Rasulullah bersabda : “Apabila seorang hamba mukmin sakit, maka Allah mengutus 4 malaikat untuk datang padanya.”
Allah
memerintahkan :
1. Malaikat pertama untuk mengambil kekuatannya sehingga menjadi lemah.
2. Malaikat kedua untuk mengambil rasa lezatnya makanan dari mulutnya.
3. Malaikat ketiga untuk mengambil cahaya terang di wajahnya sehingga berubahlah wajah si sakit menjadi pucat pasi.
4. Malaikat keempat untuk mengambil semua dosanya , maka berubahlah si sakit menjadi suci dari dosa.
1. Malaikat pertama untuk mengambil kekuatannya sehingga menjadi lemah.
2. Malaikat kedua untuk mengambil rasa lezatnya makanan dari mulutnya.
3. Malaikat ketiga untuk mengambil cahaya terang di wajahnya sehingga berubahlah wajah si sakit menjadi pucat pasi.
4. Malaikat keempat untuk mengambil semua dosanya , maka berubahlah si sakit menjadi suci dari dosa.
Tatkala
Allah akan menyembuhkan hamba mukmin itu, Allah memerintahkan kepada malaikat
1, 2 dan 3 untuk mengembalikan kekuatannya, rasa lezat, dan cahaya di wajah
sang hamba.Namun untuk malaikat ke 4, Allah tidak memerintahkan untuk
mengembalikan dosa-dosanya kepada hamba mukmin.
Maka
bersujudlah para malaikat itu kepada Allah seraya berkata : “Ya Allah mengapa
dosa-dosa ini tidak Engkau kembalikan?”
Allah menjawab: “Tidak baik bagi kemuliaan-Ku jika Aku mengembalikan dosa-dosanya setelah Aku menyulitkan keadaan dirinya ketika sakit. Pergilah dan buanglah dosa-dosa tersebut ke dalam laut.”
Allah menjawab: “Tidak baik bagi kemuliaan-Ku jika Aku mengembalikan dosa-dosanya setelah Aku menyulitkan keadaan dirinya ketika sakit. Pergilah dan buanglah dosa-dosa tersebut ke dalam laut.”
Dengan ini,
maka kelak si sakit itu berangkat ke alam akhirat dan keluar dari dunia dalam
keadaan suci dari dosa sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sakit panas dalam
sehari semalam, dapat menghilangkan dosa selama setahun.”
“Tiada seorang mu’min yang ditimpa oleh lelah atau penyakit, atau risau fikiran atau sedih hati, sampaipun jika terkena duri, melainkan semua penderitaan itu akan dijadikan penebus dosanya oleh Allah” (HR Bukhari-Muslim).
“Tiada seorang mu’min yang ditimpa oleh lelah atau penyakit, atau risau fikiran atau sedih hati, sampaipun jika terkena duri, melainkan semua penderitaan itu akan dijadikan penebus dosanya oleh Allah” (HR Bukhari-Muslim).
Sakit, sebagaimana juga setiap ujian, bukan menguji
ketangguhan dan kemampuan. Sebab sakit Allah beri sudah sesuai dengan takaran dan
daya tahannya.
Ia sejatinya
menguji kemauan untuk memberi makna. Maka bagi dia yang mampu memberi makna
terbaik bagi sakit, insya Allah kemuliaannya diangkat dan membuat malaikat yang
selalu sehat takjub.
Sakit adalah
jalan kenabian Ayub yang menyejarah. Kesabarannya yang lebih dari batas
(disebut dalam sebuah hadits 18 tahun menderita penyakit aneh) diabadikan jadi
teladan semesta. Dan atas kenyataan sejarah tersebut, hari ini cobalah
bercermin kepadanya.
Hari ini
pula kita bisa bercermin kepada sosok-sosok mulia yang pernah juga sakit.
Sakit, yang di ujung penggal kehidupan mereka yang ditemukan adalah kemuliaan
serta terus bertambah derajat kemuliaanya di mata Allah SWT.
Imam
As-Syafi’i wasir sebab banyak duduk menelaah ilmu; Imam Malik lumpuh tangannya
dizhalimi penguasa; Nabi tercinta kita pun pernah sakit oleh racun paha kambing
di Khaibar yang menyelusup melalui celah gigi yang patah di perang Uhud.
Bukankah setelah akhirnya sakit, semuanya semakin mulia di mata Allah bahkan
juga di mata sejarah manusia.
Sakit itu
zikrullah. Mereka yang menderitanya akan lebih sering dan syahdu menyebut Asma
Allah dibanding ketika dalam sehatnya.
Sakit itu
istighfar. Dosa-dosa akan mudah teringat, jika datang sakit. Sehingga lisan
terbimbing untuk mohon ampun. Sakit itu tauhid. Bukankah saat sedang hebat rasa
sakit, kalimat thoyyibat yang akan terus digetar?
Sakit itu
muhasabah. Dia yang sakit akan punya lebih banyak waktu untuk merenungi diri
dalam sepi, menghitung-hitung bekal kembali. Sakit itu jihad. Dia yang sakit
tak boleh menyerah kalah; diwajibkan terus berikhtiar, berjuang demi
kesembuhannya.
Bahkan sakit
itu ilmu. Bukankah ketika sakit, dia akan memeriksa, berkonsultasi dan pada
akhirnya merawat diri untuk berikutnya ada ilmu untuk tidak mudah kena sakit.
Sakit itu
nasihat. Yang sakit mengingatkan si sehat untuk jaga diri. Yang sehat hibur si
sakit agar mau bersabar. Allah cinta dan sayang keduanya.
Sakit itu
silaturrahim. Saat jenguk, bukankah keluarga yang jarang datang akhirnya datang
membesuk, penuh senyum dan rindu mesra? Karena itu pula sakit adalah perekat
ukhuwah.
Sakit itu
gugur dosa. Barang haram tercelup di tubuh dilarutkan di dunia, anggota badan
yang sakit dinyerikan dan dicuci-Nya. Sakit itu mustajab doa. Imam As-Suyuthi
keliling kota mencari orang sakit lalu minta didoaka oleh mereka.
Sakit itu
salah satu keadaan yang menyulitkan syaitan; diajak maksiat tak mampu-tak mau;
dosa lalu malah disesali kemudian diampuni.
Sakit itu
membuat sedikit tertawa dan banyak menangis; satu sikap keinsyafan yang disukai
Nabi dan para makhluk langit.
Sakit
meningkatkan kualitas ibadah; rukuk-sujud lebh khusyuk, tasbih-istighfar lebih
sering, tahiyyat-doa jadi lebih lama.
Sakit itu
memperbaiki akhlak; kesombongan terkikis, sifat tamak dipaksa tunduk, pribadi
dibiasakan santun, lembut dan tawadhu.
Dan pada
akhirnya sakit membawa kita untuk selalu ingat mati. Mengingat mati dan bersiap
amal untuk menyambutnya, adalah pendongkrak derajat ketaqwaan. Karena itu
mulailah belajar untuk tetap tersenyum dengan sakit. Wallahu A’lam.
Sumber : Ustadz Arifin Ilham