Islam adalah agama moderat termasuk dalam hal menggauli wanita saat ia dalam keadaan haidh. Islam berada diantara faham orang-orang Nasrani yang menyetubuhi istri-istri mereka disaat haidh dengan faham orang-orang Yahudi dan Majusi yang menjauhi secara berlebihan terhadap istri-istri mereka yang sedang haidh.
Terhadap seorang isteri yang sedang mendapatkan haidh maka islam tidak melarang suaminya untuk bersenang-senang dengannya kecuali memasukkan kelaminnya kedalam kelamin istrinya maka para fuqaha mengharamkannya berdasarkan firman Allah swt :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى
فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ
يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ
اللّهُ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
﴿٢٢٢﴾
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqoroh : 222)
Didalam sebuah hadits tentang berhubungan saat wanita sedang haidh disebutkan,”Lakukanlah (apa saja) kecuali nikah (memasukkan kelamin pria kedalam kelamin wanita).” (HR. Muslim)
Al Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan bahwa kebanyakan ulama salaf, ats Tsauri, Ahmad dan Ishaq berpendapat bahwa yang dilarang dari bersenang-senang dengan wanita yang sedang haidh hanyalah kemaluannya saja.
Sabda beliau “kecuali nikah” didalam hadits diatas dan pendapat para ulama diatas bahwa yang dilarang hanyalah kemaluannya saja memberikan penjelasan kepada kita bahwa islam melarang secara tegas memasukkan kelamin pria kedalam kelamin istrinya yang sedang haidh baik secara langsung bersentuhan antara keduanya maupun dengan menggunakan kondom walaupun dengan alasan adanya keamanan dan tidak membahayakan kesehatan.
Tentunya seorang muslim diharuskan untuk tunduk dan patuh dengan segala keputusan dan ketentuan Allah swt tanpa melakukan berbagai penawilan yang tidak memiliki landasan yang dibenarkan syariat apalagi bertujuan untuk mencari-cari celah atau hilah (tipu daya), sebagaimana firman Allah swt :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ
أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا
مُبِينًا (٣٦)
Eramuslim