"Ya Rabb-ku, ampunilah aku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan, yang tidak dimiliki oleh seorangpun juga sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi’."
Senin, 23 Januari 2012
Belajar Dari Musibah
Hidup di dunia adalah ujian, Allah swt berfirman: “Dialah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia lebih perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Al- Mulk/67:2). Maka peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia ini adakalanya terasa manis, atau sebaliknya ada yang terasa pahit. Ada kejadian-kejadiannya yang tampak indah dan menyenangkan, atau sebaliknya ada yang tampak jelek dan menakutkan.
Semua yang manis, indah dan menyenangkan, itulah mungkin yang kita sebut kenikmatan dan karunia. Adapun semua yang pahit, jelek dan menakutkan dari peristiwa yang menimpah kita, itulah mungkin yang kita sebut musibah.
Yang perlu kita bangun dalam diri kita adalah bahwa dibalik peristiwa itu ada hikmah, baik yang dinilai sebagai keburukan atau kebaikan, bukankah Allah mengatakan dalam Al-Qur’an bahwasannya: “Dialah yang membuat segala sesuatu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al-sajdah/32:7).
Prof. M. Quraiys Shihab mengatakan: “Segala yang diciptakan oleh Allah semuanya adalah baik. Keburukan adalah akibat keterbatasan pandangan. Ia sebenarnya tidak buruk, tetapi nalar manusia mengiranya demikian. Keterbatasan pandangan pada objek tersebut menjadikan si pemandang melihatnya buruk. Tetapi jika wajah dipandang secara menyeluruh, maka titik hitam tersebut justru menjadi unsur kecantikannya.
Karena itulah, maka Allah mengingatkan bahwa: “Boleh jadi engkau tidak senang kepada sesuatu, padahal dia itu baik untuk kamu, dan boleh jadi juga engkau menyenangi sesuatu padahal itu buruk untuk kamu, Allah mengatahui dan kamu tidak mengetahui” (QS. Al-Baqarah/2:216). (Jurnal Studi Al-Qur’an, Januari 2006).
Musibah dan Bala’ (ujian) Pasti Datang.
“Dan aku pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah/2:155).
Itulah beberapa musibah atau bala’ yang dapat menimpah semua orang. Baik disebabkan karena ulah jahat manusia atau memang sudah kehendak Allah swt, untuk menjelaskan bahwa kehidupan ini adalah ujian. “Tak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah” (QS.Al- Taghaabun/64:11).
Musibah pada dasarnya didatangkan Allah karena ulah atau kesalahan manusia. Sedangkan bala’ tidak mesti demikian, dan bahwa tujuan bala’ adalah peningkatan derajat seseorang di hadapan Allah SWT.
Maka kita dapat mendengar, melihat, bahkan mungkin merasakannya sendiri adanya musibah atau bala’. Orang yang tinggal di daerah dataran tinggi, dengan mudah terkena musibah longsor. Yang tinggal di daerah dataran rendah, dengan mudah tersapu musibah banjir. Dan yang merasa aman, karena ia tinggal di daerah yang dipandang aman, jauh dari longsor ataupun banjir, kalau waktunya sudah tiba, musibah pasti datang kepadanya, atau justru ia yang mendatangi musibah.
Musibah itu bisa berupa kebakaran, kecelakaan, sakit, kematian dan yang lainnya. Dan cukuplah sebagai pelajaran yang tak terlupakan sekaligus peringatan bagi kita semua, ketika Allah swt menunjukkan kembali sedikit keagungan dan kebesaran- Nya, dengan tsunami yang terjadi di Jepang yang mengakibatkan banyak korban jiwa. Sungguh merupakan peristiwa yang sangat luar biasa serta menimbulkan dampak yang amat besar.
Musibah, bala’ & Sikap seorang Muslim
Karena ujian dan musibah merupakan sebuah kepastian, maka tak seorangpun yang luput darinya. Semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin berat pula ujiannya. Karena itu, Rasulullah saw pernah mengajarkan jurus jitu kepada umat Islam dalam menjalani ujian hidup ini, terutama untuk menghadapi musibahnya, sekaligus sebagai pujian bagi seorang mukmin yang telah berhasil mendapatkan manisnya keimanan.
Rasulullah saw mengatakan: “Orang mukmin itu memiliki keunikan, sehingga suluruh urusannya menjadi baik untuknya, dan keunikan ini tidak dimiliki oleh siapapun kecuali oleh orang yang mukmin. Yaitu; apabila ia mendapatkan kenikmatan, ia pandai bersyukur, hal ini baik baginya, dan apabila ia mendapatkan musibah, ia tegar bersabar, hal ini juga baik baginya” (HR. Muslim, riwayat dari sahabat Abu Yahya Shuhaib bin Sinan ra).
Bahkan di dalam hadits qudsiy, Rasulullah menerangkan, bahwa Allah berfirman: “Tidak ada balasan bagi hamba-Ku yang mukmin dari penduduk dunia, ketika Aku mengambil kesenagannya lalu ia merelakannya, kecuali surga” (HR. Bukhari, riwayat dari Abu Hurairah ra).
Sehingga seorang muslim dengan keimanan yang ia miliki dapat melihat ujian atau bala’ sebagai hal yang menyenangkan. Allah berfirman: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Aku akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah. Dan hanya kepada Akulah kamu dikembalikan” (QS. Al-Anbiya/21:35). Nabi Sulaiman as, misalnya, yang diberi aneka kuasa dan kenikmatan, menyadari fungsi nikmat sebagai ujian sehingga beliau berkata sebagimana diabadikan Al-Qur’an: “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmatnya)?” (QS. Al-Naml/27:40).
Maka cukuplah sebagai solusi terapi mental yang paling manjur bagi orang-orang yang beriman ketika musibah dunia menguncangnya, pesan Allah berikut ini: “… Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu, orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata:”Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un” (sesungguhnya kami milik Allah, dan kepada-Nya kami kembali). Mereka itulah orang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. Al-Baqarah/2:155-157).
Dengan ingat dan sadar, dari mana kita berasal, untuk apa kita hidup dan kemana kita akan kembali? seseorang akan mendapatkan kembali kekuatan dan staminanya untuk terus bertahan dan melanjutkan sisa perjalanan hidupnya untuk menjadi lebih baik. Sementara ajaran idiologi selain Islam tidak sanggup menyelamatkan pemeluknya dari keterpurukan moral dan mental bahkan bunuh diri, di saat peristiwa dunia menghimpitnya dan musibah mengguncang kehidupannya. Maha Suci Engkau ya Allah, yang seluruh penghuni langit dan bumi selalu bertasbih kepada-Mu.
Musibah Adalah Ujian
Musibah ini diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk menguji keimanan mereka, agar di ketahui siapa di antara mereka yang imannya benar-benar mutiara dan yang imannya hanya sekedar beling pecahan kaca.
Allah berfirman: ”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan “kami telah beriman” sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS. )
Maka musibah ini bertujuan untuk menempa manusia beriman, agar tidak berputus asa akibat jatuhnya musibah, walau hal tersebut terjadi karena kesalahan sendiri. Sebab boleh jadi ada kesalahan yang tidak disengaja atau karena kelengahan. Dalam Al-Qur’an Allah SWT menjelaskan: “Tidak suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudh) sebelum Aku menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Aku jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al-Hadid/57:22)
Musibah adalah peringatan & peghapus dosa
Musibah ini diberikan kepada orang-orang mukmin yang telah melakukan dosa dan berhak untuk disiksa, lalu Allah ingin menghapus dosa-dosanya dengan musibah ini agar selamat dari siksa-Nya. “dan musibah apapun yang menimpa kamu, maka ia disebabkan oleh perbuatan tangan kamu sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. Al-Syura/42:30).
“Tak satupun musibah yang menimpah orang mukmin, seperti sakit, rasa lelah, duka, cemas dan kesedihan sampai duri yang menusuknya, kecuali dosa-dosanya akan dihapus dengannya” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan ahmad. Riwayat dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah ra).
Di ayat yang lain Allah berfirman: “Nikmat apa saja yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja yang menimpamu, maka dari (keselahan) dirimu sendiri” (QS. Al-Nisa’/4:79).
Musibah adalah adzab
Musibah ini datang sebagai tanda murka Allah kepada orang-orang pelaku dosa dan jauh dari keimanan dan taqwa. “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa. Pastilah Aku akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat-Ku) itu, maka Aku siksa mereka disebabkan perbuatannya.
Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan-Ku di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan-Ku di waktu pagi hari ketika mereka sedang bermain?
Maka apakah mereka merasa aman dari Adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang yang merugi. (QS. Al-A’rof/7:96-99).
Menghadapi musibah ini, masyarakat pelaku kejahatan dan dosa harus segera kembali kepada ajaran Allah dan syari’at-Nya, dengan bertaubat secara serius dan istighfar sebanyak-banyaknya.
Manfaat Membaca Al-Qur'an
“Dan apabila dibacakan Alquran, simaklah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”
(Q.S. 7: 204).
Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang kuat ingatan atau hafalannya. Di antaranya, menyedikitkan makan, membiasakan melaksanakan ibadah salat malam, dan membaca Alquran sambil melihat kepada mushaf”. Selanjutnya ia berkata, “Tak ada lagi bacaan yang dapat meningkatkan terhadap daya ingat dan memberikan ketenangan kepada seseorang kecuali membaca Alqur’an”.
Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran, seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar.
Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak serampangan. Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Alquran berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.
Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter yang berbeda. Dalam laporan sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan, Alquran terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang men dengarkannya.
Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannya adalah Alqur’an.
Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Alquran dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Alqur’an. Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Alquran dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Alqur’an.
Alquran memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Alquran dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang.
Sungguh suatu kebahagiaan dan merupakan kenikmatan yang besar, kita memiliki Alquran. Selain menjadi ibadah dalam membacanya, bacaannya memberikan pengaruh besar bagi kehidupan jasmani dan rohani kita. Jika mendengarkan musik klasik dapat memengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) seseorang, bacaan Alquran lebih dari itu. Selain memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Alquran memengaruhi kecerdasan spiritual (SQ)
(Q.S. 7: 204).
Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang kuat ingatan atau hafalannya. Di antaranya, menyedikitkan makan, membiasakan melaksanakan ibadah salat malam, dan membaca Alquran sambil melihat kepada mushaf”. Selanjutnya ia berkata, “Tak ada lagi bacaan yang dapat meningkatkan terhadap daya ingat dan memberikan ketenangan kepada seseorang kecuali membaca Alqur’an”.
Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran, seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar.
Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak serampangan. Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Alquran berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.
Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter yang berbeda. Dalam laporan sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan, Alquran terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang men dengarkannya.
Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannya adalah Alqur’an.
Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Alquran dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Alqur’an. Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Alquran dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Alqur’an.
Alquran memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Alquran dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang.
Sungguh suatu kebahagiaan dan merupakan kenikmatan yang besar, kita memiliki Alquran. Selain menjadi ibadah dalam membacanya, bacaannya memberikan pengaruh besar bagi kehidupan jasmani dan rohani kita. Jika mendengarkan musik klasik dapat memengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) seseorang, bacaan Alquran lebih dari itu. Selain memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Alquran memengaruhi kecerdasan spiritual (SQ)
Kepada Merekalah Allah ‘Azza wa Jalla dan Para MalaikatNya bershalawat
Ash Shalawaat adalah jamak dari Ash Shalah yang artinya doa. Jadi, kurang lebih shalawat adalah doa-doa.
Allah Ta’ala berfirman:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. At Taubah (9): 103)
Makna wa shalli ‘alaihim adalah:
Dan berdoalah untuk mereka dengan ampunan bagi dosa-dosa mereka. (Tafsir Al Muyassar, 3/345)
Selanjutnya, berikut ini adalah orang-orang yang mendapakan shalawat dari Allah Ta’ala dan para MalaikatNya, yang disebutkan dalam Al Quran dan As Sunnah. Hendaknya kita berupaya menjadi pribadi yang sangat mengharapkan shalawat tersebut. Apakah kita termasuk di dalamnya?
1. Kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Secara khusus Allah Ta’ala menyebutkan bahwa Allah dan para Malaikat, bershalawat kepadanya, dan kaum mukminin juga dianjurkan bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
FirmanNya:
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. At Taubah (9): 56)
Imam Al Bukhari Rahimahullah mengomentari ayat ini:
Berkata Abul ‘Aliyah: “Shalawatnya Allah adalah pujian kepadanya (nabi) di hadapan malaikat, dan shalawatnya malaikat adalah doa.” Berkata Ibnu Abbas: yushalluuna (mereka bershalawat) yaituyubarrikuuna (mereka memberkahi). (Lihat Jami’ush Shahih, Kitabut Tafsir, Bab Qaulihi: Innallaha wa malaikatahu …dst)
Ada pun anjuran bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diterangkan dalam hadits, cukup banyak. Di antaranya:
- Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Dan bershalawatlah kalian kepadaku, sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku di mana pun kalian berada.
(HR. Abu Daud No. 2042, Alauddin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul ‘Ummal No. 41512, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 4162)
Imam An Nawawi mengatakan isnad hadits ini shahih. (Khulashah Al Ahkam fi Muhimmat As Sunan wa Qawa’id Al Islam, 1/440), Imam Ibnu Hajar juga mengatakan demikian. (Fathul Bari, 6/488)
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Orang bakhil (pelit) adalah orang yang disebut namaku di sisinya, lalu dia tidak bershalawat kepadaku.(HR. At Tirmidzi No. 3546, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 2015, Al Baihaqi, Syu’abul ImanNo. 1567, Abu Ya’la No. 6776, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf No. 794, Al Bazzar No. 1342, Abu Nu’aim, Ma’rifatush Shahabah No. 1696)
Imam At Tirmidzi berkata: hasan shahih gharib. (Sunan At Tirmidzi No. 3546), Imam Al Hakim mengatakan: sanadnya shahih tetapi Bukhari dan muslim tidak meriwayatkannya. (Al MustadrakNo. 2015), Imam As Sakhawi mengatakan: “Dishahihkan oleh Imam Ibnu Hibban dan dikuatkan oleh Imam Ad Daruqutni.” (Al Maqashid Al Hasanah, 1/234), Syaikh Husein Salim Asad mengatakan:isnadnya shahih. (Lihat ta’liq Beliau terhadap Musnad Abu Ya’la No. 676), Syaikh Muhammad bin Darwisy bin Muhammad mengatakan: hasan. (Asna Al Mathalib fi Ahadits Mukhtalifah Al Maratib, No. 465)
- Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali saja, maka dengannya Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.
