Pernahkah kita menyadari bahwa manusia hakikatnya makhluk akhirat?
Bahkan Allah sendiri yang menghendaki kehidupan akhirat bagi kita sesuai
tujuan penciptaan-Nya, bukan sebagai makhluk dunia dengan kehidupan
dunia seperti yang kita sangka dan inginkan. Kedudukan kita sebagai
ibaadullah (hamba-hamba Allah) dan wakil (khalifah) Allah) [1] di muka
bumipun adalah dengan kewajiban tunduk patuh kepada aturan Allah semata
untuk tujuan akhirat. Allah adalah Pencipta yang Maha Mengetahui, bukan
hanya perihal manusia saja dan perjalanan suatu bangsa sebelum bangsa
itu tercipta misalnya namun juga segala hal terkecil yang ada di alam
semesta yang sangat luas ini. Diapun amat sangat teliti dalam hal
penetapan suatu peraturan dan pembalasan-Nya terhadap mereka yang taat
kepada peraturan Allah Swt maupun yang melanggarnya.
Bersamaan dengan hakikat dari Ilahi ini dengan akal dan jiwa yang
bersih kita dihadapkan pada kemampuan memaknai hakikat kehidupan kita
dan hakikat kehidupan secara keseluruhan. Pemahaman hakikat ujian dan
cobaan yang merupakan sebuah kaidah pokok bagi sebuah kehidupan adalah
penting agar dapat menyelamatkan kita untuk dapat kembali kepada Allah
dengan hati yang bersih menuju kampung akhirat dengan selamat.
Sesungguhnya manusia akhirat itu adalah yang paling teliti dan
sungguh-sunguh mendeteksi setiap ancaman yang dapat menghalangi dirinya
dan keluarganya maupun umatnya masuk surga dengan selamat, sedangkan hak
Allah adalah menguji siapa yang paling bertakwa dan siapa yang
menolong agama Allah.
Bagi manusia akhirat kehidupan yang kita jalani seperti aturan
berbangsa bernegara, demokrasi, HAM, sistem ekonomi, perpajakan,
informasi dan komunikasi, penegakkan keadilan, pelayanan kesehatan,
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebagainya harus
dikembalikan lagi nilainya dihadapan Allah swt, dikembalikan lagi pada
peraturan Allah swt [2] yang unik dan sempurna demi untuk mencapai
keridhaan-Nya, bukan penilaian manusia semata. Keberhasilan dan
kegagalan suatu bangsa, kita ridha atau tidak, mau atau tidak mau,
menerima atau tidak, tolok ukur utamanya adalah sistem kehidupannya
mampu melewati ujian dan cobaan [3] sehingga kaum musliminnya baik
sebagai individu, keluarga maupun masyarakat dan pejabat negara dapat
selamat hidup didunia dan akhirat, di dunia sebagai tempat ujian dan
cobaan3, atau sebagai ladang akhirat/mazra'atul akhirah, dimana kita
harus mempersiapkan bekal takwa dan amal shaleh sebanyak-banyaknya untuk
kembali kepada Allah menuju kampung akhirat dengan selamat. Jika hal
itu belum tercapai seperti maraknya syirik, mistik dan ramalan; adanya
bank-bank konvensional yang mempraktikan riba; keterlibatan pejabat
dalam berbagai kejahatan seperti bersikap munafik, khianat, penipu,
diktator, dan ber-KKN yang hidupnya bermegah-megahan, sedang rakyatnya
sendiri menderita kemiskinan dan kelaparan; belum lagi kejahatan lainnya
seperti larangan penggunaan jilbab, penindasan, kezaliman,
ketergantungan kepada asing dan sebagainya, maka harus kita akui
dihadapan Allah baik sebagai individu, masyarakat dan pemerintah bahwa
telah terjadi pelanggaran hak Allah dalam aturan hidup. Janganlah
seperti Pemerintahan kaum munafik dari kalangan "Islam liberal" dan
"sekuler" yang menghalangi tegaknya aturan Allah, hukum syari'at Islam,
karena melihat untung ruginya dari segi kekuasaan yang ingin
dipertahankan didorong oleh hawa nafsunya dan didukung oleh
negara-negara kafir adidaya, namun berlepas tangan dari akibat buruk
sistem yang diciptakannya dan rakyat yang dizaliminya.
Negeri Akhirat Patut Dicari
Negeri akhirat Allah janjikan jauh lebih mulia daripada dunia dan
seisinya dan keadilannya sangat sempurna. Pemahaman dan keyakinan penuh
iman terhadapnya membuat seseorang lebih bernilai istimewa dalam
kehidupan didunia yang dia ada didalamnya. Bagi orang yang berilmu
adalah lebih baik beramal, berjuang melawan rasa malas, tidur panjang
dan kesenangan lainnya, karena rasa harap dan takut yang senantiasa
meliputi dirinya, terutama terhadap urusan ini, urusan akhirat yang
menjadi impiannya, dan tidak akan mungkin ada kesombongan terselip dalam
hatinya untuk menjual ilmunya untuk mempertahankan kehidupan dunianya
semata.
