Setiap
perbuatan baik selalu melahirkan ganjaran atau pahala kebajikan,
demikian pula dengan Istri yang sholihah selain memberi ketenangan
kepada suaminya juga memberi manfaat lain bagi orangtuanya sebagai
ganjaran pahala kebaikan karena telah berhasil mendidik anaknya sampai
ke jenjang pernikahan dengan selamat..
Di dalam Kitab Ihya ‘ulumuddin Imam Al Ghozali dikisahkan bahwa ada seorang lelaki (suami)hendak bepergian. Sebelum berangkat ia meminta istrinya agar tidak turun dari tempatnya yang berada di bagian bangunan tingkat atas. Sementara Orang tuanya berada di tingkat bawah.
Selang beberapa hari kemudian Orang tuanya sakit. Perempuan itu mengutus seorang pembantunya menghadap Rasulullah S.A.W untuk minta izin turun sebentar untuk membesuk orang tuanya.
Rasulullah S.A.W bersabda :”Taatilah suamimu. Jangan kau turun. .”
”Tidak begitu lama, orang tuanya itu meninggal dunia. Ia kemudian mengirim utusan menghadap Rasulullah S.A.W untuk memohonkan izin, agar dirinya dapat menyaksikan jenazah orang tuanya.
Sekali lagi Rasulullah S.A.W bersabda :”Taatilah suamimu”. Maka orangtuanyapun dikuburkan. Tidak begitu lama Rasulullah S.A.W mengutus seseorang untuk memberi tahu pada perempuan itu bahwa, “Allah telah mengampuni dosa dosa orang tuanya disebabkan ketaatan perempuan itu pada suaminya.” Subhannallaah…
Betapa adilnya Allah SWT menempatkan
istri sholihah di atas segalanya, hubungan vertikal ke atas (dengan
Robbnya) dan horisontal yang seimbang, memberikan dampak positif baik di
dunia maupun kepada urusan akhiratnya..
Cerita di atas tadi berkaitan dengan Riwayat Hadits dari ‘usman bin ‘affan Ra berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda :
“MAA KHARAJAT IMRA-ATUMMINBAITI ZAUJIHAA BI GHAIRI IDZNIHI ILLAA LA’ANAHAA KULLU SYAI-IN THALA’AT ‘ALAIHISYSYAMSU HATTAL HIITAANI FIL BAHRI. ”
Yang artinya “Tidaklah seorang isteri
keluar dari rumah suaminya tanpa mendapat restunya, kecuali dilaknati
oleh segala sesuatu yang tersiram matahari, hingga termasuk ikan ikan
yang ada di laut”. (al hadits)
Rasullullah S.A.W bersabda :”Ada tiga
macam orang yang mana Allah tidak berkenan menerima sholatnya,
kebajikannya tidak dibawa naik kelangit.Yaitu : 1) Budak yang lari dari
tuannya hingga kembali,
2) Isteri yang di marahi suaminya hingga mendapat ridhonya ;
3) Pemabuk hingga sadar (dari mabuknya).(H.R. Ibnu huzaimah, ibnu hibban dan al baihaqqi dari jabir)
Cerita di atas berkaitan pula dengan
suami yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah mengenai
istri dan keluarganya, berdasarkan hadits, Rasulullah bersabda:
”Permulaan yang di perhitungkan dari seseorang lelaki (suami) adalah
mengenai shalatnya, kemudian tentang istrinya dan perkara- perkara yang
di kuasainya. Jika pergaulannya bersama mereka baik dan lelaki itu
berlaku baik kepada semuanya, maka Allah berbuat bagus kepadanya.
Sebaliknya bagi perempuan/istri, Dan
permulaan perkara yang di perhitungkan (yakni dihisab) bagi perempuan
adalah tentang shalatnya kemudian tentang hak-hak suaminya. (al hadits).