(HR. Muslim No. 384, At Tirmidzi No. 485, Abu Daud No. 523, Ath Thabarani, Al Kabir No. 13269, dari Ibnu Umar)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Tidaklah suatu kaum duduk di majelis, dan mereka tidak menyebut nama Allah ‘Azza wa Jalla di dalamnya, dan tidak bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melainkan akan menimpa mereka kesedihan pada hari kiamat, dan jika mereka masuk ke dalam surga itu adalah karena ganjarannya .” (HR. Ahmad No. 9965, Ibnu Hibban No. 591, 592, Ath Thabrani dalam Al Awsath No. 4831, juga dalam Ad Du’a No. 1926)
Imam Al Haitsami, beliau mengatakan: “Diriwayatkan Ahmad, rijalnya adalah rijal hadits shahih.” (Lihat Majma’ Az Zawaid, 10/79. 1408H-1988M. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut), Syaikh Al Albani mengatakan; “isnadnya shahih.” (As Silsilah Ash Shahihah 1/116, No. 76. Darul Ma’arif – Riyadh. Lihat juga Shahih At Targhib wat Tarhib No. 1513. Cet. 5. Maktabatul Ma’arif – Riyadh),Syaikh Syu’aib Al Arnauth juga mengatakan: shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 9965. Muasasah Ar Risalah)
Berkata Imam Al Munawi Rahimahullah:
“Maka, ditekankan untuk menyebut nama Allah dan bershalawat atas RasulNya ketika hendak bangun dari majelis, dan kesimpulannya bahwa sunah dalam berdzikir dan shalawat dengan lafaz mana pun, tetapi yang lebih sempurna adalah dzikir dengan: Maha Suci Engkau, Ya Allah dengan memujiMu, Aku bersaksi Tiada Ilah Kecuali Engkau, aku memohon ampunanMu, dan aku bertobat kepadaMu. Sedangkan bacaan shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah bacaan yang ada pada akhir tasyahud.” (Faidh Al Qadir, 5/560. Cet.1. 1415H-1994M. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut)
Dan masih banyak hadits lainnya tentang anjuran dan keutamaan bershalawat atas Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
2. Kepada orang yang mengajarkan kebaikan
Dari Abu Umamah Al Bahili Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Sesungguhnya Allah, para malaikatNya, penduduk langit, penduduk bumi, sampai semut di lubang-lubangnya, dan ikan-ikan, mereka bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia. (HR. At Tirmidzi No. 2685, katanya: hasan shahih gharib. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir No. 7912, 28740, Alauddin Al Mutaqqi Al Hindi, Kanzul ‘Ummal No. 28736. Syaikh Baari’ ‘Irfan Taufiq mengatakan: shahih. Lihat Shahih Kunuz As Sunnah An Nabawiyah, Baab Al ‘Ilm wa Amru Al ‘Aalim wal Muta’allim No. 13)
Imam Al Munawi Rahimahullah mengatakan:
Shalawat dari Allah adalah rahmat, dan dari malaikat adalah istighfar (permohonan ampunan), dan tidak ada kedudukan yang lebih tinggi dibanding orang yang membuat malaikat dan seluruh makhluk sibuk beristighfar dan berdoa untuknya. (At Taisir bisyarhi Al Jami’ Ash Shaghir, 2/330)
Sementara Ath Thayyibi mengatakan bahwa shalawatDari Allah Ta’ala di sini adalah keberkahan dari langit. (Tuhfah Al Ahwadzi, 7/380)
Jadi, keberkahan dan rahmat Allah Ta’ala, begitu pula doa dan permohonan ampunan dari para malaikat, seluruh makhluk yang ada di langit, seluruh makhluk yang ada di bumi, baik itu manusia, jin, dan hewan, sampai-sampai semut dan makhluk laut yang tak terhitung jumlahnya, untuk orang-orang yang mengajarkan kebaikan dan ilmu bermanfaat kepada manusia. Maka, beruntunglah para guru, ustadz, da’i, muballigh, mu’allim, dan semua manusia yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain, terlebih mengajarkan ilmu-ilmu agama. Ini adalah kabar gembira yang begitu luar biasa …. !
3. Kepada orang yang menyambungkan shaf shalat
Yaitu yang kepada orang yang mau mengisi dan merapatkan shaf yang kosong di antara barisan jamaah shalat. Menyempurnakan dan mengisi shaf awal sebelum yang kedua, menyempurnakan shaf yang kedua, sebelum yang ketiga, dan seterusnya.
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat kepada orang-orang yang menyambungkanshaf. (HR. Ibnu Majah No. 995, Ahmad No. 23481, Ibnu Hibban No. 2163, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 4968, Alauddin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul ‘Ummal No. 20554, dari Abu Hurairah)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 23481)
Apakah yang dimaksud menyambungkan dan menyempurnakan shaf? Hal ini dijelaskan oleh Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah:
Dimaksud “menyambung” adalah dengan menyempurnakan shaf yang awal dahulu, tidak membuat shaf kedua sebelum shaf pertama sempurna. Tidak membentuk shaf yang ketiga kecuali setelah shaf kedua sempurna, tidak membentuk shaf keempat, kecuali setelah shaf ketiga sempurna … begitu seterusnya. Demikian juga menyambungkan shaf adalah dengan mendekat dan merapatkan shaf, dengan tidak ada celah-celah di dalamnya. Mendekat dan merapatkan shaf adalah dengan mengikuti arah (posisi) imam, bukan ke salah satu ujung shaf. Sesungguhnya manusia mengarah pada arahnya imam, jika mereka berada di sebelah kanan hendaknya mereka merapat dan mendekat ke arah kiri, jika mereka di sebelah kiri imam maka mereka merapatkan ke kanan yaitu ke posisi imam. Lalu, menyambung shaf juga dengan cara memenuhi shaf dan merapatkannya, dan menghilangkan adanya celah, begitu pula membetulkan shaf agar tidak terlalu ke depan dan tidak terlalu ke belakang. (Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr, Syarh Sunan Abi Daud, 12/456)
4. Kepada orang yang berada di shaf pertama shalat berjamaah
Dari Al Bara bin ‘Azib Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Sesungguhnya Allah dan malaikatNya bershalawat kepada orang-orang yang berada pada shafpertama. (HR. Abu Daud No. 664, Ahmad No. 18516, Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al AwsathNo. 7206, Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 20640, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 3825, Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 4175, Ibnu ‘Asakir dalamAl Mu’jam No. 1548, Ibnu Khuzaimah No. 1557)
Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan: hasan. (Al Khulashah Al Ahkam, 2/707). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 18516). Syaikh Al Albani mengatakan: shahih. (Shahih wa Dhaif Abi Daud No. 664)
Kenapa shaf pertama mendapatkan keutamaan ini ? Imam Badruddin Al ‘Aini Rahimahullahmenjelaskan:
Karena orang yang berada pada shaf pertama, dinilai sebagai orang yang bersegera dan cepat tanggap, maka bagi merekalah mendapatkan keutamaan menyusul dan mendekat kepada imam, dan di antara mereka dan kiblat tidak ada seorang pun yang menghalanginya. Kemudian, pujian ini adalah pujian untuk shaf yang berada pada barisan setelah imam, sama saja apakah dia datangnya awal waktu atau terlambat. (Imam Al ‘Aini, Syarh Sunan Abi Daud, 3/232)
Hal ini juga sejalan dengan hadits lainnya, dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Sebaik-baiknya shaf kaum laki-laki adalah yang pertama, dan yang paling buruk adalah yang terakhir. Sebaik-baiknya shaf wanita adalah yang terakhir, dan yang terburuk adalah yang pertama.(HR. Muslim No. 440)
5. Kepada orang yang berada di shaf sebelah kanan shalat berjamaah
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Sesungguhnya Allah dan malaikatNya bershalawat kepada orang yang berada di sebelah kanan shaf. (HR. Abu Daud No. 676, Ibnu Majah No. 1005, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 3980, Ibnu Hibban No. 2160)
Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: hasan. (Fathul Bari, 2/213). Imam An Nawawi mengatakan: sesuai syarat Imam Muslim. (Al Khulashah Al Ahkam, 2/710). Imam Al Munawi mengatakan:shahih. (At Taisir, 1/532)
Keutamaan ini menurut zahirnya berlaku untuk semua shaf sebelah kanan, bukan hanya shaf yang pertama. Tidak ada keterangan khusus menyebutnya “kanan shaf pertama.”
Imam Al Munawi Rahimahullah menjelaskan:
Yaitu mereka memohonkan ampun bagi orang yang berada di sebelah kanan imam dari semua shaf.(Ibid)
Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim Abadi Rahimahullah menjelaskan pula:
Pada hadits ini disunahkan untuk berada pada shaf bagian kanan, baik yang awal dan shafsetelahnya. (‘Aunul Ma’bud, 2/263)
Kenapa sebelah kanan? Imam Al ‘Aini Rahimahullah menjawab secara sederhana:
Karena bagian kanan memiliki keutamaan lebih dibanding kiri dalam segala hal. (Imam Al ‘Aini,Syarh Sunan Abi Daud, 3/228)
Tetapi jika ada yang berada pada shaf pertama, dan juga bagian kanan, maka itu lebih baik lagi sebab dia mengumpulkan dua keutamaan, dan posisinya pun lebih dekat dengan imam juga lebih utama.
Berkata Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin Rahimahullah:
Yakni di bagian paling kanan shaf, maka bagian paling kanan adalah lebih utama, tetapi mendekat dengan imam adalah lebih utama dibanding yang jauh walau dia di sebelah kanan. (Syarh ‘Umdah Al Ahkam, 12/4. Asy Syabakah Al Islamiyah)
Allah Ta’ala berfirman:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. At Taubah (9): 103)
Makna wa shalli ‘alaihim adalah:
Dan berdoalah untuk mereka dengan ampunan bagi dosa-dosa mereka. (Tafsir Al Muyassar, 3/345)
Selanjutnya, berikut ini adalah orang-orang yang mendapakan shalawat dari Allah Ta’ala dan para MalaikatNya, yang disebutkan dalam Al Quran dan As Sunnah. Hendaknya kita berupaya menjadi pribadi yang sangat mengharapkan shalawat tersebut. Apakah kita termasuk di dalamnya?
1. Kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Secara khusus Allah Ta’ala menyebutkan bahwa Allah dan para Malaikat, bershalawat kepadanya, dan kaum mukminin juga dianjurkan bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
FirmanNya:
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. At Taubah (9): 56)
Imam Al Bukhari Rahimahullah mengomentari ayat ini:
Berkata Abul ‘Aliyah: “Shalawatnya Allah adalah pujian kepadanya (nabi) di hadapan malaikat, dan shalawatnya malaikat adalah doa.” Berkata Ibnu Abbas: yushalluuna (mereka bershalawat) yaituyubarrikuuna (mereka memberkahi). (Lihat Jami’ush Shahih, Kitabut Tafsir, Bab Qaulihi: Innallaha wa malaikatahu …dst)
Ada pun anjuran bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diterangkan dalam hadits, cukup banyak. Di antaranya:
- Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Dan bershalawatlah kalian kepadaku, sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku di mana pun kalian berada.
(HR. Abu Daud No. 2042, Alauddin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul ‘Ummal No. 41512, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 4162)
Imam An Nawawi mengatakan isnad hadits ini shahih. (Khulashah Al Ahkam fi Muhimmat As Sunan wa Qawa’id Al Islam, 1/440), Imam Ibnu Hajar juga mengatakan demikian. (Fathul Bari, 6/488)
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Orang bakhil (pelit) adalah orang yang disebut namaku di sisinya, lalu dia tidak bershalawat kepadaku.(HR. At Tirmidzi No. 3546, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 2015, Al Baihaqi, Syu’abul ImanNo. 1567, Abu Ya’la No. 6776, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf No. 794, Al Bazzar No. 1342, Abu Nu’aim, Ma’rifatush Shahabah No. 1696)
Imam At Tirmidzi berkata: hasan shahih gharib. (Sunan At Tirmidzi No. 3546), Imam Al Hakim mengatakan: sanadnya shahih tetapi Bukhari dan muslim tidak meriwayatkannya. (Al MustadrakNo. 2015), Imam As Sakhawi mengatakan: “Dishahihkan oleh Imam Ibnu Hibban dan dikuatkan oleh Imam Ad Daruqutni.” (Al Maqashid Al Hasanah, 1/234), Syaikh Husein Salim Asad mengatakan:isnadnya shahih. (Lihat ta’liq Beliau terhadap Musnad Abu Ya’la No. 676), Syaikh Muhammad bin Darwisy bin Muhammad mengatakan: hasan. (Asna Al Mathalib fi Ahadits Mukhtalifah Al Maratib, No. 465)
- Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali saja, maka dengannya Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.
(HR. Muslim No. 384, At Tirmidzi No. 485, Abu Daud No. 523, Ath Thabarani, Al Kabir No. 13269, dari Ibnu Umar)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Tidaklah suatu kaum duduk di majelis, dan mereka tidak menyebut nama Allah ‘Azza wa Jalla di dalamnya, dan tidak bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melainkan akan menimpa mereka kesedihan pada hari kiamat, dan jika mereka masuk ke dalam surga itu adalah karena ganjarannya .” (HR. Ahmad No. 9965, Ibnu Hibban No. 591, 592, Ath Thabrani dalam Al Awsath No. 4831, juga dalam Ad Du’a No. 1926)
Imam Al Haitsami, beliau mengatakan: “Diriwayatkan Ahmad, rijalnya adalah rijal hadits shahih.” (Lihat Majma’ Az Zawaid, 10/79. 1408H-1988M. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut), Syaikh Al Albani mengatakan; “isnadnya shahih.” (As Silsilah Ash Shahihah 1/116, No. 76. Darul Ma’arif – Riyadh. Lihat juga Shahih At Targhib wat Tarhib No. 1513. Cet. 5. Maktabatul Ma’arif – Riyadh),Syaikh Syu’aib Al Arnauth juga mengatakan: shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 9965. Muasasah Ar Risalah)
Berkata Imam Al Munawi Rahimahullah:
“Maka, ditekankan untuk menyebut nama Allah dan bershalawat atas RasulNya ketika hendak bangun dari majelis, dan kesimpulannya bahwa sunah dalam berdzikir dan shalawat dengan lafaz mana pun, tetapi yang lebih sempurna adalah dzikir dengan: Maha Suci Engkau, Ya Allah dengan memujiMu, Aku bersaksi Tiada Ilah Kecuali Engkau, aku memohon ampunanMu, dan aku bertobat kepadaMu. Sedangkan bacaan shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah bacaan yang ada pada akhir tasyahud.” (Faidh Al Qadir, 5/560. Cet.1. 1415H-1994M. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut)
Dan masih banyak hadits lainnya tentang anjuran dan keutamaan bershalawat atas Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
2. Kepada orang yang mengajarkan kebaikan
Dari Abu Umamah Al Bahili Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Sesungguhnya Allah, para malaikatNya, penduduk langit, penduduk bumi, sampai semut di lubang-lubangnya, dan ikan-ikan, mereka bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia. (HR. At Tirmidzi No. 2685, katanya: hasan shahih gharib. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir No. 7912, 28740, Alauddin Al Mutaqqi Al Hindi, Kanzul ‘Ummal No. 28736. Syaikh Baari’ ‘Irfan Taufiq mengatakan: shahih. Lihat Shahih Kunuz As Sunnah An Nabawiyah, Baab Al ‘Ilm wa Amru Al ‘Aalim wal Muta’allim No. 13)
Imam Al Munawi Rahimahullah mengatakan:
Shalawat dari Allah adalah rahmat, dan dari malaikat adalah istighfar (permohonan ampunan), dan tidak ada kedudukan yang lebih tinggi dibanding orang yang membuat malaikat dan seluruh makhluk sibuk beristighfar dan berdoa untuknya. (At Taisir bisyarhi Al Jami’ Ash Shaghir, 2/330)
Sementara Ath Thayyibi mengatakan bahwa shalawatDari Allah Ta’ala di sini adalah keberkahan dari langit. (Tuhfah Al Ahwadzi, 7/380)
Jadi, keberkahan dan rahmat Allah Ta’ala, begitu pula doa dan permohonan ampunan dari para malaikat, seluruh makhluk yang ada di langit, seluruh makhluk yang ada di bumi, baik itu manusia, jin, dan hewan, sampai-sampai semut dan makhluk laut yang tak terhitung jumlahnya, untuk orang-orang yang mengajarkan kebaikan dan ilmu bermanfaat kepada manusia. Maka, beruntunglah para guru, ustadz, da’i, muballigh, mu’allim, dan semua manusia yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain, terlebih mengajarkan ilmu-ilmu agama. Ini adalah kabar gembira yang begitu luar biasa …. !