Bagi orang yang bekerja dan beramalpun keyakinanannya hanya satu
seperti dalam ayat Al Quran bahwa Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaannya dan balasan Allah sangat sempurna (QS.
At-Taubah:105). Siapakah yang ingin lebih sempurna dalam bekerja jika
keyakinan itu sudah ada, mereka akan bekerja keras dan berhati-hati,
menempatkan akalnya dalam mempertimbangkan dan mempertanggung jawabkan
secara seksama setiap hal dan menyadari diluar itu hanyalah kesenangan
yang menipu belaka. Adakah hal lain yang lebih bisa menjelaskan rahasia
keteguhan, ketenangan, harapan terus menerus, kesabaran dan upaya yang
tak pernah berhenti seorang mukmin untuk menegakkan kebenaran akan
menentang kebatilan dan kezaliman, peduli terhadap masalah umat bahkan
dunia keseluruhannya dengan menyebarluaskan dinul Islam dimuka bumi ini,
mendatangkan kasih sayang, silaturahmi, keadilan, keteraturan,
ketertiban, kebaikan bagi lingkungannya bahkan sampai akhir hidupnya
untuk akhir amalnya. Ingatannya tertuju pada motivasi dari Allah untuk
berlomba-lomba menuju kebaikan, ampunan dan Ridha-Nya. Berkat
pertolongan Allah di dunia dia akan menjadi cahaya yang menerangi
sekitarnya. Jangan kita putuskan Rahmat Allah ini dengan meragukan
janji-Nya sehingga tidak istiqamah dalam ketaatan bahkan mengganti
aturan islam dengan aturan kafir dan prilaku kaum kafir dengan sikap
taklid buta dan tasyabbuh/menyerupai sampai masuk ke lubang biawak dan
menikmati hidup didalamnya sampai akhir hayatnya dan lupa pertanggung
jawabannya dan kewajibannya terhadap agama Islam dan umatnya,
naudzubillah min dzalik.
Motivasi Dari Allah Swt
Manusia akhirat akan selalu rindu pada Penciptanya, rindu, patuh dan
taat pada setiap ketentuan dan peraturan, menerima takdir dan meyakini
hakikat daripada qadha dan qadar untuk dirinya karena dia sadar hanya
dengan itulah hidupnya akan ringan. Dia sadar Allah telah mengambil
janji kepada dirinya untuk tidak menyembah selain Allah, bertauhid dan
beribadah yang benar termasuk menjauhkan hawa nafsunya dan bisikan
setan. Allah pun memerintahkan untuk berpikir kenyataan bahwa setan dan
bujukan orang munafiklah yang menyesatkan dan melalaikan manusia agar
tidak berada di jalan Allah yang lurus sehingga memilih jalan-jalan yang
akan mencerai beraikan umat dan menjauhkan umat dari Islam sebgai way
of life atau pedoman hidup.
Manusia akhirat sadar bahwa perjalanan waktunya didunia sangat
sempit padahal adalah hal yang sangat pasti bahwa dia harus
mempertanggung jawabkan dihadapan Allah segala perbuatannya untuk
agamanya, umat, keluarga dan dirinya. Kesadaran ini adalah bentuk rasa
syukurnya kepada Allah swt. Diantara janji Allah akan kenikmatan surga,
dia selalu ingat siksa yang diringankan adalah bara api neraka sebesar
kerikil diletakkan dijari jemarinya sementara panasnya mencapai
ubun-ubun. Tuntunan kaum salaf mengatakan tidak ada ibadah dan bekerja
yang pahalanya melebihi rasa takut kepada Allah akan siksa neraka
disertai rasa takut terhadap kemunafikan dan keburukan batinnya. Namun
demikian Rasulullah saw berpesan dan bersabda agar jangan sekali-kali
kali kita meninggal kecuali berprasangka baik kepada Allah itulah bagian
dari Rahmat Allah swt, untuk berharap hanya kepada Allah namun tidak
lalai akan dosa-dosa kita. Harapannya seorang hamba adalah semoga Allah
menetapkan hati atas ketaatan kepadaNya.
