"Bila kepada ibumu engkau berbakti, maka Allah yang
paling bersyukur Dia membalas amal baktimu dengan pahala yang amat besar
sekalipun amal yang kau lakukan minim, sangat sedikit "
1. Sebagai Penebus Dosa
Imam Tirmidzi dan Ibnu Hibban menyuguhkan sebuah riwayat
bersumber dari Abdullah bin Umar: Pada suatu ketika ada seorang lelaki datang
menghadap Rasuluilah, seraya berkata: "Ya Rasulallah, aku telah melakukan
dosa besar. Adakah taubatku masih bisa diterima?" Rasuluilah balik
bertanya:" Adakah ibumu masih hidup?" Dalam riwayat lain
diterangkan,bahwa Rasuluilah bertanya: "Adakah kamu masih memiliki kedua
orangtua?" Jawabnya: "Tidak, aku sudah tidak memiliki orangtua."
Lantas Rasulullah kembali bertanya: "Adakah kamu masih memiliki bibi
(saudara perempuan ibu)?" Jawabnya: "Ya, masih." Kemudian
Rasuluilah bersabda: "Sebagai tebusannya, berbaktilah kepada bibimu."
Dalam pandangan Islam, khalah (bibi) kedudukannya adalah sama dengan ibu
Ibnu Abbas pada suatu ketika bercerita kepada Atha' bin
Yasar, bahwa ada seorang lelaki datang menghadap kepadanya. Lelaki itu
bertanya: "Ya Ibn Abbas, aku telah melamar seorang wanita jelita. Tetapi
dia menolak lamaranku. Pada saat yang lain dia dilamar lelaki lain, dan lamaran
itu diterima. Hal tersebut membuat hatiku kalut dan cemburu, sehingga wanita
Itu aku bunuh. Ya Ibn Abbas, masihkah terbuka pintu taubat bagiku?" Ibnu
Abbas lalu bertanya: "Adakah ibumu masih hidup?" Jawabnya:
"Tidak, ibuku sudah meninggal." Selanjutnya Ibnu Abbas berkata:
"Bertaubatlah kepada Allah dan bertaqarrublah kepada-Nya dengan semaksimal
mungkin."
Dalam kisah di atas ditegaskan, bahwa kemudian Atha'
mengajukan pertanyaan kepada Ibnu Abbas: "Mengapa kamu menanyakan apakah
ibunya masih hidup atau sudah meninggal?" Jawab Ibnu Abbas: "Aku
belum pernah mengetahui suatu amalan pun yang lebih mendekatkan diri kepada
Allah selain daripada berbakti kepada ibu." Keterangan ini juga
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalara kitab Al-Adahul-Mufrad, dan oleh Imam
Baihaqi dalam kitab Syu 'abul-lman.
Jadi, "berbakti kepada orangtua, pada dasarnya dapat
melebur dosa besar." Ini sejalan dengan riwayat yang dinuqil Imam Safarini
dalam kitab Syarah Manzhumatil Adab yang bersumber dari Imam Ahmad. Yakni
berbakti kepada orangtua dapat melebur dosa-dosa besar. Dan Imam Ahmad
menegaskan, bahwa keterangan ini berdasarkan apa yang dituturkan oleh Imam Ibnu
Abdil-Bar dari Makkhul.
2. Menambah Keberkahan Hidup
Rasulullah telah menghimbau dengan sabdanya:
"Barangsiapa ingin panjang umur dan beroleh rizki melimpah ruah, maka
hendaklah dia berbakti kepada orangtua dan menyambung tali persaudaraan."
(HR Imam Ahmad dari Anas bin Malik).
Rasulullah telah menegaskan, bahwa barangsiapa berbakti
kepada orangtua, maka dia akan memperoleh kebahagiaan panjang umur yang penuh
keberkatan.(HR. Imam Abu Ya'la dan Thabrani bersumber dari Mu'adz bin Jabal)
Imam Ibnu Majah dan Ibnu Hibban menyuguhkan sebuah riwayat
bersumber dari Tsauban, bahwa Rasulullah pada suatu ketika pernah menegaskan
bahwa seseorang adakalanya mendapat kesempitan ekonomi sebagai akibat dari dosa
yang dilakukan. Dan tidak ada yang dapat menolak takdir Allah kecuali doa,
serta tidak ada yang dapat menambah keberkatan umur kecuali dengan berbakti
kepada orangtua. Jadi, dalam konteks ini Rasulullah menggariskan, bahwa
kelapangan rizki serta keberkatan hidup dapat digapai dengan memperbanyak
taubat dan meningkatkan birrul-walidain.
Imam Hakim juga mengetengahkan sebuah riwayat yang bersumber
dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah telah berpesan, "Berbaktilah kepada
kedua orangtuamu, tentu anak-anakmu kelak akan berbakti kepadamu. Barangsiapa
dimintai maaf oleh saudaranya hendaklah dia memaafkannya, baik dia berada di pihak
yang benar maupun di pihak yang salah. Apabila dia tidak melakukannya, maka
kelak tidak akan dapat mendatangi telagaku di sorga."