3. Kepada orang yang menyambungkan shaf shalat
Yaitu yang kepada orang yang mau mengisi dan merapatkan shaf yang kosong di antara barisan jamaah shalat. Menyempurnakan dan mengisi shaf awal sebelum yang kedua, menyempurnakan shaf yang kedua, sebelum yang ketiga, dan seterusnya.
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat kepada orang-orang yang menyambungkanshaf. (HR. Ibnu Majah No. 995, Ahmad No. 23481, Ibnu Hibban No. 2163, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 4968, Alauddin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul ‘Ummal No. 20554, dari Abu Hurairah)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 23481)
Apakah yang dimaksud menyambungkan dan menyempurnakan shaf? Hal ini dijelaskan oleh Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah:
Dimaksud “menyambung” adalah dengan menyempurnakan shaf yang awal dahulu, tidak membuat shaf kedua sebelum shaf pertama sempurna. Tidak membentuk shaf yang ketiga kecuali setelah shaf kedua sempurna, tidak membentuk shaf keempat, kecuali setelah shaf ketiga sempurna … begitu seterusnya. Demikian juga menyambungkan shaf adalah dengan mendekat dan merapatkan shaf, dengan tidak ada celah-celah di dalamnya. Mendekat dan merapatkan shaf adalah dengan mengikuti arah (posisi) imam, bukan ke salah satu ujung shaf. Sesungguhnya manusia mengarah pada arahnya imam, jika mereka berada di sebelah kanan hendaknya mereka merapat dan mendekat ke arah kiri, jika mereka di sebelah kiri imam maka mereka merapatkan ke kanan yaitu ke posisi imam. Lalu, menyambung shaf juga dengan cara memenuhi shaf dan merapatkannya, dan menghilangkan adanya celah, begitu pula membetulkan shaf agar tidak terlalu ke depan dan tidak terlalu ke belakang. (Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr, Syarh Sunan Abi Daud, 12/456)
4. Kepada orang yang berada di shaf pertama shalat berjamaah
Dari Al Bara bin ‘Azib Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Sesungguhnya Allah dan malaikatNya bershalawat kepada orang-orang yang berada pada shafpertama. (HR. Abu Daud No. 664, Ahmad No. 18516, Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al AwsathNo. 7206, Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 20640, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 3825, Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 4175, Ibnu ‘Asakir dalamAl Mu’jam No. 1548, Ibnu Khuzaimah No. 1557)
Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan: hasan. (Al Khulashah Al Ahkam, 2/707). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 18516). Syaikh Al Albani mengatakan: shahih. (Shahih wa Dhaif Abi Daud No. 664)
Kenapa shaf pertama mendapatkan keutamaan ini ? Imam Badruddin Al ‘Aini Rahimahullahmenjelaskan:
Karena orang yang berada pada shaf pertama, dinilai sebagai orang yang bersegera dan cepat tanggap, maka bagi merekalah mendapatkan keutamaan menyusul dan mendekat kepada imam, dan di antara mereka dan kiblat tidak ada seorang pun yang menghalanginya. Kemudian, pujian ini adalah pujian untuk shaf yang berada pada barisan setelah imam, sama saja apakah dia datangnya awal waktu atau terlambat. (Imam Al ‘Aini, Syarh Sunan Abi Daud, 3/232)
Hal ini juga sejalan dengan hadits lainnya, dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Sebaik-baiknya shaf kaum laki-laki adalah yang pertama, dan yang paling buruk adalah yang terakhir. Sebaik-baiknya shaf wanita adalah yang terakhir, dan yang terburuk adalah yang pertama.(HR. Muslim No. 440)
5. Kepada orang yang berada di shaf sebelah kanan shalat berjamaah
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Sesungguhnya Allah dan malaikatNya bershalawat kepada orang yang berada di sebelah kanan shaf. (HR. Abu Daud No. 676, Ibnu Majah No. 1005, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 3980, Ibnu Hibban No. 2160)
Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: hasan. (Fathul Bari, 2/213). Imam An Nawawi mengatakan: sesuai syarat Imam Muslim. (Al Khulashah Al Ahkam, 2/710). Imam Al Munawi mengatakan:shahih. (At Taisir, 1/532)
Keutamaan ini menurut zahirnya berlaku untuk semua shaf sebelah kanan, bukan hanya shaf yang pertama. Tidak ada keterangan khusus menyebutnya “kanan shaf pertama.”
Imam Al Munawi Rahimahullah menjelaskan:
Yaitu mereka memohonkan ampun bagi orang yang berada di sebelah kanan imam dari semua shaf.(Ibid)
Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim Abadi Rahimahullah menjelaskan pula:
Pada hadits ini disunahkan untuk berada pada shaf bagian kanan, baik yang awal dan shafsetelahnya. (‘Aunul Ma’bud, 2/263)
Kenapa sebelah kanan? Imam Al ‘Aini Rahimahullah menjawab secara sederhana:
Karena bagian kanan memiliki keutamaan lebih dibanding kiri dalam segala hal. (Imam Al ‘Aini,Syarh Sunan Abi Daud, 3/228)
Tetapi jika ada yang berada pada shaf pertama, dan juga bagian kanan, maka itu lebih baik lagi sebab dia mengumpulkan dua keutamaan, dan posisinya pun lebih dekat dengan imam juga lebih utama.
Berkata Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin Rahimahullah:
Yakni di bagian paling kanan shaf, maka bagian paling kanan adalah lebih utama, tetapi mendekat dengan imam adalah lebih utama dibanding yang jauh walau dia di sebelah kanan. (Syarh ‘Umdah Al Ahkam, 12/4. Asy Syabakah Al Islamiyah)
Al-Mukminun 29
Rabbi anzilni minzalam mubarakaw wa anta khairul Munzilin" Ya Tuhanku, tempatkan aku pada tempat yg diberkahi & Engkau adalah sebaik-baik ya pemberi tempat" (QS. Al-Mukminun : 29)
Doa Mohon Dijauhkan dari siksa kubur
Allahuma inni a'udzubika minal 'ajzi wal kasali waljubni walharom wa a'udzibika minal fitnatil makhya wamamati wa a'dzubika min 'adzabil qobr. Ya Allah, aku berlindung kpdMu dari sifat lemah & malas, penakut & tua. Aku belindung kpdMu dari fitnah hidup & mati, aku juga berlindung dari siksa kubur. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud)
Doa Memohon Petunjuk
Allahuma inni as-alukal huda wattuqo wal 'afaaf wal ghina" Artinya, Ya Allah, sesungguhnya aku memohon petunjuk, ketakwaan, kesucian dan kekayaan kepadaMu.(HR. Muslim)
Natal dan Kaum Muslim dan Hukum-hukumnya
Di masa lalu umat Islam jauh lebih kuat dan besar dari umat Kristiani. Bahkan tempat-tempat bersejarah yang dianggap sebagai tempat lahirnya nabi Isa sejak masa khalifah Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhusudah berada di tangan umat Islam bahkan hingga pertengahan abad 20.
Sebaliknya, umat Kristiani tidak pernah lebih besar dari umat Islam. Kemajuan barat di dua abad terakhir ini tidak bisa diklaim sebagai prestasi agama Kristen, bahkan justru sebaliknya. Barat bisa maju peradabannya ketika mereka terbebas dari kungkungan gereja.
Maka sepanjang 14 abad, pandangan muslim kepada pemeluk agama Nashrani agak berbeda dengan di masa sekarang ini. Di masa kejayaan umat Islam, umat Nashrani dipandang sebagai umat yang minoritas, lemah, tak berdaya dan perlu dikasihani.
Bahkan di Eropa yang sebagiannya dikuasai umat Islam saat itu, begitu banyak pemeluk Kristiani yang dilindungi dan disubsidi oleh pemerintah Islam.
Pandangan ini kemudian berubah ketika Barat mengekspansi negeri-negeri muslim di bawahbendera salib. Dan kekuatan salib berhasil menyelinap di balik misi ipmerialisme yang tujuannya Gold, Gospel and Glory. Gospel adalah penyebaran agama Kristiani ke dunia Islam.
Sejak saat itulah gambaran umat Kristiani berubah dalam perspektif umat Islam. Yang tadinya dianggap umat yang lemah dan perlu dikasihani, tiba-tiba berubah menjadi agresor, penindas, penjajah dan perusak akidah.
Di masa kekuasaan Islam, ayat-ayat Al Quran dan hadits nabi untuk menyayangi dan berempati kepada pemeluk Nashrani kelihatan lebih sesuai dengan konteksnya. Misalnya ayat berikut ini:
Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya kami ini orang Nashrani.” Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. (QS. Al Maidah: 82)
Al Quran menggambarkan bahwa orang-orang Nashrani adalah orang yang paling dekat persahabatannya dengan umat Islam. Sebab mereka masih mengakui Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Allah, juga mengakui keberadaan banyak nabi dan malaikat. Mereka juga percaya adanya kehidupan sesudah kematian (akhirat).
Apalagi di masa kejayaan Islam, umat Nashrani sangat sedikit, lemah dan tertindas. Maka di berbagai pusat peradaban Islam, umat Nashrani justru disebut dengan dzimmy. Artinya adalah orang-orang yang dilindungi oleh umat Islam. Nyawa, harta, keluarga dan hak-hak mereka dijamin oleh pemerintah Islam.
Bahkan suasana itu juga terasa cocok dengan ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lain lagi, yaitu tentang halalnya sembelihan mereka dan dinikahinya wanita Ahli Kitab oleh laki-laki muslim.
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal bagi mereka. wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu. (QS. Al Maidah: 5)
Umat Islam mengizinkan mereka mendirikan geraja dan haram hukumnya untuk mengusik ibadah mereka. Sultan Shalahuddin Al Ayyubi bahwa mempersilahkan umat Kristiani untuk merayakan misa Natal di tempat-tempat yang dianggap bersejarah.
Semua itu adalah gambaran suasana kerukunan umat beragama yang sesungguhnya, hasil dari kemajuan peradaban Islam.
Hubungan Islam Nashrani di Zaman Kolonialisme
Tetapi semua itu menjadi hancur berantakan gara-gara kolonialisme. Keserasian umat Islam dengan pemeluk Nashrani berubah menjadi perang tiada habisnya. Darah para syuhada membasahi bumi Islam tatkala umat Kristiani membonceng mesin perang Barat menjajah negeri, merampas harta benda, membunuh muslim dan membumi hangus peradaban.
Umat Kristiani yang tadinya umat lemah tak berdaya dan dilindungi, tiba-tiba berubah menjadi kekuatan yang congkak dan berbalik menjadi penindas umat Islam. Khilafah Islamiyah yang menyatukan umat Islam sedunia dicabik-cabik dan dibelah menjadi puluhan negara jajahan.
Akibat dari kolonilisme itu, pandangan umat Islam terhadap bangsa Kristiani pun mulai mengalami pergeseran. Yang tadinya lebih banyak menyebut ayat-ayat tentang kedekatan antara dua agama, sekarang yang lebih terasa justru ayat-ayat yang mempertentangkan keduanya.
Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk.” Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. Al Baqarah: 120)
Juga ayat ini:
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. (QS. Ali Imran: 100)
Maka umat Islam berperang melawan Nashrani dan menolak bila negerinya dipimpin oleh mereka.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi pemimpin-pemimpin; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al Maidah: 51)
Imbas Kepada Hukum Memberi Ucapan Selamat Natal
Melihat realitas di atas, maka di dalam tubuh umat Islam berkembang dua cara pandang yang berbeda.
Di satu sisi, ada kalanganyang menganggap bahwa Nashrani itu bukan musuh, tidak boleh dibunuh atau diperangi. Justru harus dianggap sebagai komunitas yang harus ditolong. Kepada mereka tidak dipaksakan untuk memeluk Islam. Bahkan tidak terlarang untuk hidup berdampingan, saling tolong dan saling hormat, sampai saling memberi tahni’ah (congratulation) kepada masing-masing kepercayaan.
Di sisi lain, ada kalangan yang tetap berprinsip bahwa Nashrani adalah umat yang harus dimusuhi, diperangi dan tidak bisa dipercaya. Maka kecenderungannya dalam fatwa yang berkembang adalah haram untuk saling mengucapkan tahni’ah di hari raya masing-masing.
Untuk lebih tegasnya bagaimana perbedaan pandangan itu, kami kutipkan fatwa-fatwa dari berbagai ulama terkemuka.
Fatwa Haram Ibnul Qayyim
Pendapat yang mengharamkan ucapan selamat Natal difatwakan oleh Ibn Al Qayyim Al Jauziyah. Beliau pernah menyampaikan bila pemberian ucapan “Selamat Natal” atau mengucapkan “Happy Christmas” kepada orang-orang kafir hukumnya haram.
Dalam kitabnya ‘Ahkâm Ahl adz-Dzimmah’, beliau berkata, “Adapun mengucapkan selamat berkenaan dengan syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi mereka adalah haram menurut kesepakatan para ulama. Alasannya karena hal itu mengandung persetujuan terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran yang mereka lakukan.
Sikap ini juga sama pernah disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin sebagaimana dikutip dalam Majma’ Fatawa Fadlilah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin,(Jilid.III, h.44-46, No.403).
Di negeri kita, tidak sedikit umat Islam yang mengharamkan ucapan selamat Natal ini.
Fatwa Yang Membolehkan
Memang pendapat yang membolehkan ini kurang populer di banyak kalangan. Namun kalau kita mau agak teliti dan jujur, rupanya yang menghalalkan tidak sedikit. Bukan hanya Dr. Quraish Syihab saja, tetapi bahkan Majelis Ulama Indonesia, Dr. Yusuf Al Qaradawi dan beberapa ulama dunia lainnya, ternyata kita dapati pendapat mereka membolehkan ucapan itu.
Rasanya agak kaget juga, tetapi itulah yang kita dapat begitu kita agak jauh menelitinya. Kami uraikan di sini petikan-petikan pendapat mereka, bukan dengan tujuan ingin mengubah pandangan yang sudah ada. Tetapi sekedar memberikan tambahan wawasan kepada kita, agar kita punya referensi yang lebih lengkap.
Fatwa MUI Tentang Haramnya Natal Bersama, Bukan Ucapan Selamat Natal
Satu yang perlu dicermati adalah kenyataan bahwa MUI tidak pernah berfatwa yang mengharamkan ucapan selamat Natal. Yang ada hanyalah fatwa haramnya melakukan Natal bersama.
Majelis Ulama Indonesia pada 7 Maret 1981, sebagaimana ditandatangani K.H. M. Syukri Ghozali, MUI telah mengeluarkan fatwa:perayaan Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram
Hal ini juga ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal MUI, Dr. Dien Syamsudin MA, yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu menyatakan bahwa MUI tidak melarang ucapan selamat Natal, tapi melarang orang Islam ikut sakramen/ritual Natal.