Sejak awal Allah telah memberi petunjuk tujuan diciptakannya manusia
melalui kitab-kitabNya, nabi-nabi dan Rasul-rasulNya. Diantara rahmat
Allah terhadap seluruh hamba-Nya ialah bahwa Dia menjelaskan dalam
kitab-Nya Al Qur'an yang mulia bahwa dunia ini adalah negeri ujian,
cobaan dan bersifat fana (tidask kekal) dan hanya jalan penghubung
menuju akhirat sehingga jangan menjadikannya tujuan dan pengetahuan
tertinggi. Allah swt memberi motivasi kepada seluruh hambaNya agar
mereka berhasil dalam menghadapi ujian duniawi supaya mereka kelak
memperoleh surga-Nya, Allah menginginkan pahala bagi hamba-Nya diakhirat
sedangkan manusia menginginkan harta yang banyak didunia.
Diturunkannya Al Quran dan diutusnya Rasullullah saw serta cara hidup
beliau, gaya hidup istri-istrinya dan perjuangan beliau yang kemudian
dilanjutkan para sahabatnya dan sejarah kegemilangan Islam adalah
menjadi petunjuk dan pelita untuk memunculkan kebijaksanaan, kesadaran
dan keyakinan yang memudahkan usaha kita menemukan eksistensi diri untuk
beramal maksimal sesuai tuntunan al qur’an. Dalam hadits Bukhari
(45683, 6996) dijelaskan manusia diciptakan dimuka bumi untuk beramal
menurut apa yang dimudahkan baginya untuk misi sucinya, berarti dengan
akalnya tidak ada seorangpun kehabisan kemampuan untuk beramal,
masalahnya amal itu diterima Allah atau tidak jika tidak ingin disebut
merugi.
Motivasi dari Allah akan memunculkan kecerdasan manusia akhirat
berupa keyakinan bahwa penegakan aturan hidup islam tidak saja untuk
memperoleh kebahagiaan dan ampunan Allah di akhirat tetapi juga untuk
mencapai kesempurnaan dan keselamatan hidupnya didunia di bidang
pendidikan, sosial, ekonomi, politik dan sebagainya baik muslim ataupun
bukan. Jika kita dikaruniakan menjadi bangsa yang merdeka oleh Allah
kita wajib mengisinya dengan amal terbaik, menjauhkan hal yang
menghalangi tujuan kebahagiaan dunia dan akhirat baik yang berasal dari
dalam diri sampai paham yang jelas-jelas menjadi musuh nyata, semisal
ajaran sekuler yang memisahkan agama dari urusan masyarakat dan negara
atau paham liberal yang menganggap semua agama benar dan tidak boleh
beranggapan bahwa Islam adalah agama yang paling benar. Jangan sampai
tergadaikan keimanan kita untuk selain yang diridhai Allah yaitu dinul
Islam (QS. Al-Maidah: 3).
Imam Abu Hanifah berkata bahwa semua ketaatan adalah wajib
berdasarkan perintah Allah, dan hal itu disukai, diridhai, diketahui,
dikehendaki, ditetapkan, ditakdirkan oleh Allah. Sedangkan maksiat
semuanya diketahui, ditetapkan, ditakdirkan Allah dan dikehendaki Allah,
tetapi Allah tidak menyukai dan tidak meridhai hal itu, bahkan Allah
tidak memerintahkannya. Imam Ahmad bin Hambal mengimani takdir baik dan
buruk semua dari Allah, bahwa Allah mentakdirkan ketaatan dan
kemaksiatan, kebaikan dan keburukan. Karenanya wajib bagi kita untuk
menjalankan ketaatan karena perintah Allah, menjauhkan apa yang tidak
diridhai Allah meskipun hal ini sedang kita jalani. Manusia akhirat akan
selalu berubah dan berjuang agar pantas memasuki negeri akhirat dengan
ridha dan diridhai Allah swt. Maka marilah kita menimbang diri kita,
keluarga dan pemerintahan kita apakah akan mampu mempertanggung
jawabkannya dihadapan Allah swt. Jika anda baru pulang berhaji, maka
anda harus menjadi contoh manusia akhirat itu. Karena esensinya rukun
Iman dan Islam adalah menuntun seorang hamba untuk tujuannya menjadi
makhluk akhirat yang insyaallah surga tempat tinggalnya yang abadi.
Catatan Kaki
[1] Sebutan khalifah/wakil Allah hanya bisa dipakai untuk Nabi Adam
a.s dan Nabi Daud a.s, maka tatkala sayyidina Abu Bakr dilantik sebagai
khalifah ada yg memangilnya dgn khalifah Allah, beliau marah dan
mengatakan aku ini bukan khalifah Allah tapi khalifah Rasulullah SAw.
Oleh karena itu, diganti dgn berikut: sebagai penguasa dan pemimpin yg
mewarisi bumi ini dgn izin Allah Swt (QS. An-Nur: 55)
[2]. QS. Al-An’am:57, QS. Yusuf:40, QS. Al-Maidah:44,48,49
[3]. QS. Al-Mulk:2
[2]. QS. Al-An’am:57, QS. Yusuf:40, QS. Al-Maidah:44,48,49
[3]. QS. Al-Mulk:2