ia membidik dan
memanah lagi. Kebetulan kali ini panahnya menyentuh sasaran. Nasrudin
pun berteriak lagi, “Dan yang ini adalah gaya Nasrudin memanah. Untuk
itu kita tunggu hadiah dari Paduka Raja.”
Sambil menahan tawa, Timur Lenk menyerahkan hadiah Nasrudin.