“Kalau hanya memberi ucapan selamat tidak dilarang, tapi kalau ikut dalam ibadah memang dilarang, baik orang Islam ikut dalam ritual Natal atau orang Kristen ikut dalam ibadah orang Islam,” katanya.
Bahkan pernah di hadapan ratusan umat Kristiani dalam seminar Wawasan Kebangsaan X BAMAG Jatim di Surabaya, beliau menyampaikan, “Saya tiap tahun memberi ucapan selamat Natal kepada teman-teman Kristiani.”
Fatwa Dr. Yusuf Al Qaradawi
Syeikh Dr. Yusuf Al Qaradawi mengatakan bahwa merayakan hari raya agama adalah hak masing-masing agama. Selama tidak merugikan agama lain. Dan termasuk hak tiap agama untuk memberikan tahni’ah saat perayaan agama lainnya.
Maka kami sebagai pemeluk Islam, agama kami tidak melarang kami untuk untuk memberikantahni’ah kepada non muslim warga negara kami atau tetangga kami dalam hari besar agama mereka. Bahkan perbuatan ini termasuk ke dalam kategori Al birr (perbuatan yang baik). Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al Mumtahanah: 8 )
Kebolehan memberikan tahni’ah ini terutama bila pemeluk agama lain itu juga telah memberikan tahni’ah kepada kami dalam perayaan hari raya kami.
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.(QS. An-Nisa’: 86)
Namun Syeikh Yusuf Al Qaradawi secara tegas mengatakan bahwa tidak halal bagi seorang muslim untuk ikut dalam ritual dan perayaan agama yang khusus milik agama lain.
Fatwa Dr. Mustafa Ahmad Zarqa’
Di dalam bank fatwa situs Islamonline.com, Dr. Mustafa Ahmad Zarqa’, menyatakan bahwa tidak ada dalil yang secara tegas melarang seorang muslim mengucapkan tahniah kepada orang kafir.
Beliau mengutip hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah berdiri menghormati jenazah Yahudi. Penghormatan dengan berdiri ini tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas kebenaran agama yang diajut jenazah tersebut.
Sehingga menurut beliau, ucapan tahni’ah kepada saudara-saudara pemeluk Kristiani yang sedang merayakan hari besar mereka, juga tidak terkait dengan pengakuan atas kebenaran keyakinan mereka, melainkan hanya bagian dari mujamalah (basa-basi) dan muhasanah seorang muslim kepada teman dan koleganya yang kebetulan berbeda agama.
Dan beliau juga memfatwakan bahwa karena ucapan tahni’ah ini dibolehkan, maka pekerjaan yang terkait dengan hal itu seperti membuat kartu ucapan selamat Natal pun hukumnya ikut dengan hukum ucapan Natalnya.
Namun beliau menyatakan bahwa ucapan tahni’ah ini harus dibedakan dengan ikut merayakan hari besar secara langsung, seperti dengan menghadiri perayaan-perayaan Natal yang digelar di berbagai tempat. Menghadiri perayatan Natal dan upacara agama lain hukumnya haram dan termasuk perbuatan mungkar.
Majelis Fatwa dan Riset Eropa
Majelis Fatwa dan Riset Eropa juga berpendapat yang sama dengan fatwa Dr. Ahmad Zarqa’ dalam hal kebolehan mengucapkan tahni’ah, karena tidak adanya dalil langsung yang mengharamkannya.
Fatwa Dr. Abdussattar Fathullah Said
Dr. Abdussattar Fathullah Said adalah profesor bidang tafsir dan ulumul quran di Universitas Al Azhar Mesir. Dalam masalah tahni’ah ini beliau agak berhati-hati dan memilahnya menjadi dua. Ada tahni’ah yang halal dan ada yang haram.
Tahni’ah yang halal adalah tahni’ah kepada orang kafir tanpa kandungan hal-hal yang bertentangan dengan syariah. Hukumnya halal menurut beliau. Bahkan termasuk ke dalam bab husnul akhlaq yang diperintahkan kepada umat Islam.
Sedangkan tahni’ah yang haram adalah tahni’ah kepada orang kafir yang mengandung unsur bertentangan dengan masalah diniyah, hukumnya haram. Misalnya ucapan tahniah itu berbunyi, “Semoga Tuhan memberkati diri anda sekeluarga.” Sedangkan ucapan yang halal seperti, “Semoga tuhan memberi petunjuk dan hidayah-Nya kepada Anda.”
Bahkan beliau membolehkan memberi hadiah kepada non muslim, asalkan hadiah yang halal, bukan khamar, gambar maksiat atau apapun yang diharamkan Allah.
25 Desember Bukan Hari Lahir Nabi Isa
Lepas dari perdebatan seputar fatwa haramnya mengucapkan selamat Natal, ada masalah yang lebih penting lagi. Yaitu kesepakatan para ahli sejarah bahwa Nabi Isa sendiri tidak lahir di tanggal tersebut.
Tidak pernah ada data akurat pada tanggal berapakah beliau itu lahir. Yang jelas 25 Desember itu bukanlah hari lahirnya karena itu adalah hari kelahiran anak Dewa Matahari di cerita mitos Eropa kuno. Mitos itu pada sekian ratus tahun setelah wafatnya nabi Isa masuk begitu saja ke dalam ajaran kristen lalu diyakini sebagai hari lahir beliau. Padahal tidak ada satu pun ahli sejarah yang membenarkannya.
Bahkan British Encyclopedia dan American Ensyclopedia sepakat bahwa 25 bukanlah hari lahirnya Isa as.
Jadi kalau pun ada sebagain kalangan yang tidak mengharamkan ucapan selamat Natal, ketika diucapkan pada even Natal, ucapan itu mengandung sebuah kesalahan ilmiyah yang fatal.
Kita tidak bisa menerima penyelewengan umat Kristiani yang telah menuhankan Nabi Isaalaihissalam. Tindakan ini adalah sebuah tindakan syirik yang dosanya tidak akan diampuni. Ditambah lagi mereka juga menyembah tiga tuhan (trinitas).
Karena itulah mereka ini ditetapkan sebagai kafir oleh Al Quran Al Karim.
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih berkata, “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (QS Al Maidah: 72)
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (QS Al Maidah: 73)
Hukum Makanan Natal
Namun lepas dari ketidak-setujuan kita dengan aqidah mereka, khusus dalam masalah makanan yang mereka buat, pada dasarnya tidak ada larangan khusus. Bahkan dalam Al Quran telah ditegaskan bahwa hewan sembelihan ahli kitab halal buat umat Islam, seperti juga kebalikannya.
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi. (QS Al Maidah: 5)
Sedangkan yang diharamkan adalah hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada selain Allah.
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang disembelih selain untuk Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang . (QS. Al Baqarah: 173)
Maka makanan yang ketika disembelih diniatkan untuk berhala misalnya, makanan itu haram untuk kita makan.
Tapi sebaliknya, bila tidak untuk berhala melainkan sekedar hidangan konsumsi biasa, meski untuk acara Natal sekalipun, sebenarnya tidak ada ‘illat yang membuatnya menjadi haram. Baik secara zatnya atau pn secara nilainya.
Haram secara zat misalnya karena makanan itu najis seperti bangkai, anjing, babi dan sebagainya. Atau karena berupa khamar yang diharamkan. Atau karena zatnya memang berbahaya buat manusia seperti racun, drugs, narkoba dan sejenisnya.
Sedangkan haram secara nilai misalnya karena hasil curian, atau dipersembahkan untuk berhala. Sedangkan bila makanan itu pernah diedarkan untuk sebuah perayaan agama lain namun bukan buat persembahan berhala, tentu tidak ada kaitannya dengan zat dan nilainya.
Meski tidak ada yang salah dari segi zat dan nilainya, bukan berarti kita bebas begitu saja memakannya. Sebab bisa saja makanan itu mengandung unsur lain seperti menjaring umat Islam untuk murtad dari agamanya. Mulai dari menanam budi tapi ujung-ujungnya banyak juga yang bergantung.
Dengan masuknya bantuan makan, obat, sekolah, beasiswa serta kebutuhan hidup yang lain, seringkali terjadi kemurtadan di tengah umat. Karena itu umat Islam perlu waspada dan hati-hati menerima hadiah atau bantuan dari agama lain.
Wallahu a’lam bish shawab
Puasa
Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari api neraka (Hadits Riwayat Ahmad)
7 Keajaiban Menurut Al-Qur'an
1. Hewan Berbicara di Akhir Zaman
Maha Suci Allah yang telah membuat segala sesuatunya berbicara
sesuai dengan yang Ia kehendaki. Termasuk dari tanda-tanda kekuasaan-Nya
adalah ketika terjadi hari kiamat akan muncul hewan melata yang akan
berbicara kepada manusia sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an,
surah An-Naml ayat 82,
“Dan apabila perkataan Telah jatuh atas mereka, kami keluarkan
sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka,
bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami”.
Mufassir Negeri Syam, Abul Fida’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy
berkomentar tentang ayat di atas, “Hewan ini akan keluar diakhir zaman
ketika rusaknya manusia, dan mulai meninggalkan perintah-perintah Allah,
dan ketika mereka telah mengganti agama Allah. Maka Allah mengeluarkan
ke hadapan mereka hewan bumi. Konon kabarnya, dari Makkah, atau yang
lainnya sebagaimana akan datang perinciannya. Hewan ini akan berbicara
dengan manusia tentang hal itu”.[Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/498)]
Hewan aneh yang berbicara ini akan keluar di akhir zaman sebagai
tanda akan datangnya kiamat dalam waktu yang dekat. Nabi -Shallallahu
‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Sesungguhnya tak akan tegak hari kiamat, sehingga kalian akan
melihat sebelumnya 10 tanda-tanda kiamat: Gempa di Timur, gempa di
barat, gempa di Jazirah Arab, Asap, Dajjal, hewan bumi, Ya’juj &
Ma’juj, terbitnya matahari dari arah barat, dan api yang keluar dari
jurang Aden, akan menggiring manusia”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya
(2901), Abu Dawud dalam Sunan-nya (4311), At-Tirmidziy dalam Sunan-nya
(2183), dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (4041)]
2. Pohon Kurma yang Menangis
Adanya pohon kurma yang menangis ini terjadi di zaman Rasulullah
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- , mengapa sampai pohon ini menangis?
Kisahnya, Jabir bin Abdillah-radhiyallahu ‘anhu- bertutur,
“Jabir bin Abdillah -radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Adalah dahulu
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- berdiri (berkhutbah) di atas
sebatang kurma, maka tatkala diletakkan mimbar baginya, kami mendengar
sebuah suara seperti suara unta dari pohon kurma tersebut hingga
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- turun kemudian beliau
meletakkan tangannya di atas batang pohon kurma tersebut”
.[HR.Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (876)]
Ibnu Umar-radhiyallahu ‘anhu- berkata,
“Dulu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkhuthbah pada batang
kurma. Tatkala beliau telah membuat mimbar, maka beliau berpindah ke
mimbar itu. Batang korma itu pun merintih. Maka Nabi -Shollallahu
‘alaihi wasallam- mendatanginya sambilmengeluskan tangannya pada batang
korma itu (untuk menenangkannya)”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya
(3390), dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (505)]
3. Untaian Salam Batu Aneh
Mungkin kalau seekor burung yang pandai mengucapkan salam adalah
perkara yang sering kita jumpai. Tapi bagaimana jika sebuah batu yang
mengucapkan salam. Sebagai seorang hamba Allah yang mengimani Rasul-Nya,
tentunya dia akan membenarkan seluruh apa yang disampaikan oleh
Rasul-Nya, seperti pemberitahuan beliau kepada para sahabatnya bahwa ada
sebuah batu di Mekah yang pernah mengucapkan salam kepada beliau
sebagaimana dalam sabdanya,
Dari Jabir bin Samurah dia berkata, Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui sebuah batu di Mekah
yang mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus, sesungguhnya aku
mengetahuinya sekarang”.[HR.Muslim dalam Shohih-nya (1782)].
4. Pengaduan Seekor Onta
Manusia adalah makhluk yang memiliki perasaan. Dari perasaan itu
timbullah rasa cinta dan kasih sayang di antara mereka. Akan tetapi
ketahuilah, bukan hanya manusia saja yang memiliki perasaan, bahkan
hewan pun memilikinya. Oleh karena itu sangat disesalkan jika ada
manusia yang tidak memiliki perasaan yang membuat dirinya lebih rendah
daripada hewan. Pernah ada seekor unta yang mengadu kepada Rasulullah
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- mengungkapkan perasaannya.
Abdullah bin Ja’far-radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Pada suatu hari
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah memboncengku
dibelakangnya, kemudian beliau membisikkan tentang sesuatu yang tidak
akan kuceritakan kepada seseorang di antara manusia. Sesuatu yang paling
beliau senangi untuk dijadikan pelindung untuk buang hajatnya adalah
gundukan tanah atau kumpulan batang kurma. lalu beliau masuk kedalam
kebun laki-laki Anshar. Tiba tiba ada seekor onta.
Tatkala Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melihatnya, maka onta
itu merintih dan bercucuran air matanya. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- mendatanginya seraya mengusap dari perutnya sampai ke punuknya
dan tulang telinganya, maka tenanglah onta itu. Kemudian beliau
bersabda, “Siapakah pemilik onta ini, Onta ini milik siapa?” Lalu
datanglah seorang pemuda Anshar seraya berkata, “Onta itu milikku, wahai
Rasulullah”.
Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
“Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah dalam binatang ini, yang
telah dijadikan sebagai milikmu oleh Allah, karena ia (binatang ini)
telah mengadu kepadaku bahwa engkau telah membuatnya letih dan lapar”.
[HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (1/400), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak
(2/99-100), Ahmad dalam Al-Musnad (1/204-205), Abu Ya’la dalam Al-Musnad
(3/8/1), Al-Baihaqiy dalam Ad-Dala’il (6/26), dan Ibnu Asakir dalam
Tarikh Dimasyqa (9/28/1). Lihat Ash-Shahihah (20)]
5. Kesaksian Kambing Panggang
Kalau binatang yang masih hidup bisa berbicara adalah perkara yang
ajaib, maka tentunya lebih ajaib lagi kalau ada seekor kambing panggang
yang berbicara. Ini memang aneh, akan tetapi nyata. Kisah kambing
panggang yang berbicara ini terdapat dalam hadits berikut:
Abu Hurairah-radhiyallahu ‘anhu- berkata,
“Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menerima hadiah, dan tak
mau makan shodaqoh. Maka ada seorang wanita Yahudi di Khoibar yang
menghadiahkan kepada beliau kambing panggang yang telah diberi racun.
Lalu Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pun memakan sebagian
kambing itu, dan kaum (sahabat) juga makan.
Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Angkatlah
tangan kalian, karena kambing panggang ini mengabarkan kepadaku bahwa
dia beracun”. Lalu meninggallah Bisyr bin Al-Baro’ bin MA’rur
Al-Anshoriy. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengirim (utusan
membawa surat), “Apa yang mendorongmu untuk melakukan hal itu?” Wanita
itu menjawab, “Jika engkau adalah seorang nabi, maka apa yang aku telah
lakukan tak akan membahayakan dirimu. Jika engkau adalah seorang raja,
maka aku telah melepaskan manusia darimu”.
