Anak yang dibuang (al-laqith) adalah jiwa manusia yang wajib dihormati dan diselamatkan kehidupannya. Hukum memelihara anak terbuang adalah fardhu kifayah bagi masyarakat Muslim, terutama agar anak itu memperoleh kehidupan layak. Berdosalah seluruh anggota masyarakat jika ada anak terbuang yang telantar hingga ada yang mau mengasuhnya.
Tetapi, kewajiban untuk mengasuh dan menanggung kehidupan anak yang dibuang tidak da pat dijadikan alasan untuk menasabkannya kepada keluarga yang mengasuh.
"Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya, Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibu mu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak ang katmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Dan, Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudara seagama dan maula-maulamu.
Dan, tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang di sengaja oleh hatimu. Dan, adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS al-Ahzab [33]: 4-5).
Dan, hal itu ditegaskan oleh Nabi Muham mad SAW. "Barang siapa menyandarkan dirinya kepada selain bapaknya atau kepada selain tuan-tuannya maka ia akan mendapatkan laknat Allah yang berkelanjutan hingga datang hari kiamat." (HR Abu Daud).
"Tidak ada seseorang pun yang menasabkan dirinya kepada selain ayahnya, padahal dia tahu dia bukan ayahnya, kecuali dia telah kafir." (HR Bukhari dan Muslim).
Pada ayat di atas, Allah menjelaskan, jika kita tidak mengetahui nasab atau orang tua anak yang dibuang tersebut maka dia merupakan saudara seagama.
Kalau dia belum punya nama, kita boleh memilih dan memberikan nama yang baik untuk dinasabkan kepadanya yang tidak mengandung kebohongan. Bila anak tersebut masih bayi dan belum ba lig atau mumayiz (sudah berakal dan mengerti), tidak apa-apa bagi perempuan-perempuan dalam keluarga pengasuh ini untuk tidak berjilbab di hadapannya, begitu juga sebaliknya jika anak tersebut adalah seorang perempuan. Tetapi, saat sudah balig, wajib bagi perempuan-perempuan dalam keluarga tersebut untuk berhijab di hadapannya.
Kecuali, jika ketika anak itu ditemukan masih bayi di bawah dua tahun dan kemudian disusui oleh ibu dalam keluarga tersebut maka dalam hal ini ia menjadi anak susuan ibu tersebut, sua mi ibu ini menjadi bapak susuannya, dan anakanak dari ibu tersebut menjadi saudara-saudara sepersusuan yang menjadi mahram baginya yang haram dinikahi. Namun, dalam hal warisan, hubung an persusuan ini tetap tidak menjadikan mereka saling mewarisi karena persusuan b kan salah satu sebab untuk saling mewarisi.
(Republika Online)