Akhir-akhir ini demam cincin berbatu akik atau batu mulia
lainnya meningkat dengan tajam. Buktinya adalah menjamurnya para padagang batu
akik di mana-mana. Mulai harga yang puluhan ribu sampai jutaan. Bahkan kadang
harganya lebih tinggi dari emas.
Sebuah riwayat Imam Muslim yang menjelaskan bahwa cincin
Rasulullah saw itu terbuat dari perak dan batu mata cincinya berasal dari negeri
Habasyi.
عن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ خَاتَمُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ وَرِقٍ وَكَانَ فَصُّهُ حَبَشِيًّا -رواه مسلم
“Dari Anas bin Malik
ra ia berkata, bahwa cincin Rasulullah saw itu terbuta dari perak dan mata
cincinya itu mata cincin Habasyi”.
(H.R. Muslim)
Menurut Imam Nawawi para ulama menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan, “mata cincinya itu mata cincin Habasyi” adalah batu yang
berasal dari Habasyi. Artinya batu mata cincinya itu dari jenis batu merjan
atau akik karena dihasilkan dari pertambangan batu di Habsyi dan Yaman.
Pendapat lain mengatakan bahwa batu mata cincinya berwarna seperti warna kulit
orang Habasyi, yaitu hitam.
Sedangkan dalam Shahih al-Bukhari terdapat riwayat dari
Hamin dari Anas bin Malik yang menyatakan mata cincinya itu terbuat dari perak.
Dalam pandangan Ibnu ‘Abd al-Barr ini adalah yang paling sahih.
Dari sinilah kemudian lahir pendapat lain yang mencoba untuk
mempertemukan riwayat Imam Muslim dan Imam Bukhari. Menurut pendapat ini, baik
riwayat yang terdapat dalam Shahih Muslim maupun Shahih al-Bukhari adalah
sama-sama sahihnya. Maka menurut pendapat ini Rasulullah saw pada suatu waktu memakai
cincin yang matanya terbuat dari perak, dan pada waktu lain memakai cincin yang
matanya dari batu yang berasal dari Habsyi. Bahkan dalam riwayat lain
menyatakan bahwa batu mata cincin beliau itu dari batu akik.
وَكَانَ فَصُّهُ حَبَشِيًّا ) قَالَ الْعُلَمَاءُ يَعْنِى حَجَرًا حَبَشِيًّا أَىْ فَصًّا مِنْ جَزْعٍ أَوْ عَقِيقٍ فَإِنَّ مَعْدِنَهُمَا بِالْحَبَشَةِ وَالْيَمَنِ وِقِيلَ لَوْنُهُ حَبَشِىٌّ أَىْ أَسْوَدُ وَجَاءَ فِى صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ مِنْ رِوَايَةِ حَمِيدٍ عَنْ أَنَسٍ أَيْضًا فَصُّهُ مِنْهُ قَالَ بْنُ عَبْدِ الْبَرِّ هَذَا أَصَحُّ وَقَالَ غَيْرُهُ كِلَاهُمَا صَحِيحٌ وَكَانَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى وَقْتٍ خَاتَمٌ فَصُّهُ مِنْهُ وَفِى وَقْتٍ خَاتَمٌ فَصُّهُ حَبَشِىٌّ وَفِى حَدِيثٍ آخَرَ فَصُّهُ مِنْ عَقِيقٍ
“(Dan mata cincinnya
itu mata cincin Habasyi). Para ulama berkata maksudnya adalah batu Habasyi
yaitu batu mata cincin dari jenis batu merjan atau akik. Karena keduanya
dihasilkan dari penambangan batu yang ada Habsyi dan Yaman. Dan dikatakan
(dalam pendapat lain) warnanya itu seperti kulit orang Habasyi yaitu hitam.
Begitu juga terdapat dalam Shahih al-Bukhari riwayat dari Hamid dan Anas bin
Malik yang menyatakan bahwa mata cincinya itu dari perak. Menurut Ibnu Abd
al-Barr ini adalah yang paling sahih. Sedangkan ulama lainnya mengatakan bahwa
keduanya adalah sahih, dan Rasulullah saw pada suatu kesempatan memakai cincin
yang matanya dari perak dan pada waktu lain memakain cincin yang matanya dari
batu Habasyi. Sedang dalam riwayat lain dari akik.”
(Muhyiddin Syarf an-Nawawi,
al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, Bairut-Dar Ihya` at-Turats al-‘Arabi, cet ke-2,
1392 H, juz, 14, h. 71)
Namun terdapat keterangan lain yang menyatakan bahwa apa
yang dimaksudkan, “mata cincinya itu mata cincin Habasyi” adalah salah satu
jenis batu zamrud yang terdapat di Habasyi yang berwarna hijau, dan berkhasiat
menjernihakan mata dan menjelaskan pandangan”
وَفِي الْمُفْرَدَاتِ نَوْعٌ مِنْ زَبَرْجَدَ بِبِلَادِ الْحَبْشِ لَوْنُهُ إِلَى الْخَضْرَةِ يُنَقِّي الْعَيْنَ وَيَجْلُو الْبَصَرَ
“Dan di dalam kitab
al-Mufradat, (batu cincin yang berasal dari Habasyi) adalah salah satu jenis
zamrud yang terdapat di Habasyi, warnanya hijau, bisa menjernihkan mata dan
menerangkan pandangan”
(Lihat Abdurrauf
al-Munawi, Faidlul-Qadir, Bairut-Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet ke-1, 1451
H/1994 M, juz, 5, h. 216)
Lantas bagaimana hukum memakainya? Menurut Imam Syafi’i
hukum memakai batu mulia atau batu akik seperti batu yaqut, zamrud dan lainnya
adalah mubah sepanjang tidak untuk berlebih-lebihan dan menyombongkan diri.
قَالَ الشَّافِعِيُّ- وَلَا أَكْرَهُ لِلرِّجَالِ
لُبْسَ اللُّؤْلُؤِ إلَّا لِلْأَدَبِ وَأَنَّهُ
مِنْ زِيِّ النِّسَاءِ لَا
لِلتَّحْرِيمِ وَلَا أَكْرَهُ لُبْسَ
يَاقُوتٍ أَوْ زَبَرْجَدٍ إِلَّا
مِنْ جِهَةِ السَّرَفِ وَالْخُيَلَاءِ
“Imam Syafii berkata dalam kitab al-Umm, saya tidak
memakruhan laki-laki memakai mutiara kecuali karena terkait dengan etika dan
mutiara itu termasuk dari aksesoris perempuan, bukan karena haram. Dan saya
tidak memakrukan (laki-laki, pent) memakai yaqut atau zamrud kecuali jika
berlebihan dan untuk menyombongkan (diri)”.
(Muhammad Idris asy-Syafi’i,
al-Umm, Bairut-Dar al-Ma’rifah, 1393 H, juz, 1, h. 221)
Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan, semoga
bermanfaat. Dan saran kami jangan pernah memakai batu cincin karena berniat
menyombongkan diri dan takabbur. Bahkan bukan hanya batu cincin, tetapi semua
yang kita kenakan juga.