Kemudian Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan
untuk membunuh wanita itu, maka ia pun dibunuh. Nabi -Shallallahu
‘alaihi wa sallam- bersabda ketika beliau sakit yang menyebabkan
kematian beliau,”Senantiasa aku merasakan sakit akibat makanan yang
telah aku makan ketika di Khoibar. Inilah saatnya urat nadi leherku
terputus”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (4512). Di-shohih-kan
Al-Albaniy dalam Shohih Sunan Abi Dawud (hal.813), dengan tahqiq Masyhur
Hasan Salman]
6. Batu yang Berbicara
Setelah kita mengetahu adanya batu yang mengucapkan salam, maka
keajaiban selanjutnya adalah adanya batu yang berbicara di akhir zaman.
Jika kita pikirkan, maka terasa aneh, tapi demikianlah seorang
muslim harus mengimani seluruh berita yang disampaikan oleh Rasulullah
-Shollallahu ‘alaihi wasallam-, baik yang masuk akal, atau tidak. Karena
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidaklah pernah berbicara sesuai
hawa nafsunya, bahkan beliau berbicara sesuai tuntunan wahyu dari Allah
Yang Mengetahui segala perkara ghaib.
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Kalian akan memerangi orang-orang Yahudi sehingga seorang diantara
mereka bersembunyi di balik batu. Maka batu itu berkata, “Wahai hamba
Allah, Inilah si Yahudi di belakangku, maka bunuhlah ia”. [HR.
Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (2767), dan Muslim dalam Shohih-nya (2922)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar-rahimahullah- berkata, “Dalam hadits ini
terdapat tanda-tanda dekatnya hari kiamat, berupa berbicaranya
benda-benda mati, pohon, dan batu. Lahiriahnya hadits ini (menunjukkan)
bahwa benda-benda itu berbicara secara hakikat”.[Lihat Fathul Bari
(6/610)]
7. Semut Memberi Komando
Mungkin kita pernah mendengar cerita fiktif tentang hewan-hewan
yang berbicara dengan hewan yang lain. Semua itu hanyalah cerita fiktif
belaka alias omong kosong. Tapi ketahuilah wahai para pembaca,
sesungguhnya adanya hewan yang berbicara kepada hewan yang lain, bahkan
memberi komando, layaknya seorang komandan pasukan yang memberikan
perintah. Hewan yang memberi komando tersebut adalah semut. Kisah ini
sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qur’an,
“Dan Sulaiman Telah mewarisi Daud, dan dia berkata: “Hai manusia,
kami Telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala
sesuatu. Sesungguhnya (semua) Ini benar-benar suatu kurnia yang
nyata”.Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan
burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan).
Hingga apabila mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor
semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu
tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak
menyadari.Maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa Karena
(mendengar) perkataan semut itu. dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah Aku
ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang Telah Engkau anugerahkan
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal
saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah Aku dengan rahmat-Mu ke dalam
golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”. (QS.An-Naml: 16-19).
Nb: Inilah beberapa perkara yang lebih layak dijadikan
“Tujuh Keajaiban Dunia” Versi Al-Quran dan hadist yang menghebohkan, dan
mencengangkan seluruh manusia.
Orang-orang beriman telah lama meyakini dan mengimani
perkara-perkara ini sejak zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
sampai sekarang. Namun memang kebanyakan manusia tidak mengetahui
perkara-perkara itu.
Oleh karena itu, kami mengangkat hal itu untuk mengingatkan kembali, dan menanamkan aqidah yang kokoh di hati kaum muslimin
Sebab-Sebab Turunnya Rezeki
Akhir-akhir ini banyak orang yang mengeluhkan masalah penghasilan
atau rizki, entah karena merasa kurang banyak atau karena kurang berkah.
Begitu pula berbagai problem kehidupan, mengatur pengeluaran dan
kebutuhan serta bermacam-macam tuntutannya. Sehingga masalah penghasilan
ini menjadi sesuatu yang menyibukkan, bahkan membuat bingung dan stress
sebagian orang. Maka tak jarang di antara mereka ada yang mengambil
jalan pintas dengan menempuh segala cara yang penting keinginan
tercapai. Akibatnya bermunculanlah koruptor, pencuri, pencopet,
perampok, pelaku suap dan sogok, penipuan bahkan pembunuhan, pemutusan
silaturrahim dan meninggal kan ibadah kepada Allah untuk mendapatkan
uang atau alasan kebutuhan hidup.
Mereka lupa bahwa Allah telah menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya sebab-sebab yang dapat mendatangkan rizki dengan penjelasan yang amat gamblang. Dia menjanjikan keluasan rizki kepada siapa saja yang menempuhnya serta menggunakan cara-cara itu, Allah juga memberikan jaminan bahwa mereka pasti akan sukses serta mendapatkan rizki dengan tanpa disangka-sangka.
Diantara sebab-sebab yang melapangkan rizki adalah sebagai berikut:
- Takwa Kepada Allah
Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan menjadikannya terus bertambah. Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya,
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya.” (At Thalaq 2-3)
Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah dalam segala kondisi maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan di akhirat. Dan salah satu dari sekian banyak pahala yang dia peroleh adalah Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dalam setiap permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya rizki secara tidak terduga.
Imam Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah di atas, “Yaitu barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang Dia larang maka Allah akan memberikan jalan keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas sama sekali sebelumnya.”
Allah swt juga berfirman, artinya,
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. 7:96)
- Istighfar dan Taubat
Termasuk sebab yang mendatang kan rizki adalah istighfar dan taubat, sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam ,
“Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”(QS. 71:10-12)
Al-Qurthubi mengatakan, “Di dalam ayat ini, dan juga dalam surat Hud (ayat 52,red) terdapat petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab turunnya rizki dan hujan.”
Ada seseorang yang mengadukan kekeringan kepada al-Hasan al-Bashri, maka beliau berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”, lalu ada orang lain yang mengadukan kefakirannya, dan beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Ada lagi yang mengatakan, “Mohonlah kepada Allah agar memberikan kepadaku anak!” Maka beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang kering kerontang, beliau pun juga menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah.”
Maka orang-orang pun bertanya, “Banyak orang berdatangan mengadukan berbagai persoalan, namun anda memerintahkan mereka semua agar beristighfar.” Beliau lalu menjawab, “Aku mengatakan itu bukan dari diriku, sesungguhnya Allah swt telah berfirman di dalam surat Nuh,(seperti tersebut diatas, red)
Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana yang diharapkan.
- Tawakkal Kepada Allah
Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. 65:3)
Nabi saw telah bersabda, artinya,
“Seandainya kalian mau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya maka pasti Allah akan memberikan rizki kepadamu sebagaimana burung yang diberi rizki, pagi-pagi dia dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani)
Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa hanya Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang ada di alam berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat, kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan selainnya adalah dari Allah semata.
Maka hakikat tawakkal adalah sebagaimana yang di sampaikan oleh al-Imam Ibnu Rajab, yaitu menyandarkan hati dengan sebenarnya kepada Allah Azza wa Jalla di dalam mencari kebaikan (mashlahat) dan menghindari madharat (bahaya) dalam seluruh urusan dunia dan akhirat, menyerahkan seluruh urusan hanya kepada Allah serta merealisasikan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberi dan menahan, tidak ada yang mendatangkan madharat dan manfaat selain Dia.
- Silaturrahim
Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa silaturrahim merupakan salah satu sebab terbukanya pintu rizki, di antaranya adalah sebagai berikut:
-Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya,
“Dari Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim.” (HR Al Bukhari)
-Sabda Nabi saw, artinya,
“Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Ketahuilah orang yang ada hubungan nasab denganmu yang engkau harus menyambung hubungan kekerabatan dengannya. Karena sesungguhnya silaturrahim menumbuhkan kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta dan memperpanjang umur.” (HR. Ahmad dishahihkan al-Albani)
Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris atau tidak, mahram atau bukan mahram.
- Infaq fi Sabilillah
Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. 34:39)
Ibnu Katsir berkata, “Yaitu apapun yang kau infakkan di dalam hal yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah) akan memberikan ganti kepadamu di dunia dan memberikan pahala dan balasan di akhirat kelak.”
Juga firman Allah yang lain,artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:267-268)
Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah saw bersabda, Allah swt berfirman, “Wahai Anak Adam, berinfaklah maka Aku akan berinfak kepadamu.” (HR Muslim)
- Menyambung Haji dengan Umrah
Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Mas”ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya,
“Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani)
Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji.
- Berbuat Baik kepada Orang Lemah
Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah, beliau bersabda, artinya,
“Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian.” (HR. al-Bukhari)
Dhu”afa” (orang-orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada fuqara, yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar, hamba sahaya dan lain sebagainya.
- Serius di dalam Beribadah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya,
“Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu.”
Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam beribadah, tunduk dan khusyu” hanya kepada Allah, merasa sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan Bumi.
Dan masih banyak lagi pintu-pintu rizki yang lain, seperti hijrah, jihad, bersyukur, menikah, bersandar kepada Allah, meninggalkan kemaksiatan, istiqamah serta melakukan ketaatan, yang tidak dapat di sampaikan secara lebih rinci dalam lembar yang terbatas ini. Mudah-mudahan Allah memberi kan taufik dan bimbingan kepada kita semua. Amin
Mereka lupa bahwa Allah telah menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya sebab-sebab yang dapat mendatangkan rizki dengan penjelasan yang amat gamblang. Dia menjanjikan keluasan rizki kepada siapa saja yang menempuhnya serta menggunakan cara-cara itu, Allah juga memberikan jaminan bahwa mereka pasti akan sukses serta mendapatkan rizki dengan tanpa disangka-sangka.
Diantara sebab-sebab yang melapangkan rizki adalah sebagai berikut:
- Takwa Kepada Allah
Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan menjadikannya terus bertambah. Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya,
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya.” (At Thalaq 2-3)
Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah dalam segala kondisi maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan di akhirat. Dan salah satu dari sekian banyak pahala yang dia peroleh adalah Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dalam setiap permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya rizki secara tidak terduga.
Imam Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah di atas, “Yaitu barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang Dia larang maka Allah akan memberikan jalan keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas sama sekali sebelumnya.”
Allah swt juga berfirman, artinya,
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. 7:96)
- Istighfar dan Taubat
Termasuk sebab yang mendatang kan rizki adalah istighfar dan taubat, sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam ,
“Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”(QS. 71:10-12)
Al-Qurthubi mengatakan, “Di dalam ayat ini, dan juga dalam surat Hud (ayat 52,red) terdapat petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab turunnya rizki dan hujan.”
Ada seseorang yang mengadukan kekeringan kepada al-Hasan al-Bashri, maka beliau berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”, lalu ada orang lain yang mengadukan kefakirannya, dan beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Ada lagi yang mengatakan, “Mohonlah kepada Allah agar memberikan kepadaku anak!” Maka beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang kering kerontang, beliau pun juga menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah.”
Maka orang-orang pun bertanya, “Banyak orang berdatangan mengadukan berbagai persoalan, namun anda memerintahkan mereka semua agar beristighfar.” Beliau lalu menjawab, “Aku mengatakan itu bukan dari diriku, sesungguhnya Allah swt telah berfirman di dalam surat Nuh,(seperti tersebut diatas, red)
Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana yang diharapkan.
- Tawakkal Kepada Allah
Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. 65:3)
Nabi saw telah bersabda, artinya,
“Seandainya kalian mau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya maka pasti Allah akan memberikan rizki kepadamu sebagaimana burung yang diberi rizki, pagi-pagi dia dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani)
Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa hanya Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang ada di alam berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat, kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan selainnya adalah dari Allah semata.
Maka hakikat tawakkal adalah sebagaimana yang di sampaikan oleh al-Imam Ibnu Rajab, yaitu menyandarkan hati dengan sebenarnya kepada Allah Azza wa Jalla di dalam mencari kebaikan (mashlahat) dan menghindari madharat (bahaya) dalam seluruh urusan dunia dan akhirat, menyerahkan seluruh urusan hanya kepada Allah serta merealisasikan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberi dan menahan, tidak ada yang mendatangkan madharat dan manfaat selain Dia.
- Silaturrahim
Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa silaturrahim merupakan salah satu sebab terbukanya pintu rizki, di antaranya adalah sebagai berikut:
-Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya,
“Dari Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim.” (HR Al Bukhari)
-Sabda Nabi saw, artinya,
“Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Ketahuilah orang yang ada hubungan nasab denganmu yang engkau harus menyambung hubungan kekerabatan dengannya. Karena sesungguhnya silaturrahim menumbuhkan kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta dan memperpanjang umur.” (HR. Ahmad dishahihkan al-Albani)
Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris atau tidak, mahram atau bukan mahram.
- Infaq fi Sabilillah
Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. 34:39)
Ibnu Katsir berkata, “Yaitu apapun yang kau infakkan di dalam hal yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah) akan memberikan ganti kepadamu di dunia dan memberikan pahala dan balasan di akhirat kelak.”
Juga firman Allah yang lain,artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:267-268)
Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah saw bersabda, Allah swt berfirman, “Wahai Anak Adam, berinfaklah maka Aku akan berinfak kepadamu.” (HR Muslim)
- Menyambung Haji dengan Umrah
Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Mas”ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya,
“Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani)
Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji.
- Berbuat Baik kepada Orang Lemah
Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah, beliau bersabda, artinya,
“Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian.” (HR. al-Bukhari)
Dhu”afa” (orang-orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada fuqara, yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar, hamba sahaya dan lain sebagainya.
- Serius di dalam Beribadah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya,
“Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu.”
Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam beribadah, tunduk dan khusyu” hanya kepada Allah, merasa sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan Bumi.
Dan masih banyak lagi pintu-pintu rizki yang lain, seperti hijrah, jihad, bersyukur, menikah, bersandar kepada Allah, meninggalkan kemaksiatan, istiqamah serta melakukan ketaatan, yang tidak dapat di sampaikan secara lebih rinci dalam lembar yang terbatas ini. Mudah-mudahan Allah memberi kan taufik dan bimbingan kepada kita semua. Amin
Menyantuni Anak Yatim
Diriwayatkan dari Zainab istri Ibnu Mas’ud, ia berkata, Rasulullah
SAW bersabda: “Wahai para wanita, bersedekahlah walaupun dari perhiasan
kamu.” Zainab berkata, “Aku pergi kepada Abdullah (Ibnu Mas’ud) dan
berkata, “Sesungguhnya engkau adalah laki-laki ringan yang suka
membantu, sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkan kami (para wanita)
untuk bersedekah. Maka, datanglah kepadanya dan tanyakan barang kali
sedekah kepadamu sudah dianggap sedekahku. Bila tidak, maka aku akan
keluarkan sedekah kepada selain kamu.”
Zainab mengatakan, maka Abdullah bin Mas’ud berkata kepadanya. “Kamu sajalah yang datang.” Zainab pergi menemui Rasulullah dan di depan pintu rumah Rasulullah ada perempuan Anshar yang punya kebutuhan yang sama.
Tak lama kemudian, datang Bilal. Zainab berkata kepadanya dan memohon kepada Bilal untuk menyampaikan kepada Rasulullah bahwa ada dua orang perempuan yang sedang menunggu di depan pintu rumahnya dan bertanya tentang sedekah kepada suami dan anak-anak yatim di rumah mereka, apakah mereka itu akan mendapat balasan pahala?
Bilal pun masuk dan menyampaikan pertanyaan tersebut. Rasulullah SAW bertanya, “Siapa mereka berdua?” Bilal menjawab, “Seorang wanita Anshar dan Zainab.” Nabi SAW bertanya, “Zainab yang mana?” Bilal berkata, “Zainab istri Abdullah (Ibnu Mas’ud).
Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepada Bilal, “Mereka berdua mendapatkan dua pahala, yakni pahala menjaga kekerabatan dan pahala sedekah.” ( HR Bukhari dan Muslim).
Zainab mengatakan, maka Abdullah bin Mas’ud berkata kepadanya. “Kamu sajalah yang datang.” Zainab pergi menemui Rasulullah dan di depan pintu rumah Rasulullah ada perempuan Anshar yang punya kebutuhan yang sama.
Tak lama kemudian, datang Bilal. Zainab berkata kepadanya dan memohon kepada Bilal untuk menyampaikan kepada Rasulullah bahwa ada dua orang perempuan yang sedang menunggu di depan pintu rumahnya dan bertanya tentang sedekah kepada suami dan anak-anak yatim di rumah mereka, apakah mereka itu akan mendapat balasan pahala?
Bilal pun masuk dan menyampaikan pertanyaan tersebut. Rasulullah SAW bertanya, “Siapa mereka berdua?” Bilal menjawab, “Seorang wanita Anshar dan Zainab.” Nabi SAW bertanya, “Zainab yang mana?” Bilal berkata, “Zainab istri Abdullah (Ibnu Mas’ud).
Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepada Bilal, “Mereka berdua mendapatkan dua pahala, yakni pahala menjaga kekerabatan dan pahala sedekah.” ( HR Bukhari dan Muslim).
Rasul Tidak Menshalati Pelaku Korupsi Yang Meninggal
Oleh Prof Dr KH M Abdurrahman MA
Problematika bangsa dan umat saat ini adalah korupsi. Dalam bahasa Alquran, identik dengan kosakata ghulul(khianat) atau fasad. Ghulul karena menyembunyikan, mengkhianati sesuatu. Dan disebut fasad karena berimplikasi pada kerusakan atau kerugian negara yang menghancurkan negara itu sendiri.
Fenomena korupsi saat ini sudah menyangkut persoalan yang disebut sebagai problem kebangsaan dan keumatan. Bila melihat pada kasus yang terjadi di zaman Rasulullah SAW, terhadap orang yang melakukan korupsi (ghulul), Rasul tidak akan menshalati jenazahnya.
Sedikitnya, ada tiga faktor untuk mencegah merebaknya korupsi di Tanah Air. Pertama, faktor spiritual. Orang yang tingkat spiritualitas keagamaannya baik, tentu dia tidak akan berbuat dan berlaku korup. Bangsa Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia.
Mengapa banyak praktik korupsi di negeri ini? Jawabnya, karena tidak adanya nilai-nilai spiritual dalam kehidupannya. Shalat, zakat, puasa, dan haji yang dikerjakannya sebatas praktik semata tanpa diimbangi dengan perbuatan nyata. Artinya, ibadahnya tidak mampu menghindarkan dirinya dari perbuatan dosa dan godaan duniawi.
Kedua, aspek sosial. Seorang Muslim harus menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Sesama Muslim harus saling mengingatkan dan mencegahnya. Imam Bukhari meriwayatkan, “Al-Muslimu man salimal Muslimuna min lisanihi wa yadihi”.Muslim itu ialah orang yang menyelamatkan Muslim lain dengan bahasa dan tangannya (perbuatannya).
Sungguh berat dan banyak godaan untuk mengimplementasikan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sosial, sehingga kenyataan kehidupan yang sekarang penuh dengan israf (berlebihan), tabdzir (kemubaziran), dan itraf (kemewahan) makin mendorong seseorang mencari harta yang tidak suci itu.
Setan akan selalu menggoda manusia dan berusaha menjerumuskannya ke dalam perbuatan dosa dan maksiat. Karena itu, kita harus menjaganya dengan shalat, zikir, dan perlindungan kepada Allah SWT.
Dan, korupsi adalah perbuatan yang akan menjerumuskan pelakunya pada tindakan merugikan negara, sekaligus hak orang lain.
Ketiga, aspek legal formal, sebagai produk konstitusional. Tujuannya, untuk menghukum dan mengadili para koruptor supaya jera. Undang-Undang Tahun 2002 jelas memberikan hukuman mati bagi koruptor sebagai hukuman maksimal. Sayangnya, UU itu seolah tidak tersentuh. Mestinya, perundangan ini disebarluaskan sehingga menjadi rasa takut bagi pelaku korupsi.
Dalam Alquran, pelaku korupsi sama dengan ghulul, yaitu merugikan orang lain karena khianat. (QS Ali Imran [3]: 161). Koruptor itu termasuk perampok harta dan kekayaan negara, karenanya pantas mendapatkan hukuman keras seperti hukuman mati. Apalagi, Rasul SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ashabus Sunan, melarang para sahabat-sahabatnya termasuk umatnya menshalatkan jenazah koruptor karena pelakunya melakukan perbuatan khianat kepada saudara-saudaranya.
Disarikan dari Hikmah Republika Koran. Judul asli tulisan adalah Ghulul = Korupsi
Memulakan Salam
Orang yg memulakan salam adalah terlepas daripada sifat sombong dan takabbur" (HR Baihaqi)
Mohon Perlindungan
Ya Allah,aku berlindung padaMu dari kelemahan,kemalasan,sifat pengecut sia-siakan usia&dari sifat kikir (HR Muslim)
Keluar dari Kesulitan
Siapa ingin doanya terkabul/dibebaskan dari kesulitan, hendaknya ia membantu kesulitan orang lain(HR Ahmad)
Ciri Muslim
Seorang muslim bukanlah pengumpat atau suka mengutuk,tidak keji serta ucapannya tidak kotor (HR Bukhari)
Membaca Al-Qur'an
Bacalah Al-Qur'an,sesungguhnya Al-Qur'an itu akn datang pd hari kiamat utk memberi syafa'at bagi org yg mbacanya(HR.Muslim)
Aib
Alangkah baiknya orang yg sibuk meneliti aib diri mereka sendiri dgn tak mengurusi/membicarakan aib org lain.(HR Dailami)
Ali Imran 139
"Janganlah kamu bersikap lemah & jangan pula kamu bersedih hati. Padahal kamulah orang-orang yg paling tinggi derajatnya, jika kamu orang2 yg beriman." (QS. Ali-Imran : 139)
Rezeki
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah dan carilah nafkah dengan cara yang baik, karena sesungguhnya seseorang sekali-kali tidak akan meninggal dunia sebelum rezekinya disempurnakan, sekalipun rezekinya terlambat (datang) kepadanya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik, ambillah yang halal dan tinggalkanlah yang haram." (Hadits shahih, Shahih Ibnu Majah no. 1743 dan Ibnu Majah II: 725 no. 214)
Bulan Ramadhan
Apabila tiba bulan Ramadan, maka dibukalah pintu2 surga,ditutuplah pintu neraka dan setan2 dibelenggu (HR Muslim)
Minggu, 22 Januari 2012
Membaca Buku
Seorang yang filosof dogmatis sedang meyampaikan ceramah. Nasrudin
mengamati bahwa jalan pikiran sang filosof terkotak-kotak, dan sering
menggunakan aspek intelektual yang tidak realistis. Setiap masalah
didiskusikan dengan menyitir buku-buku dan kisah-kisah klasik,
dianalogikan dengan cara yang tidak semestinya.
Akhirnya, sang penceramah mengacungkan buku hasil karyanya sendiri. nasrudin segera mengacungkan tangan untuk menerimanya pertama kali. Sambil memegangnya dengan serius, Nasrudin membuka halaman demi halaman, berdiam diri. Lama sekali. Sang penceramah mulai kesal.
“Engkau bahkan membaca bukuku terbalik!”
“Aku tahu,” jawab Nasrudin acuh, “Tapi karena cuma ini satu-satunya hasil karyamu, rasanya, ya, memang begini caranya mempelajari jalan pikiranmu.”
Akhirnya, sang penceramah mengacungkan buku hasil karyanya sendiri. nasrudin segera mengacungkan tangan untuk menerimanya pertama kali. Sambil memegangnya dengan serius, Nasrudin membuka halaman demi halaman, berdiam diri. Lama sekali. Sang penceramah mulai kesal.
“Engkau bahkan membaca bukuku terbalik!”
“Aku tahu,” jawab Nasrudin acuh, “Tapi karena cuma ini satu-satunya hasil karyamu, rasanya, ya, memang begini caranya mempelajari jalan pikiranmu.”
Penyelundup
Ada kabar angin bahwa Mullah Nasrudin berprofesi juga sebagai
penyelundup. Maka setiap melewati batas wilayah, penjaga gerbang
menggeledah jubahnya yang berlapis-lapis dengan teliti. Tetapi tidak ada
hal yang mencurigakan yang ditemukan. Untuk mengajar, Mullah Nasrudin
memang sering harus melintasi batas wilayah.
Suatu malam, salah seorang penjaga mendatangi rumahnya. “Aku tahu, Mullah, engkau penyelundup. Tapi aku menyerah, karena tidak pernah bisa menemukan barang selundupanmu. Sekarang, jawablah penasaranku: apa yang engkau selundupkan ?”
“Jubah,” kata Nasrudin, serius
Suatu malam, salah seorang penjaga mendatangi rumahnya. “Aku tahu, Mullah, engkau penyelundup. Tapi aku menyerah, karena tidak pernah bisa menemukan barang selundupanmu. Sekarang, jawablah penasaranku: apa yang engkau selundupkan ?”
“Jubah,” kata Nasrudin, serius
Jangan Terlalu Dalam
Telah berulang kali Nasrudin mendatangi seorang hakim untuk mengurus
suatu perjanjian. Hakim di desanya selalu mengatakan tidak punya waktu
untuk menandatangani perjanjian itu. Keadaan ini selalu berulang
sehingga Nasrudin menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok. Tapi — kita
tahu — menyogok itu diharamkan. Maka Nasrudin memutuskan untuk
melemparkan keputusan ke si hakim sendiri.
Nasrudin menyiapkan sebuah gentong. Gentong itu diisinya dengan tahi sapi hingga hampir penuh. Kemudian di atasnya, Nasrudin mengoleskan mentega beberapa sentimeter tebalnya. Gentong itu dibawanya ke hadapan Pak Hakim. Saat itu juga Pak Hakim langsung tidak sibuk, dan punya waktu untuk membubuhi tanda tangan pada perjanjian Nasrudin.
Nasrudin kemudian bertanya, “Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil gentong mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan ?”
Hakim tersenyum lebar. “Ah, kau jangan terlalu dalam memikirkannya.” Ia mencuil sedikit mentega dan mencicipinya. “Wah, enak benar mentega ini!”
“Yah,” jawab Nasrudin, “Sesuai ucapan Tuan sendiri, jangan terlalu dalam.” Dan berlalulah Nasrudin.
Nasrudin menyiapkan sebuah gentong. Gentong itu diisinya dengan tahi sapi hingga hampir penuh. Kemudian di atasnya, Nasrudin mengoleskan mentega beberapa sentimeter tebalnya. Gentong itu dibawanya ke hadapan Pak Hakim. Saat itu juga Pak Hakim langsung tidak sibuk, dan punya waktu untuk membubuhi tanda tangan pada perjanjian Nasrudin.
Nasrudin kemudian bertanya, “Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil gentong mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan ?”
Hakim tersenyum lebar. “Ah, kau jangan terlalu dalam memikirkannya.” Ia mencuil sedikit mentega dan mencicipinya. “Wah, enak benar mentega ini!”
“Yah,” jawab Nasrudin, “Sesuai ucapan Tuan sendiri, jangan terlalu dalam.” Dan berlalulah Nasrudin.
Penampilan
Nasrudin hampir selalu miskin. Ia tidak mengeluh, tapi suatu hari istrinyalah yang mengeluh.
“Tapi aku mengabdi kepada Allah saja,” kata Nasrudin.
“Kalau begitu, mintalah upah kepada Allah,” kata istrinya.
Nasrudin langsung ke pekarangan, bersujud, dan berteriak keras-keras, “Ya Allah, berilah hamba upah seratus keping perak!” berulang-ulang. Tetangganya ingin mempermainkan Nasrudin. Ia melemparkan seratus keping perak ke kepala Nasrudin. Tapi ia terkejut waktu Nasrudin membawa lari uang itu ke dalam rumah dengan gembira, sambil berteriak “Hai, aku ternyata memang wali Allah. Ini upahku dari Allah.”
Sang tetangga menyerbu rumah Nasrudin, meminta kembali uang yang baru dilemparkannya. Nasrudin menjawab “Aku memohon kepada Allah, dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah.”
Tetangganya marah. Ia mengajak Nasrudin menghadap hakim. Nasrudin berkelit, “Aku tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini. Aku tidak punya kuda dan pakaian bagus. Pasti hakim berprasangka buruk pada orang miskin.”
Sang tetangga meminjamkan jubah dan kuda.
Tidak lama kemudian, mereka menghadap hakim. Tetangga Nasrudin segera mengadukan halnya pada hakim.
“Bagaimana pembelaanmu?” tanya hakim pada Nasrudin.
“Tetangga saya ini gila, Tuan,” kata Nasrudin.
“Apa buktinya?” tanya hakim.
“Tuan Hakim bisa memeriksanya langsung. Ia pikir segala yang ada di dunia ini miliknya. Coba tanyakan misalnya tentang jubah saya dan kuda saya, tentu semua diakui sebagai miliknya. Apalagi pula uang saya.”
Dengan kaget, sang tetangga berteriak, “Tetapi itu semua memang milikku!”
Bagi sang hakim, bukti-bukti sudah cukup. Perkara putus.
“Tapi aku mengabdi kepada Allah saja,” kata Nasrudin.
“Kalau begitu, mintalah upah kepada Allah,” kata istrinya.
Nasrudin langsung ke pekarangan, bersujud, dan berteriak keras-keras, “Ya Allah, berilah hamba upah seratus keping perak!” berulang-ulang. Tetangganya ingin mempermainkan Nasrudin. Ia melemparkan seratus keping perak ke kepala Nasrudin. Tapi ia terkejut waktu Nasrudin membawa lari uang itu ke dalam rumah dengan gembira, sambil berteriak “Hai, aku ternyata memang wali Allah. Ini upahku dari Allah.”
Sang tetangga menyerbu rumah Nasrudin, meminta kembali uang yang baru dilemparkannya. Nasrudin menjawab “Aku memohon kepada Allah, dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah.”
Tetangganya marah. Ia mengajak Nasrudin menghadap hakim. Nasrudin berkelit, “Aku tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini. Aku tidak punya kuda dan pakaian bagus. Pasti hakim berprasangka buruk pada orang miskin.”
Sang tetangga meminjamkan jubah dan kuda.
Tidak lama kemudian, mereka menghadap hakim. Tetangga Nasrudin segera mengadukan halnya pada hakim.
“Bagaimana pembelaanmu?” tanya hakim pada Nasrudin.
“Tetangga saya ini gila, Tuan,” kata Nasrudin.
“Apa buktinya?” tanya hakim.
“Tuan Hakim bisa memeriksanya langsung. Ia pikir segala yang ada di dunia ini miliknya. Coba tanyakan misalnya tentang jubah saya dan kuda saya, tentu semua diakui sebagai miliknya. Apalagi pula uang saya.”
Dengan kaget, sang tetangga berteriak, “Tetapi itu semua memang milikku!”
Bagi sang hakim, bukti-bukti sudah cukup. Perkara putus.
Yang mana Lelaki ?