Imam Thabrani meriwayatkan sebuah hadis bersumber dari
Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah pernah berpesan: "Berbaktilah kepada
orangtuamu, niscaya anak-anakmu akan berbakti kepadamu. Peliharalah kehormatan
istri orang lain, niscaya istrimu juga akan terpelihara dari perbuatan
tercela."
Jadi, orangtua adalah cermin masa depan anak. Bila dalam
rumahtangga terbina hubungan yang harmonis antar anggota keluarga, saling
memenuhi hak masing-masing serta saling menghormati, maka sudah barang tentu
anak-anak pun pada masa mendatang akan selalu menjunjung tinggi perintah
orangtua, memelihara dan menjaganya ketika sudah lanjut usia. Sebab pada awal
mulanya orangtua tersebut telah memberikan contoh langsung dalam bentuk
perbuatan berbakti kepada orangtua. Artinya, orangtua tersebut telah melakukan
birrul walidain di hadapan anak-anak, sehingga mereka tidak merasa berkeberatan
mengikuti jejak langkah orangtuanya. Kebiasaan dalam rumahtangga akan dibawa
oleh anak-anak dalam mengarungi jenjang rumahtangga baru. Karena itu suasana
damai, saling menghormati, dan penuh kasih harus diciptakan setiap saat. Cara
yang paling tepat adalah dengan memelihara dan memenuhi hak masing-masing.
Imam Nasai menyuguhkan sebuah riwayat bersumber dari Aisyah,
bahwa Rasulullah pernah bercerita: Ketika beliau memasuki sorga, mendengar
sebuah qiraah (bacaan Al-Qur'an). Beliau bertanya: "Siapa dia?"
Jawabnya: "Dia adalah Haritsah bin Nukman yang selalu berbakti kepada
ibunya." Suara merdu alunan kalam Ilahi tersebut sebagai balasan atas
kebaikannya dalam berbakti kepada orangtua. Dan memang Haritsah bin Nukman
seorang yang paling berbakti kepada orangtua, sehingga memperoleh kedudukan
serta derajat tinggi di sorga.
Pada suatu ketika ada seorang lelaki datang kepada Abi
Darda', lalu bercerita. Dalam ceritanya dia berkata: "Ayahku hingga kini
masih selalu mengatur diriku, sekalipun aku sudah dinikahkan. Bahkan sekarang
memerintahkan kepadaku agar menceraikan istriku." Abi Darda' mendengar
pengaduan lelaki tersebut langsung berkata: "Aku bukan termasuk model
orang yang akan menyuruh kamu mendurhakai orangtua, dan bukan pula orang yang
memerintahkan kepadamu untuk menceraikan istri. Tetapi kalau kamu bersedia
mendengarkan, aku akan menyampaikan sesuatu yang pernah aku dengar dari
Rasulullah. Beliau pernah bersabda: "Ayah adalah pintu sorga yang paling
tengah. Maka bila kamu mau, peliharalah pintu itu. Dan jika tidak, maka
tinggalkanlah." Demikian Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dalam kitab
Shahihnya.
Imam Baidhawi menjelaskan tentang maksud hadis di atas,
bahwa amal perbuatan yang paling tepat untuk dijadikan sarana masuk sorga,
serta jalan yang paling tepat untuk meraih derajat yang mulia dan kedudukan
yang luhur di dalam sorga, adalah berbakti kepada kedua orangtua, menghormati,
menyantuni, dan memelihara serta mengendalikan diri jangan sampai menyinggung
apalagi menyakiti perasaan maupun badannya.
Imam Al-Hifni menegaskan, bahwa pengertian yang terkandung
dalam hadis tersebut adalah bahwa taat dan berbakti kepada orangtua merupakan
penyebab yang mengantar seseorang masuk pintu sorga yang paling utama, dan
bersukaria di dalamnya. Jadi, yang dimaksud: Ayah adalah pintu sorga yang
paling tengah bukanlah suatu pengertian kongkrit. Tetapi sejalan dengan sebuah
riwayat hadis marfu'yang menegaskan: "Pintu sorga yang paling tengah
selalu terbuka bagi mereka yang berbakti kepada kedua orangtua.
Barangsiapa berbakti kepada kedua orangtua, baginya
dibukakan pintu sorga. Dan barangsiapa durhaka kepada kedua orangtua, maka
pintu sorga tertutup buatnya." Jadi, sorga hanya diberikan kepada
seseorang yang berbakti kepada orangtua. Dan pintu neraka terbuka luas bagi
mereka yang mendurhakainya. Demikian Ibnu Syahin mengetengahkan sebuah riwayat
dalam kitab At-Targhib, dan Imam Dailami dalam kitab Musnadul-Firdaus.
Keberkatan hidup, kebahagiaan lahir batin bagi seseorang
sangat tergantung pada bagaimana dia menyikapi terhadap orangtua. Semakin
tinggi tingkat ketaatan dan kebaktiannya, maka keberkatan hidup yang semakin
luas pun menyertainya.
Semoga kita semua dapat memahami dan mengamalkan teladan
dari kisah-kisah sahabat yang semuanya diriwayatkan dalam hadist Nabi SAW,
Aamiin Yaa Robbal 'aalamiin..