Melihat yang demikian itu, Nabi SAW tertawa kemudian berkata, ‘Setan tadi makan bersamanya. Tatkala laki-laki itu menyebut nama Allah, setan memuntahkan apa yang telah masuk ke dalam perutnya’.” (Diriwayatkan Abu Dawud dan An-Nasa`i).
Keindahan sunnah Nabi Muhammad SAW salah satunya tampak pada persoalan makanan. Budaya Barat yang banyak diikuti masyarakat kita yang latah budaya modern mengenal istilah etiket kulinari. Padahal itu semua hanya budaya semu yang mengajarkan pola-pola yang kalah jauh dengan nilai-nilai sunnah Nabi SAW. Dengan keindahan sunnahnya, Nabi SAW mengajarkan keterpaduan antara adab dan doa. Doa-lah yang menjadi makanan, bukan sekadar cicip-cicip, menuai nilai berkah hingga ampunan dosa. Pada edisi ini, kajian hadits mengetengahkan hal yang sering luput dari perhatian orang tersebut.
Dari Umayyah bin Makhsyiyy Ash-Shahabiyy RA, ia berkata, “Suatu ketika, saat Rasulullah SAW tengah duduk-duduk, ada seorang laki-laki yang sedang makan tetapi ia tak menyebut nama Allah hingga makanannya tinggal satu suapan. Tatkala ia akan menyuap satu suapan itu ke mulutnya, ia berdoa: Bismillahi awwalahu wa akhirahu (Dengan menyebut nama Allah di awal dan di akhir makan).
Melihat yang demikian itu, Nabi SAW tertawa kemudian berkata, ‘Setan tadi makan bersamanya. Tatkala laki-laki itu menyebut nama Allah, setan memuntahkan apa yang telah masuk ke dalam perutnya’.” (Diriwayatkan Abu Dawud dan An-Nasa`i).
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud dalam bab Makanan bagian Menyebut Nama Allah di Hadapan Makanan. Al-Mundziri juga mengaitkan hadits ini pada riwayat An-Nasa‘i dalam bab dan bagian yang sama dalam kitabnya, Sunan al-Kubra.
Sesungguhnya setan akan ikut serta bersama manusia dalam berbagai keadaan ketika seseorang lepas dari mengingat Allah Ta’ala, termasuk di dalam urusan makan dan minum.
Saat seseorang lupa membaca doa di awal melahap makanan, lalu baru ingat setelahnya, hendaklah tatkala mengingatnya itu ia segera membaca doa: Bismillahi awwalahu wa akhirahu. Dengan demikian, setan akan berhenti mengikutinya di dalam makannya.
Dari Aisyah RA, ia berkata, “Suatu ketika, saat Rasulullah SAW tengah makan bersama enam orang sahabatnya, datanglah seorang Arab baduwi yang makan dua kali suapan. Lalu Rasulullah SAW bersabda, ‘Seandainya ia menyebut nama Allah, niscaya makanan itu cukup bagi kalian’.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi).
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan At-Tirmidzi dalam bab Makanan bagian Apa yang Disampaikan dalam Bertasmiyah atas Makanan.
Sesungguhnya Allah Ta’ala akan memberikan keberkahan pada makanan yang di dalamnya disebut nama Allah Ta’ala. Dan sebaliknya, keberkahan tak akan ada bila tak disebut nama Allah atas santapan itu.
Bagi si badwi, makanan itu berkurang nilainya, yakni nilai keberkahannya dan nilai jumlah makanan. Tapi yang lebih penting, sebagaimana maksud hadits ini, nilai keberkahannya. Karena keberkahan ada di saat makan bersama-sama (al-barakah fil jama’ah) dengan menyebut nama Allah.
Dari Umamah RA, Nabi SAW jika mengangkat hidangannya berdoa, “Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak dan baik serta penuh keberkahan di dalamnya, yang tak terbalaskan dan amat dibutuhkan, wahai Tuhan kami.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam bab Makanan bagian Apa yang Diucapkan jika telah Selesai Makan.
Maksud mengangkat hidangan di sini ialah seusai makan makanan sehingga tempat sajiannya lalu diangkat. Dan Rasulullah SAW mencontohkan hal semacam itu. Beliau mengangkat sendiri wajan makannya jika telah selesai makan.
Disunnahkan menyebut pujian bagi Allah Ta’ala di akhir santap makanan sebagai wujud meneladani Rasulullah SAW dan yang utamanya hendaknya doanya dengan doa yang ma’tsur semacam ini.
Dari Mu‘adz bin Anas RA, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang memakan makanan lalu ia berdoa ‘Segala puji bagi Allah, yang telah memberiku makanan ini dan telah mengkaruniakan rizqi bagiku dengan tanpa daya dan kekuatan dari diriku’ dihapuskanlah dosanya yang telah berlalu’.” (Diriwayatkan Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan At-Tirmidzi dalam awal-awal permulaan bab Pakaian, sedangkan At-Tirmidzi memuatnya dalam bab Doa-doa.
Disunnahkan memuji Allah Ta’ala di akhir makan bersamaan dengan menunjukkan sikap tadharru’ (tunduk patuh) kepada-Nya, yang telah memberikan kecukupan dalam hidup, karena Allah-lah Yang Maha Memberi kenikmatan, Yang Maha Mengkaruniakan rizqi. Dan tidak ada bagian kemuliaan bagi manusia dalam hal semacam ini, karena mereka makhluk, yang berhajat kepada Khaliq.
Hadits ini juga menerangkan bahwa orang yang berdoa dan memuji Allah atas limpahan nikmat makanan itu mendapatkan ampunan dari Allah atas kesalahannya di masa lalu. Masih saja Allah Ta’ala membalas sesuatu yang wajib dilakukan hamba-Nya atas pemberian-Nya itu dengan balasan yang tiada bandingnya. Subhanallah.
Majalah-Alkisah