Seorang tetangga Nasrudin telah lama bepergian ke negeri jauh. Ketika
pulang, ia menceritakan pengalaman-pengalamannya yang aneh di negeri
orang.
“Kau tahu,” katanya pada Nasrudin, “Ada sebuah negeri yang aneh. Di sana udaranya panas bukan main sehingga tak seorangpun yang mau memakai pakaian, baik lelaki maupun perempuan.”
Nasrudin senang dengan lelucon itu. Katanya, “Kalau begitu, bagaimana cara kita membedakan mana orang yang lelaki dan mana yang perempuan?”
“Kau tahu,” katanya pada Nasrudin, “Ada sebuah negeri yang aneh. Di sana udaranya panas bukan main sehingga tak seorangpun yang mau memakai pakaian, baik lelaki maupun perempuan.”
Nasrudin senang dengan lelucon itu. Katanya, “Kalau begitu, bagaimana cara kita membedakan mana orang yang lelaki dan mana yang perempuan?”
Miskin dan Sepi
Seorang pemuda baru saja mewarisi kekayaan orang tuanya. Ia langsung
terkenal sebagai orang kaya, dan banyak orang yang menjadi kawannya.
Namun karena ia tidak cakap mengelola, tidak lama seluruh uangnya habis.
Satu per satu kawan-kawannya pun menjauhinya.
Ketika ia benar-benar miskin dan sebatang kara, ia mendatangi Nasrudin. Bahkan pada masa itu pun, kaum wali sudah sering [hanya] dijadikan perantara untuk memohon berkah.
“Uang saya sudah habis, dan kawan-kawan saya meninggalkan saya. Apa yang harus saya lakukan?” keluh pemuda itu.
“Jangan khawatir,” jawab Nasrudin, “Segalanya akan normal kembali. Tunggu saja beberapa hari ini. Kau akan kembali tenang dan bahagia.”
Pemuda itu gembira bukan main. “Jadi saya akan segera kembali kaya?”
“Bukan begitu maksudku. Kalu salah tafsir. Maksudku, dalam waktu yang tidak terlalu lama, kau akan terbiasa menjadi orang yang miskin dan tidak mempunyai teman.
Ketika ia benar-benar miskin dan sebatang kara, ia mendatangi Nasrudin. Bahkan pada masa itu pun, kaum wali sudah sering [hanya] dijadikan perantara untuk memohon berkah.
“Uang saya sudah habis, dan kawan-kawan saya meninggalkan saya. Apa yang harus saya lakukan?” keluh pemuda itu.
“Jangan khawatir,” jawab Nasrudin, “Segalanya akan normal kembali. Tunggu saja beberapa hari ini. Kau akan kembali tenang dan bahagia.”
Pemuda itu gembira bukan main. “Jadi saya akan segera kembali kaya?”
“Bukan begitu maksudku. Kalu salah tafsir. Maksudku, dalam waktu yang tidak terlalu lama, kau akan terbiasa menjadi orang yang miskin dan tidak mempunyai teman.
Makanan Untuk Pakaian
Nasrudin menghadiri sebuah pesta. Tetapi karena hanya memakai pakaian
yang tua dan jelek, tidak ada seorang pun yang menyambutnya. Dengan
kecewa Nasrudin pulang kembali.
Namun tak lama, Nasrudin kembali dengan memakai pakaian yang baru dan indah. Kali ini Tuang Rumah menyambutnya dengan ramah. Ia diberi tempat duduk dan memperoleh hidangan seperti tamu-tamu lainnya.
Tetapi Nasrudin segera melepaskan baju itu di atas hidangan dan berseru, “Hei baju baru, makanlah! Makanlah sepuas-puasmu!”
Untuk mana ia memberikan alasan “Ketika aku datang dengan baju yang tadi, tidak ada seorang pun yang memberi aku makan. Tapi waktu aku kembali dengan baju yang ini, aku mendapatkan tempat yang bagus dan makanan yang enak. Tentu saja ini hak bajuku. Bukan untukku.”
Namun tak lama, Nasrudin kembali dengan memakai pakaian yang baru dan indah. Kali ini Tuang Rumah menyambutnya dengan ramah. Ia diberi tempat duduk dan memperoleh hidangan seperti tamu-tamu lainnya.
Tetapi Nasrudin segera melepaskan baju itu di atas hidangan dan berseru, “Hei baju baru, makanlah! Makanlah sepuas-puasmu!”
Untuk mana ia memberikan alasan “Ketika aku datang dengan baju yang tadi, tidak ada seorang pun yang memberi aku makan. Tapi waktu aku kembali dengan baju yang ini, aku mendapatkan tempat yang bagus dan makanan yang enak. Tentu saja ini hak bajuku. Bukan untukku.”
Memberi Minum Pakaian
Nasrudin menghadiri sebuah pesta pernikahan. Dilihatnya seorang
sahabatnya sedang asyik makan. Namun, di samping makan
sebanyak-banyaknya, ia sibuk pula mengisi kantong bajunya dengan
makanan.
Melihat kerakusan sahabatnya, Nasrudin mengambil teko berisi air. Diam-dian, diisinya kantong baju sahabatnya dengan air. Tentu saja sahabatnya itu terkejut, dan berteriak,
“Hai Nasrudin, gilakah kau ? Masa kantongku kau tuangi air!”
“Maaf, aku tidak bermaksud buruk, sahabat,” jawab Nasrudin, “Karena tadi kulihat betapa banyak makanan ditelan oleh kantongmu, maka aku khawatir dia akan haus. Karena itu kuberi minum secukupnya.”
Melihat kerakusan sahabatnya, Nasrudin mengambil teko berisi air. Diam-dian, diisinya kantong baju sahabatnya dengan air. Tentu saja sahabatnya itu terkejut, dan berteriak,
“Hai Nasrudin, gilakah kau ? Masa kantongku kau tuangi air!”
“Maaf, aku tidak bermaksud buruk, sahabat,” jawab Nasrudin, “Karena tadi kulihat betapa banyak makanan ditelan oleh kantongmu, maka aku khawatir dia akan haus. Karena itu kuberi minum secukupnya.”
Mencuci Baju
Nasrudin sedang mengembara cukup jauh ketika ia sampai di sebuah
kampung yang sangat kekurangan air. Menyambut Nasrudin, beberapa
penduduk mengeluh,
“Sudah enam bulan tidak turun hujan di tempat ini, ya Mullah. Tanaman-tanaman mati. Air persediaan kami tinggan beberapa kantong lagi. Tolonglah kami. Berdoalah meminta hujan.”
Nasrudin mau menolong mereka. Tetapi ia minta dulu seember air. Maka datanglah setiap kepala keluarga membawa air terakhir yang mereka miliki. Total terkumpul hanya setengah ember air.
Nasrudin melepas pakaiannya yang kotor, dan dengan air itu, Nasrudin mulai mencucinya. Penduduk kampung terkejut,
“Mullah ! Itu air terakhir kami, untuk minum anak-anak kami!”
Di tengah kegaduhan, dengan tenang Nasrudin mengangkat bajunya, dan menjemurnya. Pada saat itu, terdengar guntur dahsyat, yang disusul hujan lebat. Penduduk lupa akan marahnya, dan mereka berteriak gembira.
“Bajuku hanya satu ini,” kata Nasrudin di tengah hujan dan teriakan penduduk, “Bila aku menjemurnya, pasti hujan turun deras!
“Sudah enam bulan tidak turun hujan di tempat ini, ya Mullah. Tanaman-tanaman mati. Air persediaan kami tinggan beberapa kantong lagi. Tolonglah kami. Berdoalah meminta hujan.”
Nasrudin mau menolong mereka. Tetapi ia minta dulu seember air. Maka datanglah setiap kepala keluarga membawa air terakhir yang mereka miliki. Total terkumpul hanya setengah ember air.
Nasrudin melepas pakaiannya yang kotor, dan dengan air itu, Nasrudin mulai mencucinya. Penduduk kampung terkejut,
“Mullah ! Itu air terakhir kami, untuk minum anak-anak kami!”
Di tengah kegaduhan, dengan tenang Nasrudin mengangkat bajunya, dan menjemurnya. Pada saat itu, terdengar guntur dahsyat, yang disusul hujan lebat. Penduduk lupa akan marahnya, dan mereka berteriak gembira.
“Bajuku hanya satu ini,” kata Nasrudin di tengah hujan dan teriakan penduduk, “Bila aku menjemurnya, pasti hujan turun deras!
Bahasa Burung
Dalam pengembaraannya, Nasrudin singgah di ibukota. Di sana langsung
timbul kabar burung bahwa Nasrudin telah menguasai bahasa burung-burung.
Raja sendiri akhirnya mendengar kabar itu. Maka dipanggillah Nasrudin
ke istana.
Saat itu kebetulan ada seekor burung hantu yang sering berteriak di dekat istana. Bertanyalah raja pada Nasrudin, “Coba katakan, apa yang diucapkan burung hantu itu!”
“Ia mengatakan,” kata Nasrudin, “Jika raja tidak berhenti menyengsarakan rakyat, maka kerajaannya akan segera runtuh seperti sarangnya.”
Saat itu kebetulan ada seekor burung hantu yang sering berteriak di dekat istana. Bertanyalah raja pada Nasrudin, “Coba katakan, apa yang diucapkan burung hantu itu!”
“Ia mengatakan,” kata Nasrudin, “Jika raja tidak berhenti menyengsarakan rakyat, maka kerajaannya akan segera runtuh seperti sarangnya.”
Jatuh Jubah
Nasrudin pulang malam bersama teman-temannya. Di pintu rumah mereka
berpisah. Di dalam rumah, istri Nasrudin sudah menanti dengan marah.
“Aku telah bersusah payah memasak untukmu sore tadi !” katanya sambil
menjewer Nasrudin. Karena kuatnya, Nasrudin terpelanting dan jatuh
menabrak peti.
Mendengar suara gaduh, teman-teman Nasrudin yang belum terlalu jauh kembali, dan bertanya dari balik pintu,
“Ada apa Nasrudin, malam-malam begini ribut sekali?”
“Jubahku jatuh dan menabrak peti,” jawab Nasrudin.
“Jubah jatuh saja ribut sekali ?”
“Tentu saja,” sesal Nasrudin, “Karena aku masih berada di dalamnya.”
Mendengar suara gaduh, teman-teman Nasrudin yang belum terlalu jauh kembali, dan bertanya dari balik pintu,
“Ada apa Nasrudin, malam-malam begini ribut sekali?”
“Jubahku jatuh dan menabrak peti,” jawab Nasrudin.
“Jubah jatuh saja ribut sekali ?”
“Tentu saja,” sesal Nasrudin, “Karena aku masih berada di dalamnya.”
Kekekalan Masa
Ketika memiliki uang cukup banyak, Nasrudin membeli ikan di pasar dan
membawanya ke rumah. Ketika istrinya melihat ikan yang banyak itu, ia
berpikir, “Oh, sudah lama aku tidak mengundang teman-temanku makan di
sini.”
Ketika malam itu Nasrudin pulang kembali, ia berharap ikannya sudah dimasakkan untuknya. Alangkah kecewanya ia melihat ikan-ikannya itu sudah habis, tinggal duri-durinya saja.
“Siapa yang menghabiskan ikan sebanyak ini ?”
Istrinya menjawab, “Kucingmu itu, tentu saja. Mengapa kau pelihara juga kucing yang nakal dan rakus itu!”
Nasrudin pun makan malam dengan seadanya saja. Setelah makan, dipanggilnya kucingnya, dibawanya ke kedai terdekat, diangkatnya ke timbangan, dan ditimbangnya. Lalu ia pulang ke rumah, dan berkata cukup keras,
“Ikanku tadi dua kilo beratnya. Yang barusan aku timbang ini juga dua kilo. Kalau kucingku dua kilo, mana ikannya ? Dan kalau ini ikan dua kilo, lalu mana kucingnya ?”
Ketika malam itu Nasrudin pulang kembali, ia berharap ikannya sudah dimasakkan untuknya. Alangkah kecewanya ia melihat ikan-ikannya itu sudah habis, tinggal duri-durinya saja.
“Siapa yang menghabiskan ikan sebanyak ini ?”
Istrinya menjawab, “Kucingmu itu, tentu saja. Mengapa kau pelihara juga kucing yang nakal dan rakus itu!”
Nasrudin pun makan malam dengan seadanya saja. Setelah makan, dipanggilnya kucingnya, dibawanya ke kedai terdekat, diangkatnya ke timbangan, dan ditimbangnya. Lalu ia pulang ke rumah, dan berkata cukup keras,
“Ikanku tadi dua kilo beratnya. Yang barusan aku timbang ini juga dua kilo. Kalau kucingku dua kilo, mana ikannya ? Dan kalau ini ikan dua kilo, lalu mana kucingnya ?”
Kuda
Keledai Nasrudin jatuh sakit. Maka ia meminjam seekor kuda kepada
tetangganya. Kuda itu besar dan kuat serta kencang larinya. Begitu
Nasrudin menaikinya, ia langsung melesat secepat kilat, sementara
Nasrudin berpegangan di atasnya, ketakutan.
Nasrudin mencoba membelokkan arah kuda. Tapi sia-sia. Kuda itu lari lebih kencang lagi.
Beberapa teman Nasrudin sedang bekerja di ladang ketika melihat Nasrudin melaju kencang di atas kuda. Mengira sedang ada sesuatu yang penting, mereka berteriak,
“Ada apa Nasrudin ? Ke mana engkau ? Mengapa terburu-buru ?”
Nasrudin balas berteriak, “Saya tidak tahu ! Binatang ini tidak mengatakannya kepadaku !”
Nasrudin mencoba membelokkan arah kuda. Tapi sia-sia. Kuda itu lari lebih kencang lagi.
Beberapa teman Nasrudin sedang bekerja di ladang ketika melihat Nasrudin melaju kencang di atas kuda. Mengira sedang ada sesuatu yang penting, mereka berteriak,
“Ada apa Nasrudin ? Ke mana engkau ? Mengapa terburu-buru ?”
Nasrudin balas berteriak, “Saya tidak tahu ! Binatang ini tidak mengatakannya kepadaku !”
Periuk Beranak
Nasrudin meminjam periuk kepada tetangganya. Seminggu kemudian, ia
mengembalikannya dengan menyertakan juga periuk kecil di sampingnya.
Tetangganya heran dan bertanya mengenai periuk kecil itu.
“Periukmu sedang hamil waktu kupinjam. Dua hari kemudian ia melahirkan bayinya dengan selamat.”
Tetangganya itu menerimanya dengan senang. Nasrudin pun pulang.
Beberapa hari kemudian, Nasrudin meminjam kembali periuk itu. Namun kali ini ia pura-pura lupa mengembalikannya. Sang tetangga mulai gusar, dan ia pun datang ke rumah Nasrudin,
Sambil terisak-isak, Nasrudin menyambut tamunya, “Oh, sungguh sebuah malapetaka. Takdir telah menentukan bahwa periukmu meninggal di rumahku. Dan sekarang telah kumakamkan.”
Sang tetangga menjadi marah, “Ayo kembalikan periukku. Jangan belagak bodoh. Mana ada periuk bisa meninggal dunia!”
“Tapi periuk yang bisa beranak, tentu bisa pula meninggal dunia,” kata Nasrudin, sambil menghentikan isaknya.
“Periukmu sedang hamil waktu kupinjam. Dua hari kemudian ia melahirkan bayinya dengan selamat.”
