Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Pencipta dan pengatur alam raya dengan qudrah-Nya yang agung.
Menundukkan apa saja yang ada di dalamnya untuk manusia supaya mereka
menjadi khalifah-Nya di bumi dengan menegakkan ajaran dien-Nya yang
lurus dan suci yang telah disampaikan oleh hamba dan utusan-Nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Kemarau panjang sehingga menyebabkan
kekeringan, gagal panen, langkanya air bersih dan kesulitan-kesulitan
lainnya membuat masyarakat menderita dan mengalami kesulitan hidup.
Dalam kondisi seperti ini disunnahkan untuk memperbanyak istighfar dan
doa istisqa' (meminta hujan). Salah satunya melalui shalat istisqa' yang
telah dibahas pada tulisan sebelumnya.
Kenapa memperbanyak istighfar? Karena
kemarau panjang dan paceklik yang terjadi di suatu negeri disebabkan
oleh dosa penduduknya. Hal ini seperti yang sudah kami bahas dalam dua
tulisan sebelumnya.
Oleh sebab itulah, saat melihat angin kencang dan mendung hitam, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
khawatir kalau-kalau itu adalah sebab azab yang diutus oleh Allah
sebagai hukuman atas kemaksiatan manusia. Sehingga kekhawatiran itu
sangat tampak jelas di wajahnya, sebagaimana yang dituturkan Aisyah pada
hadits riwayat Muslim. Dan saat terjadi hujan, berarti perubahan
kondisi alam tadi bukan sebagai azab. Oleh karena itu, kekhawatiran
beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam hilang dan berganti gembira. Lalu beliau bersabda, "ini adalah rahmat."
Sedangkan melaksanakan doa istisqa'
dengan mengerjakan shalat istisqa' adalah karena hujan itu berada di
bawah kekuasaan Allah, tidak turun kecuali dengan perintah-Nya. Maka
jika lama tidak turun hujan, Islam memerintahkan untuk berdoa kepada
Dzat yang menciptakan dan menguasai hujan tersebut, yaitu Allah Ta'ala
semata. Mendirikan shalat istisqa' juga sebagai bentuk tawassul agar doa
dikabulkan dan permintaan dipenuhi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
"Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat. . ." (QS. Al-Baqarah: 153)
Jika Hujan Sudah Turun
Berkaitan dengan hujan, Allah
menjadikannya sebagai nikmat dan rahmat bagi makhluk-makhluk-Nya, tidak
terkecuali manusia. Bahkan Al-Qur'an menyebutkannya sebagai sumber
kehidupan.
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
"Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (QS. Al-Anbiya': 30)
Namun di satu sisi, Allah juga pernah
menjadikan hujan dan berlimpahnya air sebagai hukuman atas kaum
pembangkang, seperti yang menimpa kaum Nabi Nuh 'Alaihissalam.
وَنُوحًا
إِذْ نَادَى مِنْ قَبْلُ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ
مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ وَنَصَرْنَاهُ مِنَ الْقَوْمِ الَّذِينَ
كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمَ سَوْءٍ فَأَغْرَقْنَاهُمْ
أَجْمَعِينَ
"Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum
itu ketika dia berdoa, dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami
selamatkan dia beserta pengikutnya dari bencana yang besar. Dan Kami
telah menolongnya dari kaum yang telah mendustakan ayat-ayat Kami
Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat, maka Kami tenggelamkan
mereka semuanya." (QS. Al-Anbiya': 76-77)
Maka saat turun hujan, kaum muslimin
yang menyaksikannya berharap agar hujan tersebut membawa kebaikan dan
menjadi rahmat sebagaimana yang pernah diajarkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Di antara doa/dzikir tersebut adalah:
Pertama: Membaca doa:
اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
ALLAHUMMA SHAYYIBAN NAAFI'A
Artinya: Ya Allah, (jadikan hujan ini) hujan yang membawa manfaat (kebaikan).
