BUMI sudah semakin tua. Seperti layaknya manusia, bumi pun memiliki masa tertentu untuk hidup. Maka, akan ada saatnya kita melihat bumi ini berakhir. Dan berakhirnya bumi, menandakan malapetaka bagi mereka yang merasakan kehancuran bumi. Sebab, dikatakan bahwa ketika bumi ini berakhir, yang merasakannya hanyalah orang-orang yang tidak memiliki iman –semoga kita tidak termasuk di dalamnya-.
Sebelum hal itu terjadi, maka akan ada tanda-tanda yang dapat kita rasakan. Salah satunya ialah banyaknya pertikaian sesama manusia.
Ketika malapetaka dan cobaan merebak, hubungan antar sesama pun renggang. Bahkan, cenderung terputus dan berubah menjadi permusuhan. Sehingga, anggota masyarakat pun tidak saling mengenal kecuali jika masing-masing punya kepentingan materiil.
Hudzaifah ibn Yaman menuturkan, ketika Rasulullah ﷺ ditanya tentang hari kiamat, beliau menjawab, “Hanya Tuhanku yang mengetahuinya. Waktu terjadinya pun tidak ada yang tahu selain Dia. Akan tetapi, aku akan sampaikan kepada kalian tanda-tandanya dan apa yang akan terjadi sebelumnya. Sesungguhnya menjelang hari kiamat nanti, pelbagai macam fitnah dan haraj akan merajalela.”
Baca Juga :
Para sahabat lantas bertanya, “Wahai Rasulullah, kami sudah mengetahui makna fitnah. Lalu, apa yang dimaksud dengan haraj itu?” Nabi ﷺ menjawab, “Dalam bahasa Habasyah (Ethiopia), haraj artinya pembunuhan, dan manusia akan saling bermusuhan, sehingga masing-masing tidak saling mengenal satu sama lain,” (HR. Ahmad. Menurut al-Haitsami, perawinya adalah perawi hadis shahih).
Hadis ini sesuai dengan realitas kehidupan saat ini. kebanyakan orang nyaris tidak mengenal kerabatnya sendiri. Sehingga, ketika –misalnya- seseorang berpapasan anak-anak saudaranya di tempat umum, ia tidak menyadari kalau anak-anak itu masih punya hubungan darah dengannya. Fenomena ini terjadi karena sebagian besar interaksi antar manusia dibangun atas dasar kepentingan pribadi.
Di samping itu, banyak pula hubungan semuyang dibangun atas dasar kepentingan duniawi semata yang cepat terbina dan cepat pula hancur. Sebab, hubungan-hubungan seperti itu lebih banyak dilandasi oleh ambisi manusia dalam meraih kepentingan-kepentingan mereka, bukan oleh iman kepada Allah SWT dan persaudaraan.
Dalam hubungan seperti itu, orang hanya melihat kepentingannya sendiri. Jika ia bisa memperoleh kepentingannya dengan hubungan itu, ia akan membinanya. Namun, jika tidak, ia pun akan segera mengakhirinya. []