Tetangganya itu menerimanya dengan senang. Nasrudin pun pulang.
Beberapa hari kemudian, Nasrudin meminjam kembali periuk itu. Namun kali ini ia pura-pura lupa mengembalikannya. Sang tetangga mulai gusar, dan ia pun datang ke rumah Nasrudin,
Sambil terisak-isak, Nasrudin menyambut tamunya, “Oh, sungguh sebuah malapetaka. Takdir telah menentukan bahwa periukmu meninggal di rumahku. Dan sekarang telah kumakamkan.”
Sang tetangga menjadi marah, “Ayo kembalikan periukku. Jangan belagak bodoh. Mana ada periuk bisa meninggal dunia!”
“Tapi periuk yang bisa beranak, tentu bisa pula meninggal dunia,” kata Nasrudin, sambil menghentikan isaknya.
Bersembunyi
Suatu malam seorang pencuri memasuki rumah Nasrudin. Kabetulan
Nasrudin sedang melihatnya. Karena ia sedang sendirian aja, Nasrudin
cepat-cepat bersembunyi di dalam peti. Sementara itu pencuri memulai
aksi menggerayangi rumah. Sekian lama kemudian, pencuri belum menemukan
sesuatu yang berharga. Akhirnya ia membuka peti besar, dan memergoki
Nasrudin yang bersembunyi.
“Aha!” kata si pencuri, “Apa yang sedang kau lakukan di sini, ha?”
“Aku malu, karena aku tidak memiliki apa-apa yang bisa kau ambil. Itulah sebabnya aku bersembunyi di sini.”
“Aha!” kata si pencuri, “Apa yang sedang kau lakukan di sini, ha?”
“Aku malu, karena aku tidak memiliki apa-apa yang bisa kau ambil. Itulah sebabnya aku bersembunyi di sini.”
Keju
Setelah bepergian jauh, Nasrudin tiba kembali di rumah. Istrinya menyambut dengan gembira,
“Aku punya sepotong keju untukmu,” kata istrinya.
“Alhamdulillah,” puji Nasrudin, “Aku suka keju. Keju itu baik untuk kesehatan perut.”
Tidak lama Nasrudin kembali pergi. Ketika ia kembali, istrinya menyambutnya dengan gembira juga.
“Adakah keju untukku ?” tanya Nasrudin.
“Tidak ada lagi,” kata istrinya.
Kata Nasrudin, “Yah, tidak apa-apa. Lagipula keju itu tidak baik bagi kesehatan gigi.”
“Jadi mana yang benar ?” kata istri Nasrudin bertanya-tanya, “Keju itu baik untuk perut atau tidak baik untuk gigi ?”
“Itu tergantung,” sambut Nasrudin, “Tergantung apakah kejunya ada atau tidak.”
“Aku punya sepotong keju untukmu,” kata istrinya.
“Alhamdulillah,” puji Nasrudin, “Aku suka keju. Keju itu baik untuk kesehatan perut.”
Tidak lama Nasrudin kembali pergi. Ketika ia kembali, istrinya menyambutnya dengan gembira juga.
“Adakah keju untukku ?” tanya Nasrudin.
“Tidak ada lagi,” kata istrinya.
Kata Nasrudin, “Yah, tidak apa-apa. Lagipula keju itu tidak baik bagi kesehatan gigi.”
“Jadi mana yang benar ?” kata istri Nasrudin bertanya-tanya, “Keju itu baik untuk perut atau tidak baik untuk gigi ?”
“Itu tergantung,” sambut Nasrudin, “Tergantung apakah kejunya ada atau tidak.”
Pahit
Suatu hari Nasrudina mengeluh pada istrinya, Shakila: “Dulu, waktu
baru nikah, setiap kali saya pulang ke rumah, kau membawakan sandal saya
dan anjing kita menyambut dengan gonggongan. Kini terbalik, anjing kita
yang membawakan sandal, dar kau yang menggonggong.”
Mendengar kegusaran suaminya, Shakila tak kalah tangkas menangkis: “Jangan mengeluh suamiku, bagaimanapun engkau tetap mendapatkar pelayanan yang sama: ada yang membawakan sandal dan ada yang menggonggong.”
Menyelaraskan keinginan memang tak mudah. Ada unsur waktu, ada rasa pakewuh. Tapi, begitu watak asli terkuak seiring dengan rasa bosan yang muncul kecerewetan, ketidaksabaran, dan ketidak bersahajaannya pun mencuat. Begitulah manusia. Cenderung menyukai mengenakan topeng khususnya bila urusan duniawi jadi tujuan pokok.
Mungkin, topeng itu pula yang membuat kita sering terkecoh. Kita suka melihat yang tampak, bukan bagian yang “dalam”. Kita cenderung mencuatkan ego.
Begitulah jika manusia menekankan keinginan sendiri tanpa menimbang perasaan orang lain. Hatinya kopong. Kesetiaan, penghormatan, perhatian kepedulian, keadilan, kejujuran, semua ditentukan melalui kualitas hati. Tanpa hati yang jernih, seseorang akan sulit menyatakan terima kasih, apalag berbagi kasih.
Mendengar kegusaran suaminya, Shakila tak kalah tangkas menangkis: “Jangan mengeluh suamiku, bagaimanapun engkau tetap mendapatkar pelayanan yang sama: ada yang membawakan sandal dan ada yang menggonggong.”
Menyelaraskan keinginan memang tak mudah. Ada unsur waktu, ada rasa pakewuh. Tapi, begitu watak asli terkuak seiring dengan rasa bosan yang muncul kecerewetan, ketidaksabaran, dan ketidak bersahajaannya pun mencuat. Begitulah manusia. Cenderung menyukai mengenakan topeng khususnya bila urusan duniawi jadi tujuan pokok.
Mungkin, topeng itu pula yang membuat kita sering terkecoh. Kita suka melihat yang tampak, bukan bagian yang “dalam”. Kita cenderung mencuatkan ego.
Begitulah jika manusia menekankan keinginan sendiri tanpa menimbang perasaan orang lain. Hatinya kopong. Kesetiaan, penghormatan, perhatian kepedulian, keadilan, kejujuran, semua ditentukan melalui kualitas hati. Tanpa hati yang jernih, seseorang akan sulit menyatakan terima kasih, apalag berbagi kasih.
Keledai
Seorang tetangga datang untuk meminjam keledai Nasruddin.
“Keledai sedang dipinjam,” kata Nasruddin.
Pada saat itu binatang itu meringkik dari kandangnya. “Tetapi saya dengar ringkikannya,” kata tetangga itu. “Jadi siapa yang kaupercaya, keledai atau saya?”
“Keledai sedang dipinjam,” kata Nasruddin.
Pada saat itu binatang itu meringkik dari kandangnya. “Tetapi saya dengar ringkikannya,” kata tetangga itu. “Jadi siapa yang kaupercaya, keledai atau saya?”
Pelayan Raja
Nasrudin menjadi orang penting di istana, dan bersibuk mengatur
urusan di dalam istana. Suatu hari raja merasa lapar. Beberapa koki
menyajikan hidangan yang enak sekali.
“Tidakkah ini sayuran terbaik di dunia, Mullah ?” tanya raja kepada Nasrudin.
“Teramat baik, Tuanku.”
Maka raja meminta dimasakkan sayuran itu setiap saat. Lima hari kemudian, ketika koki untuk yang kesepuluh kali memasak masakan yang sama, raja berteriak:
“Singkirkan semuanya! Aku benci makanan ini!”
“Memang sayuran terburuk di dunia, Tuanku.” ujar Nasrudin.
“Tapi belum satu minggu yang lalu engkau mengatakan bahwa itu sayuran terbaik.”
“Memang benar. Tapi saya pelayan raja, bukan pelayan sayuran.”
“Tidakkah ini sayuran terbaik di dunia, Mullah ?” tanya raja kepada Nasrudin.
“Teramat baik, Tuanku.”
Maka raja meminta dimasakkan sayuran itu setiap saat. Lima hari kemudian, ketika koki untuk yang kesepuluh kali memasak masakan yang sama, raja berteriak:
“Singkirkan semuanya! Aku benci makanan ini!”
“Memang sayuran terburuk di dunia, Tuanku.” ujar Nasrudin.
“Tapi belum satu minggu yang lalu engkau mengatakan bahwa itu sayuran terbaik.”
“Memang benar. Tapi saya pelayan raja, bukan pelayan sayuran.”
Disebuah Kapal
Nasrudin berlayar dengan kapal besar. Cuaca cerah menyegarkan, tetapi
Nasrudin selalu mengingatkan orang akan bahaya cuaca buruk. Orang-orang
tak mengindahkannya. Tapi kemudian cuaca benar-benar menjadi buruk,
badai besar menghadang, dan kapal terombang ambing nyaris tenggelam.
Para penumpang mulai berlutut, berdoa, dan berteriak-teriak minta
tolong. Mereka berdoa dan berjanji untuk berbuat sebanyak mungkin
kebajikan jika mereka selamat.
“Teman-teman!” teriak Nasrudin. “Jangan boros dengan janji-janji indah! Aku melihat daratan!”
“Teman-teman!” teriak Nasrudin. “Jangan boros dengan janji-janji indah! Aku melihat daratan!”
Itik berkaki satu
Sekali lagi Nasrudin diundang Timur Lenk. Nasrudin ingin membawa buah
tangan berupa itik panggang. Sayang sekali, itik itu telah dimakan
Nasrudin sebuah kakinya pagi itu. Setelah berpikir-pikir, akhirnya
Nasrudin membawa juga itik panggang berkaki satu itu menghadap Timur
Lenk.
Seperti yang kita harapkan, Timur Lenk bertanya pada Nasrudin, “Mengapa itik panggang ini hanya berkaki satu, Mullah ?”
“Memang di negeri ini itik-itik hanya memiliki satu kaki. Kalau Anda tidak percaya, cobalah lihat di kolam.”
Mereka berdua berjalan ke kolam. Di sana, banyak itik berendam sambil mengangkat sebuah kakinya, sehingga nampak hanya berkaki satu.
“Lihatlah,” kata Nasrudin puas, “Di sini itik hanya berkaki satu.”
Tentu Timur Lenk tidak mau ditipu. Maka ia pun berteriak keras. Semua itik kaget, menurunkan kaki yang dilipat, dan beterbangan.
Tapi Nasrudin tidak kehilangan akal. “Subhanallah,” katanya, “Bahkan itik pun takut pada keinginan Anda. Barangkali kalau Anda meneriaki saya, saya akan ketakutan dan secara reflek menggandakan kaki jadi empat dan kemudian terbang juga.”
Seperti yang kita harapkan, Timur Lenk bertanya pada Nasrudin, “Mengapa itik panggang ini hanya berkaki satu, Mullah ?”
“Memang di negeri ini itik-itik hanya memiliki satu kaki. Kalau Anda tidak percaya, cobalah lihat di kolam.”
Mereka berdua berjalan ke kolam. Di sana, banyak itik berendam sambil mengangkat sebuah kakinya, sehingga nampak hanya berkaki satu.
“Lihatlah,” kata Nasrudin puas, “Di sini itik hanya berkaki satu.”
Tentu Timur Lenk tidak mau ditipu. Maka ia pun berteriak keras. Semua itik kaget, menurunkan kaki yang dilipat, dan beterbangan.
Tapi Nasrudin tidak kehilangan akal. “Subhanallah,” katanya, “Bahkan itik pun takut pada keinginan Anda. Barangkali kalau Anda meneriaki saya, saya akan ketakutan dan secara reflek menggandakan kaki jadi empat dan kemudian terbang juga.”
Harga Dunia
Timur Lenk masih meneruskan perbincangan dengan Nasrudin soal kekuasaannya.
“Nasrudin! Kalau setiap benda yang ada di dunia ini ada harganya, berapakah hargaku ?”
Kali ini Nasrudin menjawab sekenanya, tanpa banyak berpikir.
“Saya taksir, sekitar 100 dinar saja”
Timur Lenk membentak Nasrudin, “Keterlaluan! Apa kau tahu bahwa ikat pinggangku saja harganya sudah 100 dinar.”
“Tepat sekali,” kata Nasrudin. “Memang yang saya nilai dari Anda hanya sebatas ikat pinggang itu saja.”
“Nasrudin! Kalau setiap benda yang ada di dunia ini ada harganya, berapakah hargaku ?”
Kali ini Nasrudin menjawab sekenanya, tanpa banyak berpikir.
“Saya taksir, sekitar 100 dinar saja”
Timur Lenk membentak Nasrudin, “Keterlaluan! Apa kau tahu bahwa ikat pinggangku saja harganya sudah 100 dinar.”
“Tepat sekali,” kata Nasrudin. “Memang yang saya nilai dari Anda hanya sebatas ikat pinggang itu saja.”
Nasrudin memungut pajak
Pada masa Timur Lenk, infrastruktur rusak, sehingga hasil pertanian
dan pekerjaan lain sangat menurun. Pajak yang diberikan daerah-daerah
tidak memuaskan bagi Timur Lenk. Maka para pejabat pemungut pajak
dikumpulkan. Mereka datang dengan membawa buku-buku laporan. Namun Timur
Lenk yang marah merobek-robek buku-buku itu satu per satu, dan menyuruh
para pejabat yang malang itu memakannya. Kemudian mereka dipecat dan
diusir keluar.
Timur Lenk memerintahkan Nasrudin yang telah dipercayanya untuk menggantikan para pemungut pajak untuk menghitungkan pajak yang lebih besar. Nasrudin mencoba mengelak, tetapi akhirnya terpaksa ia menggantikan tugas para pemungut pajak. Namun, pajak yang diambil tetap kecil dan tidak memuaskan Timur Lenk. Maka Nasrudin pun dipanggil.
Nasrudin datang menghadap Timur Lenk. Ia membawa roti hangat.
“Kau hendak menyuapku dengan roti celaka itu, Nasrudin ?” bentak Timur Lenk. “Laporan keuangan saya catat pada roti ini, Paduka,” jawab Nasrudin dengan gaya pejabat.
“Kau berpura-pura gila lagi, Nasrudin ?” Timur Lenk lebih marah lagi. Nasrudin menjawab takzim, “Paduka, usiaku sudah cukup lanjut. Aku tidak akan kuat makan kertas-kertas laporan itu. Jadi semuanya aku pindahkan pada roti hangat ini.”
Timur Lenk memerintahkan Nasrudin yang telah dipercayanya untuk menggantikan para pemungut pajak untuk menghitungkan pajak yang lebih besar. Nasrudin mencoba mengelak, tetapi akhirnya terpaksa ia menggantikan tugas para pemungut pajak. Namun, pajak yang diambil tetap kecil dan tidak memuaskan Timur Lenk. Maka Nasrudin pun dipanggil.
Nasrudin datang menghadap Timur Lenk. Ia membawa roti hangat.
“Kau hendak menyuapku dengan roti celaka itu, Nasrudin ?” bentak Timur Lenk. “Laporan keuangan saya catat pada roti ini, Paduka,” jawab Nasrudin dengan gaya pejabat.
“Kau berpura-pura gila lagi, Nasrudin ?” Timur Lenk lebih marah lagi. Nasrudin menjawab takzim, “Paduka, usiaku sudah cukup lanjut. Aku tidak akan kuat makan kertas-kertas laporan itu. Jadi semuanya aku pindahkan pada roti hangat ini.”
Langganan:
Postingan (Atom)