Diriwayatkan dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ : اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
"Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam apabila melihat hujan beliau berdoa: ALLAHUMMA SHAYYIBAN
NAAFI'A (Ya Allah, -jadikan hujan ini- hujan yang membawa manfaat
-kebaikan-." (HR. Al-Buhari)
Kedua: membaca:
رَحْمَةٌ
rahmatun
Artinya: ini adalah rahmat.
Diriwayatkan dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
apabila terjadi angin kencang dan awan tebal maka beliau sangat
khawatir yang dapat diketahui melalui wajah beliau. Beliau
mondar-mandir. Dan jika turun hujan, maka beliau terlihat senang dan
hilang kekhwatiran tadi. Lalu 'Aisyah menanyakan kepada beliau perihal
tadi. Maka beliau menjawab, "Sungguh aku khawatir kalau itu menjadi azab
yang ditimpakan kepada umatku." Dan apabila beliau melihat hujan,
beliau bersabda: rahmatun (ini adalah rahmat). (HR. Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim menjelaskan
tentang makna hadits di atas, "Di dalamnya terdapat anjuran bersiaga
dengan mendekatkan diri kepada Allah dan berlindung kepada-Nya saat
terjadi perubahan kondisi alam dan munculnya penyebab musibah.
Kekhawatiran beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam kalau-kalau diazab dengan maksiatnya ahli maksiat. Dan gembiranya beliau karena hilangnya sebab kekhawatiran."
Ketiga: Menisbatkan hujan kepada Allah, bukan kepada selainnya seperti kepada bintang.
Dari Zaid bin Khalid Radhiyallahu 'Anhu menceritakan, kami keluar bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada
tahun Hudaibiyah, lalu pada suatu malam kami mendapat hujan. Maka pada
seusai beliau mengimami kami pada shalat shubuhnya, beliau menghadap
kepada kami, lalu bersabda: 'Tahukah kalian apa yang dikatakan oleh
Rabba kalian?' Kami menjawab: 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.'
Kemudian beliau bersabda:
قَالَ
اللَّهُ أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ بِي فَأَمَّا مَنْ
قَالَ مُطِرْنَا بِرَحْمَةِ اللَّهِ وَبِرِزْقِ اللَّهِ وَبِفَضْلِ اللَّهِ
فَهُوَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا
بِنَجْمِ كَذَا فَهُوَ مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ كَافِرٌ بِي
"Allah berfirman: di pagi ini ada di
antara hamba-hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan yang ingkar kepada-Ku.
Adapun orang yang mengatakan, 'kami diberi hujan karena rahmat Allah,
rizki dan karunia-Nya,' maka ia beriman kepada-Ku dan kufur terhadap
bintang-bintang. Adapun orang yang mengatakan, 'kami diberi hujan karena
bintang ini dan bintang itu,' maka ia beriman kepada bintang-bintang
dan kufur kepada-Ku." (HR. al-Bukhari dan Muslim, lafaz milik Al-Bukhari)
Keempat: memperbanyak doa saat turun hujan, karena termasuk waktu yang mustajab. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
اطلبوا استجابة الدعاء عند التقاء الجيوش و إقامة الصلاة و نزول الغيث
"Carilah pengabulan doa pada saat bertemunya dua pasukan, pada saat iqamah shalat, dan saat turun hujan."
(HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak: 2/114 dan dishahihkan olehnya. Lihat
Majmu' fatawa: 7/129. Dishahihkan Al-Albani dalam al-Silsilah
al-Shahihah no. 1469 dan Shahih al-Jami' no. 1026)
Penutup
Islam mengajarkan banyak zikir dan doa
pada beberapa kondisi. Semua itu agar hamba Allah selalu ingat dan
kembali kepada-Nya. Menyadari bahwa semua kebaikan ada di tangan-Nya.
Sehingga dia senantiasa berharap dan memohon kebaikan hanya kepada-Nya
semata. lalu diikuti dengan syukur kepada-Nya dengan menggunakan nikmat
untuk taat kepada-Nya. Dan seperti itu pula saat melihat hujan turun.